Lila terdiam. Bentar. Siapa yang ngomong barusan???! Gue?! Gak mungkin!

Tanpa sadar, Lila meringis kecil. Keluar darimana semua kalimat nya barusan? Dapat pencerahan darimana dia bisa menjawab pertanyaan tersebut tanpa terbata sedikitpun?

"Baiklah kalau begitu," suara Ibu Dania kembali menyentakkan nya ke dunia nyata. "Terimakasih sudah menyisihkan waktu kamu untuk mengikuti sesi wawancara pagi ini, Nalila. Saya harap omongan kamu bukan hanya omongan kosong belaka." Sudah bisa dipastikan nada bicara yang barusan saja ia dengar bukanlah hanya angin lalu tetapi sebuah peringatan untuk nya bahwa ia tidak boleh main-main dengan ucapan nya sendiri.

Lila hanya mengangguk kecil lalu mengucapkan terimakasih serta melemparkan senyum sopan ke seluruh orang-orang yang berada di dalam ruangan tersebut tanpa terkecuali. Hingga akhirnya dia berdiri, pamit, dan melangkahkan kaki nya menuju pintu keluar aula. Tapi sebelum beberapa langkah nya terhenti di depan pintu tersebut, ia merasa ada sepasang kaki yang mengikuti nya dari samping, tidak tahan untuk tidak mendongak sampai akhirnya kedua bola mata jernih nya bertemu tatap dengan sepasang mata hitam gelap yang tidak pernah ia kenali sebelumnya.

"Lo bagus. Gue suka. Tenang aja, semua nya masih tergantung hasil tes tertulis dan akademik lain nya. Kalau hasil psikotest lo juga bagus, lo pasti keterima kok. Hasilnya bakal keluar 2 minggu lagi. Semangat."

Yang pasti saat itu Nalila tidak bisa mendengarkan apa-apa. Matanya tidak berkedip sedikitpun, masih saja menatap sosok yang dengan tiba-tiba nya tanpa menyapa tetapi langsung mengajak nya bicara.

Kaki nya berhenti melangkah, tubuh nya seakan membeku. Bibir nya terkatup rapat. Dari sekian tindakan bodohnya itu, setidaknya ada satu hal yang masih dapat ia tangkap saat ia tidak sengaja menundukkan kepala nya sedikit dan membaca dua kata yang tertera pada nametag cowo itu.

Ardan Yudithya.

"Lila?" Yang dipanggil tidak menyahut. "La?" panggil sosok itu sekali lagi. Sampai dirasanya bahwa tidak ada respon dari cewek yang dia panggil namanya itu, cowok itu pun berinisiatif untuk menggoyangkan bahunya.

"Eh iya apa?" Suara itu membawa nya kembali sadar dari halusinasi nya. Ia menoleh ke samping dan mendapati cowok itu sudah berdiri di sebelahnya.

"Lo bisa bantu anak-anak buat ngedit struktur kepengurusan organisasi yang baru gak?" Raut wajahnya terlihat bingung.

"Bisa kok. Hmm.. habis gue edit, gue serahin ke siapa ya? Mau dibikin banner juga kan?" tanya nya berusaha tidak terlihat gugup karena barusan saja bayangan cowok itu masuk ke dalam pikiran nya tanpa permisi.

"Bener juga ya. Gue baru inget kalo Bu Dania minta struktur yang baru dipajang langsung di dinding. Kalo gitu lo kirim ke email nya Riki aja. Biasanya dia yang paling tahu soal bikin banner gitu. Nanti biar gue yang kasih tau dia."

Untung saja cowok ini pengertian. Dia tidak menanyakan lebih kenapa sedari tadi Lila melamun. Kalau tahu alasan nya karena cowok yang di depan nya ini kan bisa bahaya buat kelangsungan hidup nya selama di kampus.

"Oke siap laksanakan, Ndan."
Tangan nya membentuk sikap hormat dengan gaya lucu yang dibuat-buat, siapapun yang melihatnya pasti gemas juga. "Ada lagi?" tanya nya masih dengan senyum terulas di wajahnya.

Yang dihormati hanya tersenyum lebar dan juga geleng-geleng kepala atas setiap sikap spontan yang cewe itu ciptakan.

"Udah itu aja kok. Makasih ya."

Lila menggangguk. Dan setelah itu ia melihat kepergian cowo itu dari ruangan. Ia pun melangkah masuk ke sekumpulan anak-anak divisi nya yang saat itu juga menciptakan suara gaduh keras yang mengisi ruangan.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 25, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

First LoveWhere stories live. Discover now