Lebih menarik dari...

6.9K 1.4K 163
                                    


Ada rasa yang tidak biasa dan sulit dijelaskan malam ini.

Antara jantungku yang menggebu-gebu, darahku yang terus berdesir, juga pipiku yang menghangat.

Selepas Daniel mengatakan ingin memandangiku lebih lama, aku tidak berkutik. Aku hanya terdiam dengan senyum yang dipaksakan.

Dan dia benar-benar bertopang dagu tanpa mengalihkan pandangannya dari wajahku, sementara aku berpura-pura sibuk memandangi pemandangan malam penuh lampu kota Seoul.

Hingga akhirnya kesabaranku habis, jengah dan wajahku memanas seutuhnya.

"Daniel, berhenti memandangiku. Sepertinya kau akan membakar wajahku dengan tatapanmu." Ucapku sembari memegang kedua pipiku yang menghangat.

Daniel merespon, ia bergerak menjulurkan punggung tangannya pada keningku. Sebelah tangannya lagi berada dikeningnya sendiri, guna menyamakan suhu tubuh.

"Sedikit hangat. Kau sakit?" tanyanya khawatir, refleks aku menggeleng.

"Kau hanya membuatku tidak nyaman." Kilahku sambil membuang muka, tatapan Daniel selalu penuh arti.

"Baiklah, aku hanya akan mencuri pandang bila kau tak nyaman." Ia pun mengambil buku menu dan mulai memesan beberapa makanan untuk kami.

_

Jujur saja, seumur hidupku belum pernah aku merasakan perasaan seperti ini.

Perasaan sesak, dada yang kerap kali bergemuruh juga perut yang terasa digelitik ribuan kupu-kupu. Hanya karena Daniel dan ucapannya.

Didalam hati, terus saja aku merutukki diri dan kebodohanku. Saat fokusku seringkali melayang entah kemana. Saat pikiranku merambah entah kemana.

Daniel membolak-balik menu. Sedang aku tertarik menilik wajahnya. Garis wajahnya tegas, sejak pertama bertemu aku sudah mendapati bahwa ia memang tampan. Namun, sampai saat ini aku sadar, ia tidak hanya tampan namun juga memesona. Daniel dengan segala sikapnya.

"Kau mau makan apa?" Daniel menutup daftar menu dan menyodorkannya padaku.

"Aku ikut saja. Kau pasti lebih banyak mengetahui tentang makanan yang enak."

Daniel mengangguk, ia membuka lagi buku menu tersebut.

Dari buku yang ada dihadapannya ia lalu menoleh kearahku.

"Daging. " ujarnya singkat. Matanya tertumpu pada manik mataku. Selalu.

"Tapi.. " selaku, harga daging pasti mahal. Apa aku sanggup membayarnya?

"Tubuhmu sangat kurus, membuatku selalu ingin melindungimu. Setidaknya jangan buat aku khawatir." ucapnya lalu memanggil pelayan dan memesan makanan.

Aku tidak mengerti apa hubungan tubuhku dan perlindungan darinya? Lalu apa hubungannya daging dengan mengurangi rasa khawatir?

Apakah Daniel biasanya seaneh ini?
Apakah orang jenius itu selalu aneh?

-

Bukannya aku tidak suka daging.
Aku suka, sangat suka.

Bahkan saat makan daging aku sangat menikmatinya hingga fokusku hanya tertuju pada makanan yang ada dihadapanku.

Mulutku masih penuh, aku menyuapkan lagi dan mengunyah dengan semangat. Sampai aku sadar, aku tidak seorang diri.

Ah, Daniel..

Aku mendongak. Dan mendapati Daniel dengan sumpit didalam mulutnya. Namun tidak sedang mengunyah.

"Kau tidak makan?" tanyaku dengan mulut yang masih menggembung karena penuh.

"Ah.. Aku.. " dia tampak gelagapan.

Aku mengangguk, lalu menghabiskan sisa makananku.

"Melihatmu makan membuatku lupa untuk makan juga." Daniel lalu mengambil beberapa potong daging dan memakannya.

"Aku tampak kelaparan ya? Hehe.. Maaf." kuletakkan sumpit ditanganku. Ingin menyudahi acara makanku, karena sepertinya aku makan cukup banyak.

"Jangan!" Daniel menahan tanganku.

"Bukan begitu. Maksudku, melihatmu yang sedang makan lebih menyenangkan daripada daging dihadapanku."

Aku tercekat. Seperti tersedak, dan sulit bernafas.

"Jadi, ayo makan lagi. Aku suka melihatmu makan."

Tangan Daniel masih diatas tanganku. Mendadak waktu berjalan melambat. Suara nafas yang memburu pun terdengar.

Dia, masih tanpa ekspresi menatapku.

Menatap seolah aku lebih menarik perhatiannya daripada daging dihadapannya.

Aku juga hanya bisa terpaku dengan takut-takut membalas tatapannya.

Aku takut.

Takut terjerat dan terikat pada dirinya.

"Ini bagian yang paling enak. Ayo buka mulutmu."

Tubuhku kaku. Bulu kudukku meremang. Tanpa bisa kucegah, mulut terbuka dengan sendirinya.

Daniel menyuapiku.

Aku menerimanya.

Ia tersenyum puas. Seolah dirinya yang menikmati makanan itu.

"Ayo kita makan bersama setiap hari. Melihatmu makan membuatku berselera makan juga." Daniel mengambil beberapa potong daging dan menyuapkan untuk dirinya sendiri.

Daniel lupa.

Daniel sepertinya lupa, kalau tangannya masih berada diatas tanganku. Anehnya terasa begitu nyaman.

Ah, perasaan nyaman ini.
Bolehkah aku terbiasa olehnya?
Pantaskah aku?

Notes:

Aku ga tau ternyata banyak yang suka story ini.
Ini story selingan, iseng-iseng sekalian belajar nulis.
Jadi, maaf kalau tdk sesuai ekspetasi.
Tapi terima kasih udah suka :)

Bacain komentar kalian, selalu jadi penyemangat.
Double update?

Insecure - OngNiel [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang