Mereka memberi afeksi dengan total, tak tanggung-tanggung, tak ada sisa barang sepercik untuk sekadar jaga-jaga kalau sang penerima tak bisa lagi coba terima, atau menerima dalam kelesapan. Lalu mereka kepayahan, bahkan tatkala untaian kata beterban...
Aku revisi beberapa bagian jadi begini : 1.Orangtua mereka mati karena kecelakaan mobil, bukan dimutilasi. Terlalu bar-bar buat Affection yang menye-menye soalnya, wkwk. 2.Seokjin ngurus perusahaan konsumer peninggalan orangtuanya, Yoongi chef, Taehyung dan Jimin tetap Hallyu Star, plus Namjoon sama Hoseok tetap, sih. 3.Jungkook kena astrositoma, bukan kanker. 4.Makasih buat qrieya yang kasih tahu di mana plot hole Affection jadi aku bisa ngerevisi. 5.Kalau ada yang baca dari awal atau emang baru baca dan nemu plot hole lagi, silahkan komentar. Aku bakal perbaiki tanpa unpublish lagi. 6.Terakhir, selamat membacaaa
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jungkook melupakan apa yang terjadi di hari itu dan kendati dia tahu mengenai kevakuman Grass Elm, dia tidak meledak sebagaimana sebelumnya, benar-benar tidak merekonstruksi sesuatu yang mengacaukan para kakak. Anak dua puluh dua tahun itu malah berkata, “Mau merencanakan liburan, ya? Tapi tunggu aku selasai dengan UAS-ku. Kita bisa ke Selandia Baru atau kembali ke Paris, atau yang sederhana, deh, Pulau Jeju saja. Bagaimana?”
“Aku ikut suara terbanyak.”
“Pulau Jeju saja. Aku tidak suka perjalanan jauh.”
“Bagus juga. Kita bisa mengunjungi Cheonjiyeon Falls atau ke Jeju Folk Village Museum dan merasakan sensasi hidup pada tahun 1890-an. Atau, hanya berjalan-jalan di Olle Trails dengan tanda-tanda rute anak panah dan patung.”
Itu kesemuan baginya. Seokjin ingin berpikir idiot bahwasanya gemerlap yang dimiliki Jungkook untuk memori yang kacau adalah tanda bahwa anak itu menjadi lebih baik, bahwa astrositoma hanya menyenggol pelan hidupnya yang tersusun apik, bahwa memori adiknya tidak akan direnggut hanya karena ketetapan mutlak dari penyakit sialan tersebut. Itu kesemuan baginya, tapi Seokjin ingin berpikir jauh dari kata idiot bahwa semua bisa dilewati dengan keberhasilan yang kafi.
Melewatkan waktu lima hari untuk menunggu Jungkook bangun dari tidur, benar-benar tepat untuk membuat keenam dari mereka terus dihantui rasa bersalah yang memuakkan. Psikoterapi yang Jungkook jalankan dulu tidak lantas menghilangkan major depressive disorder-nya, terlebih dengan tipe melancholic. Dengan kegamangan, Seokjin ingin membenci sebuah batasan antara realita dan imajinasi, antara mustahil dan keajaiban, antara pencipta dan yang diciptakan. Sehingga ketika dia ingin menukar posisinya dengan Jungkook; menjadi si penderita depresi berat sekaligus astrositoma, yang menghancurkan masa lalu dan masa depannya, tidak akan ada kontra atas hal itu.
“Wow. Suasana macam apa ini?” Adik bungsunya menghampiri Seokjin yang terduduk merenung di pojok ruangan, lantas merasakan pelukan dari belakang tubuhnya, bersandar seperti punggung Seokjin adalah yang terkokoh di dunia, kendati mata si bungsu menatap Jimin dan permainan pianonya, juga Taehyung dengan nyanyiannya. “Hari masih pagi dan aku terbangun untuk menyaksikan konser Grass Elm secara gratis. Mereka itu mau menganggu tidurku atau hanya pamer kemurahan hati sekaligus kepiawaian seni yang seperti dianugerahi Dewa Apollo?” Jungkook mengeratkan pelukannya. “Menurutmu bagaimana, Kak?”