24

27.2K 1.5K 89
                                    

Malam dear, baca dulu part 23 klo belum ya.

Happy reading, dear.

.◎°˙♡˙°◎.

Malam ini elena terbangun dari tidurnya di tengah malam. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul dua dini hari, tapi elena malah terbangun akibat perutnya yang meminta jatah makan. Elena memang melewatkan makan malamnya. Karena dia mual dan tak bisa memakan masakan yang dibuat bi yanti.

Elena menuruni tangga dengan langkah pelan, tak ingin menimbulkan suara yang bisa membangunkan penghuni lainnya. Dia terus berjalan mengendap ke arah dapur. Namun tiba-tiba sesosok bayang muncul tepat di hadapannya. Elena memekik kaget dengan jantung yang berdegup kencang. Di tengah malam seperti ini, di saat semua orang tengah tertidur dan dalam keadaan remang tanpa pencahayaan tentu saja sosok bayangan itu sangat menakutkan. Hingga elena refleks berbalik dan berlari secepat yang dia bisa. Namun naas efek ruangan gelap yang hanya disinari sedikit cahaya membuat elena menabrak meja. Elena kehilangan keseimbangannya dan terhunyung ke belakang. Matanya terpejam erat aiap merasakan benturan apapun yang akan dia rasakan.

Dan semuanya terjadi begitu cepat. Elena jatuh, namun tubuhnya tak langsung membentur lantai. Ada sesuatu dibelakangnya. Lengan kekar yang melingkar di perutnya dan dada bidang nan hangat yang menempel si punggungnya membuat elena yakin jika yang ada di belakangnya adalah seorang pria. Dan pria yang ada di mansion ini tak lain adalah brian. Elena menoleh ke belakang. Tepat seperti dugaannya. Brian terlentang di belakang elena dengan tatapan tajam terhunus ke matanya langsung.

Menyadari kemarahan di mata brian elena demgam cepat bangkit berdiri dan emnundukkan kepalanya.

"Apa yang kau lakukan elena? Mengapa kau berlari? Apa kau sudah gila? Kau itu sedang hamil! Hamil anakku!" sembur brian penuh emosi setelah berdiri di hadapan elena.

"Ma-maaf," cicit elena dengan suara serak. Bahunya bergetar dan air mata sudah menetes. Kehamilan membuat dia begitu mudah menangis.

Brian mengepalkan tangannya, menarik napas menahannya sebelum menghembuskan napas perlahan untuk menekan emosinya. Diana selalu mengingatkannya agar tidak membuat elena tertekan dan stres.

"Sudah, jangan menangis. Aku hanya mengkhawatirkanmu. Maafkan aku yang sudah membentakmu."

"Ak-aku memang wanita gila yang tak berpikir panjang. Maaf-kan a-aku," ucap elena di sela isak tangisnya. Brian merasa bersalah dan tak tega elena menangis karena bentakkannya. Tangannya terulur mengusap kepala elena. Tapi wanita itu masih saja menangis. Tak tahan melihat elena seperti itu, brian menarik wanita itu ke dalam pelukannya. mengusap punggung elena lembut.

"Maafkan aku yang membentakmu." Tak berapa lama tangis elena berhenti hanya tersisa napasnya yang masih tersengal akibat habis menangis."Mengapa kau berlari?"

Elena perlahan melepaskan diri dan dengan canggung berdiri dengan menundukkan kepalanya. Dia malu. Malu karena dengan mudahnya menangis hanya karena hal sepele.

"Kau tiba-tiba muncul dan mengagetkanku. Aku pikir tadi hantu. Itu sebabnya aku berlari." Brian tersenyum dengan terus mrnatap elana yang tak mau memandangnya.

Tangan brian terulur dan jemarinya mendongakkan dagu elena agar menghadap ke arahnya. Matanya terkunci pada mata elena yang indah. Kedua jemari brian mengusap pipi elena. Menghapus jejak airmata di sana.

"Jangan pernah berlari lagi ya. Kau sedang hamil. Aku tak ingin sesuatu yang buruk terjadi padamu dan baby." suara lembut dan pelan brian seakan menghipnotis elena. Wanita itu mengangguk dan tersenyum.

"Aku janji."

"Lalu mengapa kau bangun?"

Wajah elena memerah, "Aku lapar."

Expensive Baby [Update Di Webnovel]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang