Alam Semesta, Hai! (Bagian 1)

169 19 26
                                    


            Sore adalah metamorfosa sempurna dari Fana, menurutku demikian. Mereka memang sangat mirip. Jika aku ingin membuat Fana bahagia mungkin aku bisa melakukannya terlebih dahulu dengan Sore, lagipula tidak ada yang salah jika membuat seseorang bahagia, toh ini juga merupakan bagian dari perubahanku. Dan hari ini aku akan membuatnya bahagia. Tebak apa yang akan aku lakukan hari ini untuk membuat Sore bahagia, ada yang tahu?

Ya, hari ini aku akan memberikan kejutan untuknya, mau tahu kejutan apa?

Bukan bunga, bukan es krim juga. Jadi..., aku akan mengajaknya ke pantai, dari ucapannya tadi malam sepertinya dia begitu ingin melihat pantai, namun bukan Banda Neira, itu terlalu jauh, butuh waktu dan uang untuk kesana. Ini lebih familiar dari Banda Neira. Aku akan mengajaknya ke pantai terdekat, tapi bukan di Semarang. Aku akan mengajaknya ke pantai yang berada di selatan Yogyakarta, pantai Parangtritis, tempat yang tidak asing lagi bagi masyarakat pulau Jawa. Udah kesana belum?

**

"Kriingg..kringg..,"

Tiba-tiba ponselku berbunyi, aku bergegas mengambilnya dari atas meja belajar, aku pikir itu telepon dari ketua kelas atau dari dosen, ternyata itu telpon dari Riyan. Soalnya aku masih ada beberapa tugas kuliah yang belum kukirim, tapi sudah kukerjakan, kok. Hanya saja aku menunggu disuruh kirim dulu, baru kukirim. Hehehe, namanya juga mahasiswa.

"Sam, lu ada kegiatan apa hari ini? Lagi sibuk gak?" tanya Riyan padaku dari seberang sana.

Aku merebahkan diri ditempat tidur sambil melihat jam di dinding kamarku yang bersebelahan dengan poster Taylor Swift. Itu adalah penyanyi favoritku. Selain berbakat, ia juga sangat cantik.

"Gak ada kegiatan apa-apa sih Yan, palingan hari ini gua mau ngajak Sore ke Jogja, Yan. Gua pengen ngajakin dia ke pantai, kayaknya dia butuh vitamin sea biar nggak keras kepala, ya mungkin sehari atau dua hari disana. Ada apa Yan?" jawabku yang mengerutkan dahi.

"Nah cocok banget, Sam. Gua suntuk dirumah, ayo liburan bareng. Sebentar lagi masuk kuliah, gua kan manusia yang butuh liburan juga, gua pengen ngeliat keindahan Jogja. Ntar pake mobil gua aja, soalnya nggak mungkin pake Vespa butut lu ke Jogja, gak bakalan nyampe Jogja," teriak Riyan yang begitu keras yang membuat Gendang telingaku hampir pecah.

"Woi, kita ini lagi dalam telpon jadi jangan teriak, sasarannya telinga gua, bisa-bisa gua tuli dengerin teriakan lu. Lagipula jangan ngeledekin Vespa gua dong, jangankan ke Jogja, Paris aja bakalan ditempuh si Biru," spontan nada bicaraku menjadi keras.

"Paris? Parangtritis maksud lu?"

Riyan tertawa terbahak-bahak, terdengar jelas kalau dia meremehkan Vespaku, walaupun aku tahu itu semua hanya candaan diantara sahabat, tapi tetap saja aku tidak terima dia menertawakan Vespaku.

"Jadi gimana nih, jadi berangkat nggak hari ini?" tanyanya kepadaku.

Menurutku tidak ada salahnya jika pergi bersama Riyan, selain tidak perlu repot-repot mengendarai Vespa dengan jarak tempuh yang cukup jauh, tentu jika Riyan ikut akan menambah keseruan 2 kali lipat. Dan jika di Jogja nanti aku berdebat dengan si gadis keras kepala itu pasti Riyan akan membelaku karena aku kan sahabatnya.

"Yaudah, gua sih oke-oke aja, tapi gua belum ada ngabarin Sore tentang keberangkatan ini," jawabku sambil mengusap dahi.

"Nggak usah dikabarin, dia pasti mau. Lu buruan siap-siap, setengah jam lagi gua jemput."

Riyan terdengar seperti mencoba meyakinkanku dan mengaturku, ucapannya seperti leader saja. Kemudian tanpa persetujuan ia langsung mematikan telponnya. Menyebalkan.

Senja Tanpa JinggaTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon