22 - Friendship Between Us

1.6K 142 68
                                    

Don't forget to votes and comment guys 😃😃😃

Don't forget to votes and comment guys 😃😃😃

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"This is the worst."

Kevin melempar sembarangan stik PS4 milik Radi ke permukaan karpet beludru hijau yang ia duduki. Sudah lima kali ronde pertarungan, kalimat YOU LOST masih saja nyinyir di layar kaca, membuat tangannya gatal ingin membanting konsol game itu kalau saja mereka miliknya. Mode Insane memang gila. Dari pertarungan pertama hingga kelima, jemari Kevin menari-nari tak karuan menekan tombol stik ke sana ke mari. Serangan acak yang tidak karuan. Sama tidak karuannya seperti isi kepala Kevin kini.

Menyerah, ia pun membantingkan tubuhnya ke atas bantal jumbo berbentuk Totoro yang sudah teronggok di belakangnya. Kevin tercenung, melamun ke arah cahaya putih lampu yang menggantung di langit-langit. Detak jam terdengar jelas di dalam kamar Radi yang didominasi warna putih gading. Tenang. Menghitung mundur waktu hingga tiba saat baginya kembali menghadapi Kiran.

"Vin, sudah jam sepuluh. Nggak papa Kiran kamu tinggal sendiri?"

Pertengkaran hebat. Itulah yang terjadi di antara mereka tadi sore.

"Dia pasti masih mengurung diri di kamar," sahutnya tanpa menoleh sedikit pun. Radi yang tengah memegang komik di tangannya membalas datar,

"Dan salah siapa itu?"

Tiba-tiba Kevin mengerang. Bukan karena sakit, hanya saja pertanyaan Radi membuat pikirannya makin runyam. Salah siapa? Salah Kiran yang bersikeras ingin mencegahnya diseret lagi oleh Fredy? Atau salah Kevin yang hanya ingin mengantisipasi hal-hal tak diinginkan perihal kesehatan Kiran dengan cara kembali bekerja di kelab Awan?

Keduanya sama-sama bertujuan untuk melindungi. Tapi itu juga yang menjadikan mereka saling berseteru. Manusia memang aneh. Masih ada jalan kompromi saja masih memilih perselisihan. Jangan heran kalau keributan mudah terjadi di mana-mana.

"Keputusanku ini sudah realistis, kan? Setidaknya untuk sekarang. Kalau ada yang harus jadi tulang punggung keluarga, bukannya sudah jelas harus akulah orangnya?" Kevin mencari pembelaan.

"Iya, tapi bukan dengan menjadi gigolo, Kevin."

Pemuda itu langsung bangkit. Dari pengalamannya menetap di Wisma Lavendel, juga mengamati situasi kelab L'Intimate dari balik meja bar, Kevin tahu kata 'gigolo' dengan yang orang-orang wisma sebut sebagai 'host' tidaklah sama. Selama kau memilih untuk tak benar-benar menjual diri. Pilihan itu adalah hak si host sepenuhnya, dan tak seorang pun boleh memaksa.

Lagipula Kevin yakin kasus perempuan memperkosa laki-laki itu sangat jarang terjadi.

"Aku nggak akan dibayar untuk tidur dengan seseorang, Di," dalih Kevin, mengingat penjelasan Awan pertama kali mereka bertemu. 'Kami menjual mimpi,' begitu katanya. Dan Kevin melihat dengan mata kepalanya sendiri, bagaimana para host itu mati-matian menyenangkan pelanggan mereka dengan obrolan, candaan dan pesta pora. Menghujani sang klien dengan perhatian, bersikap seolah mereka mencintainya, sekalipun bisa saja dalam hati tak setitik pun rasa peduli ada.

ForbiddenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang