Chapter 1

668 95 8
                                    

Maret 2018

Jihoon membuka matanya dan mendapati dirinya berada dalam kegelapan dengan seseorang yang wajahnya sama sekali tidak terlihat. 'Itu aku?' pikir Jihoon sebelum berjalan mendekati dirinya yang satunya. Ia melihat dirinya berdiri membelakangi seseorang yang kemudian ia ketahui bahwa seseorang tersebut adalah seorang wanita. Wanita dengan warna kulit putih dan mata berwarna silver namun wajahnya tetap tidak terlihat sama sekali.

Rasanya aneh ketika melihat dirimu sendiri berada di hadapanmu bukan? Itulah yang saat ini dirasakan oleh Jihoon, ia merasa aneh sekaligus bingung dengan pemandangan di hadapannya.

"Silahkan kau minum darahku, aku tidak keberatan jika kau yang meminum darahku karena aku mencintaimu," ujar sebuah suara yang Jihoon kenali sebagai suaranya sendiri. Entah sejak kapan ia sudah berada di posisi Jihoon yang tadi dilihatnya. Ia dapat merasakan tangan seseorang menyentuh pundaknya dan ia segera menoleh ke belakang hanya untuk mendapati sepasang mata berwarna silver sedang menatapnya. Tatapan yang entah mengapa terlihat sedih di mata Jihoon dan Jihoon seakan-akan tenggelam dalam tatapan mata tersebut.

"Apa kau yakin?" tanya wanita tersebut dengan nada suara yang terdengar ragu.

"Aku yakin, minumlah darahku sebagai tanda bahwa kau adalah milikku seorang dan aku adalah milikmu," ujar Jihoon dengan sendirinya. Ia sama sekali tidak mengetahui apa yang baru saja ia katakan, seakan-akan ia dikendalikan oleh sesuatu.

"Jihoon..."

"Lakukan saja."

Seketika itu juga Jihoon merasakan sesuatu menyengat lehernya, sesuatu yang tajam namun entah mengapa terasa hangat.

Jihoon terbangun dengan tatapan mata kosong. Tangannya memegangi leher sebelah kanannya.

"Mimpi apa itu barusan?" pikir Jihoon dengan wajah tak percaya sebelum menatap ke arah jam yang berada di atas nakas, jam 4 dini hari. Jihoon mengerang kesal sebelum mengusap wajahnya dengan kasar. Ia kemudian menatap kamarnya yang masih gelap gulita. Rasanya ia tidak mungkin melanjutkan tidurnya, mengingat mimpinya barusan yang cukup mengerikan, ia pun memutuskan menyalakan lampu kamarnya dan menatap seisi kamarnya yang masih dipenuhi oleh kardus berisi barang-barangnya yang sama sekali belum ia sentuh sejak kedatangannya ke Seoul atau lebih tepatnya tempat tinggal barunya ini.

Jihoon menghela nafas panjang sebelum beranjak menuju kamar mandi untuk membasuh wajahnya dan mulai membereskan barang-barangnya. Tangannya bergerak untuk membereskan barang-barangnya namun pikirannya kembali terarah pada mimpinya.

"Silahkan minum darahku?" gumam Jihoon dengan tatapan menerawang. Tangannya kembali menyentuh lehernya, baru kali ini ia mengalami mimpi yang terasa sangat nyata. Ia masih bisa merasakan benda tajam yang mengenai lehernya dalam mimpinya tadi. "Memangnya aku gila? Kenapa aku harus menawarkan darahku pada seseorang? Lagipula manusia mana yang meminum darah? Sadarlah Lee Jihoon!"

"Bicara dengan diri sendiri tuan genius?"

Jihoon menoleh ke arah pintu dan menemukan Soonyoung sedang berdiri sambil menguap di ambang pintu kamarnya.

"Pagi," sapa Jihoon singkat.

Kwon Soonyoung, mahasiswa dari broadcasting department sekaligus salah satu penghuni rumah yang saat ini ditinggali oleh Jihoon, menatap Jihoon bingung. "Kau bicara dengan siapa?" tanyanya seraya berjalan ke arah Jihoon dan duduk di sampingnya.

"Tidak ada, hanya bicara sendiri," jawab Jihoon singkat tanpa menoleh padanya. "Apa kau sudah selesai membereskan barang-barangmu?"

"Tentu saja, orangtuaku sudah mengirimkan barangku dan membereskannya sejak 2 hari yang lalu," jawab Soonyoung seraya membuka salah satu kotak yang ada di dekatnya.

Blood of LoveWhere stories live. Discover now