HARI YANG SIAL

1.1K 104 55
                                    

Jangan lupa tekan ⭐ dan komen di bawah ini!

Lili—Mama Wira baru saja tiba dari Aussie, tadi pagi ia mendapat panggilan dari kepala sekolah mengenai kelakuan Wira yang sudah tidak bisa ditolerir. Entah bagaimana lagi cara Lili agar anaknya itu bisa bersikap lebih baik. Padahal ketika suaminya masih hidup, Wira adalah anak yang penurut dan tidak banyak tingkah.

Tepat setelah suaminya meninggal karena sakit leukimia, barulah anak itu berubah drastis. Ia selalu membangkang ketika Lili menegurnya, wanita yang masih tampak terlihat muda di usianya yang sudah memasuki kepala empat itu sudah menyerah dengan segala kenakalan anaknya. Jika saja ia tidak sayang pada anaknya, Lili mungkin sudah mengirim Wira ke rumah mertuanya di Jerman.

Mobil Lili memasuki area Perumahan Pondok Indah, matanya menangkap sesuatu. Ia langsung menyuruh supirnya untuk menghentikan laju mobil.

"Pak berhenti sebentar." Mobil berhenti. Lili segera turun dari mobilnya dan menghampiri seseorang. "Mang Kumis ngapain di sini?" tanyanya pada Mang Kumis.

Lelaki yang memakai blankon itu nampak terkejut mendengar suara Lili. "Mang Kumis ngapain di sini?" tanyanya sekali lagi. Lili menepuk bahu Mang Kumis. Lelaki itu pun segera berbalik.

"Eh, Nyonya," ucapnya kikuk.

"Mang kok nggak jawab pertanyaan saya?"

"Anu Nyonya, saya lagi buang sampah," jawabnya sedikit ragu.

Lili mengerutkan keningnya. "Buang sampah? Emang tempat sampah di rumah lagi penuh?"

"Anu Nyonya, saya--"

"Anu apa, Mang? Yang jelaslah kalau ngomong," ucap Lili.

Mang Kumis tampak gelisah, peluh keringat membasahi pelipisnya. "Nyonya maafkan saya, jangan pecat saya, yah," mohon Mang Kumis.

Ekspresi Lili kebingungan, kenapa tiba-tiba lelaki Sunda itu meminta maaf dan tidak ingin dipecat? Lili tidak merasa Mang Kumis berbuat yang salah atau jangan-jangan memang Mang Kumis melakukan kesalahan selama ia tidak ada di rumah.

"Jawab yang jujur Mang, sebenarnya apa yang terjadi?" tuntut Lili.

Setengah gemetaran Mang Kumis pun menceritakan kejadian tadi pagi, jika Wira menendang vas bunga kesayangan milik Lili. Ia tidak tahu penyebab pastinya tapi saat kejadian itu Wira nampak begitu kesal.  Dan untuk menghilangkan jejak pecahan vas bunga itu maka Wira menyuruh Mang Kumis untuk membuangnya di tempat sampah yang jauh dari rumah.

"Anak itu benar-benar nggak bisa dikasih hati. Mang Kumis sekarang bawa kembali pecahan vas bunga itu ke rumah."

Lili meninggalkan Mang Kumis dan naik ke mobilnya. Kali ini ia tidak bisa lagi mentolerir sikap Wira, Wira harus dibuat jera. Jika tidak, anak itu akan semakin kurang ajar.

***

Wira dan Reza sedang menikmati makan siangnya, tiba-tiba terdengar suara dorongan pintu yang keras.

"Aish, siapa sih buka pintu keras banget? Nggak tau apa orang lagi makan juga," kesal Wira.

Berbeda dengan Wira, Reza tampak tidak peduli dengan suara itu, ia malah semakin bersemangat menghabiskan ayam gulainya. "Palingan itu Mbok Ningsih, makan ajalah, Wir."

Baru saja Wira ingin memasukkan makanan ke dalam mulutnya, terdengar Lili memanggilnya dengan keras. Wira membanting sendok yang dipegangnya. Ia berdiri dari kursinya, nampak Lili sudah berada di ruang meja makan.

"Nata!" panggil Lili dengan Keras, Nata adalah panggilan Wira dari mama-papanya. Wira menatap tajam mamanya, seakan ia sangat tidak suka dengan wanita itu sedangkan Reza menghentikan acara makannya, ia melihat ke arah Lili.

Lili mendekati Wira dan bunyi tamparan terdengar di ruang meja makan. "Kamu ini benar-benar tidak bisa di kasih hati," bentak Lili.

Wira memegang pipinya yang perih, Ia menengadahkan kepalanya. "Lo ngapain nampar gue? T*i!" Wira berteriak.

Plak.

Satu tamparan kembali mendarat di pipi Wira. "Dasar anak kurang ajar! Apa kamu bilang? Kamu pikir mama ini apa? Hah?"

Napas Wira naik-turun, ia menahan rasa sakit sekaligus emosi yang siap meledak. "Reza, kita pergi dari rumah sialan ini!" Wira meninggalkan Lili diikuti oleh Reza.

"Nata, Nata, mau ke mana kamu?" teriak Lili. Namun lelaki berusia 17 tahun itu tidak peduli dengan teriakan mamanya.

Decitan ban terdengar di depan gerbang Perumahan Pondok Indah, Reza tersentak dari kursi penumpang. "Wir, lo mau mati, yah?!" Reza mengusap-usap dadanya.

Wira memukul setir mobilnya. "Sialan!" umpatnya. Ia keluar dari mobilnya dan menghampiri seorang gadis berkerudung hitam.

"Mau ngapain lagi sih si Wira, Tuh anak yah." Reza pun ikut keluar dari mobil

"Lo punya mata nggak, sih? Mata tuh jangan taruh di dengkul," bentak Wira.

Gadis berkerudung hitam itu tidak menjawab, ia mengusap roknya yang kotor dan juga lengannya. Reza pun dengan sigap membantu gadis itu mengumpulkan buku yang berserakan, berniat membantu sang gadis.

"Maaf, jangan sentuh barang saya." Gadis itu menarik buku yang dipegang Reza.

"Cih, Dasar Sombong. Ngapain sih lo, Reza. Buang-buang tenaga aja," decih Wira.

Wira menunjuk sang gadis. "Lo nggak tau terima kasih banget, masih mending teman gue mau bantuin. Nggak tau diri banget!"

Gadis itu berdiri, menatap tajam ke arah Wira. "Eh, nggak usah melotot yah, lo pikir gue takut sama lo!" Wira melayangkan tinjunya sehingga membuat gadis itu menunduk.

"Wir, lo apa-apaan sih? Harusnya lo minta maaf, bukan malah mau nonjok. Lo bukan banci Man. Lo mau ngulang lagi kejadian setahun lalu," ingat Reza

Wira menarik kerah baju Reza. "Maksud lo apa? Jadi lo mau nyari ribut sama gue, Rez?"

Reza melepaskan tangan Wira dari kerah bajunya. Ia tidak boleh emosi. Reza mengerti bahwa lelaki itu sedang tidak dalam kondisi yang baik. Ia memperingati Wira bukan karena Reza lebik baik, lelaki beralis tebal itu hanya tidak ingin sahabatnya dalam masalah.

"Bukan gitu, Wir, udahlah kita ke rumah gue aja, lagian lo juga dalam kondisi yang kurang baik," tutur Reza.

Mendengar perkataan Reza, Wira pun segera masuk mobil, meninggalkan Reza dan gadis itu. Mood-nya benar-benar hancur.

"Maafin teman saya yah, Mba." Reza memohon maaf. "Saya pamit dulu," ucapnya tergesa-gesa karena terdengar suara klakson yang terus saja dibunyikan oleh Wira.

Gadis berkerudung hitam itu menghindar saat mobil Wira dengan sengaja ingin menyenggolnya. "Astagfirullah, semoga lelaki itu diberikan hidayah."

Salam Cinta
Wira selalu aja bikin ulah. Gemes jadinya.

Ardian R
(7 Oktober 2021)

Jodoh Untuk WiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang