Nabila (Bagian 1)

112 13 8
                                    


                                      Suasana pagi ini begitu ramai, tepuk tangan dimana-mana, suara teriakan terus berdatangan, terlebih lagi saat Riyan berhasil menembakkan three point ke dalam ring basket yang membuat semua perhatian tertuju padanya, seketika Ryan terlihat seperti dewa penyelamat yang membawa jurusannya lolos ke babak selanjutnya, benar-benar hebat.

Aku ingat saat terakhir kali bermain basket bersama Riyan, waktu itu kami masih SMP, aku jauh mengunggulinya, bahkan ia sampai menyerah ketika berhadapan denganku. Tapi sekarang dia jauh lebih baik dariku, mungkin sekarang aku tidak ada apa-apanya, wajar saja karena semenjak SMA aku sudah tidak bermain basket lagi, memegang bola basket saja tidak pernah, kecuali ketika mengambil nilai basket saat pelajaran olahraga.

"Yan!" teriakku yang melambaikan tangan memanggilnya.

"Eh, Sam," lari menghampiriku dengan badan yang dipenuhi keringat. "Lu ngapain disini, Sam?" tanyanya kepadaku.

"Nggak ngapa-ngapain sih, Yan. Tadi gua abis ketemu Pak Suharto, ada tugas dikit. Eh, by the way lu tadi mainnya keren banget, sejak kapan lu bisa main sejago itu?"

"Sejak gua nggak nemuin lawan sejago elu, Sam," memukul lenganku pelan. "Oh iya, kok elu nggak ngewakilin jurusan lu dalam turnamen ini?" tanyanya kepadaku.

"Gua pensiun dari basket, Yan."

"Sejak kapan?"

"Sejak gua nggak nemuin teman main sekeren elu," tertawa terbahak-bahak.

Kami asyik mengobrol dengan penuh canda tawa sambil menyaksikan pertandingan selanjutnya antara teknik kimia melawan teknik geologi karena siapa yang menang nanti akan bertemu dengan jurusannya Riyan yaitu teknik elektro. Tapi overall, jurusan Riyan pasti akan menjadi juara turnamen ini, buktinya saja juara bertahan tahun lalu telah dikalahkannya, banyak yang tidak menyangka teknik elektro akan mengalahkan teknik mesin, tapi bagiku mungkin saja karena dalam basket siapa saja bisa jadi pemenangnya. Aku tidak ingin membicarakan jurusanku sebab jurusan sudah kalah diawal melawan teknik mesin yang baru dikalahkan Riyan.

"Yan, ini minum untuk kamu."

Tiba-tiba seseorang menyodorkan air mineral kepada Riyan dari arah belakang, tentu saja itu membuat kami sangat kanget, untung saja aku dan Riyan tidak mempunyai sifat latah.

"Eh, Bila. Iya, makasih ya, Bil," menoleh kebelakang kemudian tersenyum kearah gadis itu.

"Oh iya bil, kenalin ini teman aku anak Sipil, sahabatku dari Bandung, yang pernah aku ceritain."

Aku begitu terkejut dengan apa yang Riyan ucapkan, entah apa saja yang diceritakannya tentangku kepada gadis itu, aku curiga Riyan bercerita tentang keburukanku dan aibku.

"Ooh ini yang namanya Sam, ya?" tanyanya kepada Riyan lalu menoleh kearahku.

"Hehehe, iya. Kenalin aku Sam, sahabatnya Riyan, mengacungkan tangan bersalaman dengan gadis itu.

"Eh, Riyan cerita apa aja tentangku? Dia cerita tentang keburukanku ya? Jangan dipercaya."

Spontan Riyan tertawa terbahak-bahak mendengar apa yang baru saja kukatakan pada gadis itu. Aku kan tidak salah bertanya seperti itu kepada gadis itu, kan tidak enak kalau dia sampai tahu tentang keburukanku, Riyan kan biasanya punya sifat jahil.

"Saya Nabila, bisa dipanggil Bil atau Bila. Salam kenal. Mengenai pertanyaan kamu, Riyan nggak cerita macam-macam kok, dia cuma cerita kalau kamu itu jago banget main basket dan dia sangat iri sama kamu, apalagi saat SMP dia kalah popular dari kamu."

Senja Tanpa JinggaWo Geschichten leben. Entdecke jetzt