[9] Imagination

1.4K 55 4
                                    

I don't like to imagine you. Because everytime i do, i can't stop missing you.
-Darel Miliano Avegas-
○○○

"Valerie!"

Valerie menghentikan langkahnya, berbalik menghadap Stevan yang memanggilnya.

"Kenapa?"

"Nanti ada seleksi buat pengisi acara bazar."

Valerie mengerutkan keningnya. "Seleksi? Emang kita ngadain seleksi, ya? Kok gue nggak tau?"

Stevan mengangguk. "Kemaren gue udah pengen ngasih tau lo, sih. Niatnya kita mau ke apart lo kemaren. Tapi ternyata lo nggak ada."

Valerie tersenyum samar. Kemarin, Kenya memang menghubunginya dan mengatakan bahwa gadis itu, Stevan, dan Revan akan mengunjunginya ke apartment. Namun karena Valerie tak ingin teman-temannya itu tau mengenai kondisinya, jadi Valerie terpaksa berbohong dan mengatakan bahwa ia sedang pergi. Padahal dirinya hanya berdiam diri di apartment setelah Darel pulang.

"Kenapa nggak ngabarin gue lewat telfon, sih?"

Stevan menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Gue nggak kepikiran. Baru inget tadi pas Metta ngomong."

"Jam berapa seleksinya?"

"Abis istirahat, di ruang musik."

Valerie mengangguk mengerti. "Yaudah. Gue ke kelas dulu."

"Lo nggak ke kantin?"

"Kenyang." Valerie lalu melangkah meninggalkan Stevan yang menghela napasnya.

Setiap Valerie diajak berbicara, gadis itu pasti tak ingin berlama-lama. Jika sudah tidak ada yang begitu penting untuk dibicarakan, Valerie pasti langsung pergi. Meskipun Stevan, teman dekat Valerie yang mengajaknya bicara.

Tetapi, Stevan merasa beruntung. Dari sekian banyak lelaki yang ingin sekali mendekati Valerie, Stevan bisa mendapat kesempatan untuk bisa mengenal Valerie melebihi mereka, meskipun hanya sebatas teman. Setidaknya, Valerie tidak menunjukkan sikap cuek padanya, seperti Valerie menunjukkan sikap cueknya pada siswa lain di sekolah ini.

"Sayang lo terlalu tertutup, Va." Gumam Stevan lalu melangkah menuju kantin.

Sementara Valerie, gadis itu mulai memelankan jalannya. Valerie membelokkan arah jalannya menuju UKS.

Ia duduk di atas ranjang, membuka ikatan sepatunya, lalu melepas sepatunya dengan sangat pelan. Valerie meringis seraya berusaha melepas kaos kaki biru dongkernya. Pantas kakinya terasa perih. Ternyata lukanya kembali mengeluarkan darah.

Valerie berjalan tertatih menuju lemari di sudut ruangan, mengambil obat merah, kapas, dan juga perban, lalu kembali duduk. Ia melepas perbannya yang sudah kotor karena darah dari lukanya dan membuangnya ke tempat sampah.

"Kenapa lo?"

Valerie menoleh dengan ekspresi sedikit terkejut. "Alceo?"

Alceo menaikkan satu alisnya. Cowok itu berjalan mendekat dan betapa terkejutnya Alceo saat melihat kaki Valerie yang terluka. Tidak hanya satu, tetapi banyak.

Cassiopeia [Slow Update]Where stories live. Discover now