"P'Arthit."
"Hm."
"P'Arthit."
"Apa, sih, Kongpob?"
Si pemuda berkulit tan menyeringai.
"Tahu tidak, perbedaan kita sama angka satu?"
Pertanyaan macam apa ini, batin Arthit berdecak. Ia tengah malas menanggapi, sebenarnya. Kerjaan kantor benar-benar menumpuk dan menyita pikiran. Tapi kalau tidak ditanggapi kasihan juga.
Mukanya cerah begitu, aku jadi tidak tega.
Akhirnya, Arthit membalas dengan malas. Tanpa rasa penasaran sedikitpun.
"Apa?"
"Kalau satu ditambah satu, itu sama dengan dua. Kalau aku dan P'Arthit," wajah Kongpob bergerak maju, mendekat. Arthit dapat melihat dengan lebih jelas titik-titik cahaya yang berkerlip di matanya.
Sesuatu di dada bergemuruh lebih cepat sepersekian detik.
"Kalau aku sama kamu apa?"
"Sama dengan cinta."
Hening.
.
Tidak lama setelah itu, diam-diam Arthit membuka mesin pencari untuk mencari tahu efek samping dari terlalu banyak meminum es kopi bagi kesehatan otak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita dalam Barisan Kata
Short StoryKita bersama. Menuai kisah. Menuai kata. Antara aku dan kamu. Hanya ajang menuangkan isi hati yang penuh kegalauan akan kongpob dan arthit. Gaje. Plis. Tulungan.