Two.

71 9 1
                                        

"When the night was full of terrors
And your eyes were filled with tears
When you had not touched me yet
Oh, take me back to the night we met"


The Night We Met - Lord Huron

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Diperjalanan pulang, pikiran Jo masih terbayang tentang apa yang dikatakan Gabby kepadanya. Menggantikan posisi ibunya? You wish, bitch. Ucapnya dalam hati. Jo melihat jam di tangannya, jam menunjukan pukul 8 malam. Perjalanan dari tempat tinggal ke kediaman Pratama masih jauh, sekitar satu setengah jam lagi.

Jo melihat sebuah bar di tepi jalan dan memutuskan untuk singgah sejenak. A shot of whiskey should be fine, pikirnya. Ia memarkirkan mobilnya disebelah sebuah mercedes hitam tepat di depan jendela bar.

Sebuah bel berbunyi ketika Jo membuka pintu masuk bar itu. Suara merdu dari penyanyi di bar itu berkumandang. Jo segera duduk di kursi tinggi paling ujung dan mengehembuskan nafasnya dengan kasar. Ia melambaikan tangan kepada bartender dan memesan satu shot whiskey.

"Johnnie Walker, Double Black. One shot."

Sang bartender hanya mengangguk tanda ia mengerti dengan apa yang diminta Jo dan menyodorkan satu shot whiskey. Dengan cepat, Jo meneguk whiskeynya dan memejamkan matanya sejenak. Panas. Itu yang dia rasakan. Tapi tetap saja, melihat ayahnya yang semakin dekat dengan Gabby dan melupakan keluarganya terasa lebih panas dari semua-muanya.

Jo semakin menggila dan terus menambah shot whiskeynya, sampai tidak terasa sudah 7 shot. Ia merasa sudah mulai mabuk dan memutuskan untuk berhenti. Tak lama kemudian, seorang laki-laki duduk di dua kursi sebelumnya. Laki-laki itu juga memesan minuman yang sama dengan Jo.

Dia menggunakan sebuah kemeja yang tangannya digulung sampai siku, rahangnya keras, dan alisnya tebal. Tipikal orang yang stress karena pekerjaan, batinnya. Laki-laki itu mengacak-acak rambutnya sendiri lalu memjamkan matanya. Jo menjadi penasaran sebenarnya sehebat apa masalah pekerjaan orang ini.

"Stressed out huh?" Suara lembut Jo berhasil menyita perhatiannya.

"Yeah, kind of. You too? That's a lot." Jawabnya sambil melihat gelas-gelas kecil yang berada di depan Jo.

"Family issues."

" I see. Divorced huh?"

"Worse. Mereka gamau pisah, tapi udah gak pernah bareng-bareng."

"Hmm, gua pernah ngelewatin masa-masa kayak gitu. Bedanya, my parents decided to split up."

"That's actually better tho. How about you? Masalah di pekerjaan?"

"Hmm, not really. My girlfriend just broke up with me."

"Haha, masih banyak cewek di dunia ini dan lo galauin satu cewek? Dude, grow up." Ledek Jo

" I love her tho. You're just stranger, you don't know anything."

"Well, what you know about love then?"

"Seriously how old are you, sweetie? Lo keliatan kayak anak-anak eksis demen pansos yang ke bar cuman buat update insta story." Jawab laki-laki itu dengan santai sambil meneguk whiskeynya.

"What's the fucking matter? Ga salah dong gua tanya?"

Laki-laki itu menatap Jo sejenak lalu tertawa kecil karena omongannya.

"Who are you? Masih bocah ngapain ke bar ngurusin love life seorang cowok yang lebih dewasa dari lu?"

"Gua? Gua Joceline Audrey Pratama, fyi gua udah punya id card. So, gua bukan bocah. Lo sendiri siapa? bisa ngejudge dan ngatain gua bocah?"

Laki-laki itu kaget mendengar apa yang baru dikatakan Joceline kepadanya. Jo sangat bingung dengan raut wajah laki-laki itu.

"Kenapa? Kok kaget gitu? Skak ya? Gabisa jawab?"

"Lu Jo? Adiknya Aaron Clifford?"

Jo terkejut dan tak terasa setetes air mata mengalir dari sudut matanya ketika mendengar nama itu. Aaron Clifford Pratama. Ya, itu kakak kesayangan Jo. Satu-satunya pelindung Jo dari amarah ayahnya. Yang unfortunately , has been gone. Entah kenapa, setiap ada yang menyebut nama kaak kesayangannya itu, dia langsung meneteskan air matanya dan mengingat masa-masa kelam yang menimpa kakaknya dulu.

"Eh, jangan nangis. Mama sama Papa lu kenapa? "

Jo hanya bisa diam dan menangis dalam diam mengingat kakaknya. Ia menunduk dan menutup mukanya dengan tangannya sambil terisak. Tiba-tiba ada yang mengangkat kepalanya dan mengusap air matanya sambil menatap seberapa hancurnya dia.

"Don't cry, Lu kuat. Just like your brother."

Tanpa sadar, Jo memeluk laki-laki itu. Seorang Jo menangis di pelukan seseorang yang bahkan dia belum kenal sebelumnya. Tahu namanya saja belum. Laki-laki itu merasakan betapa hancurnya Jo, dan mencoba untuk menyadarkan Jo bahwa ia sudah memeluk stranger dengan erat sedari tadi. Tapi Jo tidak menghiraukannya, she just need a shoulder to cry. So he held her through the night, until she feels better.

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Soo, what do you think? Hehe. Kira-kira siapa ya cowoknya? Penasaran ga? Vote dulu dong hehe. Share juga ya ke temen-temen kalian.

x o x o

Only If You KnewМесто, где живут истории. Откройте их для себя