15 || Auto Panik

124K 13K 1.8K
                                    

Chapter 15 :  Auto Panik

"Jangan anggap sepele kata kebetulan, karena di balik setiap kebetulan, tetap ada campur tangan Tuhan."

***

Yasa sadar, minta maaf saja tidak akan cukup untuk menebus rasa bersalahnya. Yasa harus memikirkan baik-baik solusi yang telah diberikan Papanya kemarin malam.

"Kalau kamu memang malu, atau kelewat mikirin gengsi kamu. Kamu diam-diam rutin berbuat baik ke dia. Kamu bisa mulai dengan ngelakuin hal-hal sederhana yang bisa membantu dia menjalani hari-harinya, dan lakuin itu tanpa sepengetahuan dia."

Masalahnya sekarang, Yasa bingung harus mulai dari mana. Dia tidak tahu kebaikan seperti apa yang bisa diam-diam dia lakukan.

Bel pulang yang berteriak nyaring mengembalikan Yasa ke realita. Pak Ridwan meninggalkan kelas setelah memberi salam perpisahan. Yasa membereskan buku-bukunya ke dalam tas.

"Yas, lo mau denger sesuatu yang maha dahsyat nggak?" ucap Putra tiba-tiba dari arah kirinya.

Yasa menoleh tanpa minat, "Apaan?"

"Tebak!"

"Lo berniat potong jambul?" ucap Yasa ngasal.

"Nggak."

"Lo dibeliin Range Rover?"

"Aamiin, Yas. Tapi sayangnya enggak."

"Lo mau ikut olimpiade kimia?" tebaknya lagi.

"Astaga, kalau jawab ngasal juga mikir-mikir kali, Yas," dengus Putra.

"Jadi apa? Kata lo sesuatu yang maha dahsyat? Lo potong jambul, dibeliin Range Rover, atau ikut olim kimia, adalah sesuatu yang maha dahsyat versi gue."

"Salah! Tebak lagi, dong."

"Males ah, buang-buang tenaga aja buat mikir."

"Ck! Padahal Aji tadi tebakannya bener."

"Wah, hebat Aji. Suruh dia casting di program Karma, siapa tahu bisa gantiin Roy Kiyoshi," ucap Yasa datar.

Putra menutupi tawanya dengan dengusan geli, kemudian cowok itu berkata dengan raut bahagia, "Gue bakal pulang bareng Agrita, man!"

Yasa mendelik, "Gercep lo!" kali ini betul-betul memuji, bukan sarkas.

Putra tersenyum penuh kemenangan. "Special thanks buat lo yang udah ngasih nomor hapenya ke gue."

"Alah, makasih aja nggak kenyang."

"Doain sohib lo ini biar bisa cepet jadian sama doi."

Yasa mengangkat bahu sekenanya. "Gue bukan nyokap lo, doa gue nggak mujarab. Mending lo buruan samperin dia sana. Lo mau bikin gebetan lo nunggu?"

"Tenang aja, dia pulangnya masih lama. Katanya ada diskusi apa gitu, nggak ngerti juga gue. Jadi pulangnya ngaret, gue mau renang dulu selagi nungguin dia."

"Oh."

"Lo langsung mau pulang?"

"Nggak, gue mau ke sekret juga, ada urusan disana."

***

Yasa ketiduran di sekretariat ekskul jurnalistik. Ketika terbangun, dilihatnya jam sudah menunjukkan hampir pukul empat sore. Selain dia, hanya ada Raja dan Dewa dalam ruangan ini. Hal yang Yasa suka dari sekretariatnya ini, sekalipun dia tertidur di kursi, di lantai atau di tengah-tengah ruangan yang menyebabkan space ruangan ini makin sempit, tak ada yang berani membangunkannya. Yang berani mengusik Yasa, siap-siap saja kena omel. Tapi konsekuensinya, Yasa kena sumpah serapah orang dalam hati.

Yasa [SUDAH TERSEDIA DI TOKO BUKU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang