"... Sudah lama tinta terbawa bunga tidur. Terkunci bersama laci, dan berpetualang dalam dilusi..."
Perempuan itu berjalan untuk kembali ke dalam kelasnya. Sepanjang perjalanan, ia masih memikirkan kejadian yang membuatnya ingin mengunci dirinya sendiri dalam gudang sekolah. Sendiri.
"Gara-gara lo cewek gue salah paham kan??!" Kesal Ucok dan menatap tajam ke arah Sofi. Perempuan itu hanya terdiam. Tangannya sedikit bergetar melihat amarah laki-laki di depannya.
"Hei, Ucok, Sit down!" Perintah Pak Lady.
"Diam lo!" Kata-kata itu secara tiba-tiba keluar dari bibir Ucok. Ia hanya terlihat kesal dan emosi.
"Ucok, ikut saya ke ruang BK SEKARANG!" Pak Lady terlihat marah karena Ucok yang melawan perintahnya tadi.
"Urusan kita belum selesai. Lo harus jelasin ke cewek gue," sahut Ucok sebelum meninggalkan Sofi. Terdengar seperti ancaman, membuat Sofi meremas rok-nya kuat. Terdengar seisi kelas yang berteriak riuh, seakan kehadiran Sofi hanya benalu yang merugikan mereka semua.
Tiba-tiba sebuah tangan menarik Sofi keluar kelas. Sofi terkejut melihat laki-laki yang menarik tangannya.
"Mending lo balik ke kelas," ujar laki-laki itu terdengar dingin, lalu melepas tangannya dari lengan Sofi. Filo langsung kembali ke dalam kelasnya.
Sofi hanya menggeleng kepalanya, mengingat kejadian tadi. Bagaimana jika Ucok menerornya. Melihat perihal Ucok yang dapat di katakan bad boy di sekolah mereka. Setiba di kelas, Sofi berjalan sembari melirik teman-temannya yang sibuk melipat baju olahraga mereka.
"Sof, lo udah balikin bolanya kan?" Tanya Sauma membuat Sofi terdiam.
Bolanya!
"Jangan bilang belum... Duh gue gak mau, ya,sampe Pak Rian marah lagi sama kita, kayak kejadian Tino hilangin bola basket. Kaki gue gak kuat lari keliling lapangan 10 kali. Astagaa! lapangan kita tuh-" ucapan Lina terhenti saat melihat Sofi langsung berlari keluar kelas. Mereka terdiam dan seketika berdoa agar hukuman tersebut tidak terulang lagi.
###
"Mungkin itu saja rapat kita hari ini. Besok gue harap kalian semua hadir, karna kemungkinan kita akan kedatangan Kepsek," ujar Rei sembari merapikan beberapa kertas. Rei adalah ketua osis SMA Kartini Bangsa.
"Yakin lo kepsek hadir?" Sahut salah satu dari mereka. Ilham.
"Gue yakin. Karna katanya-"
"Katanya kan.. Udah deh, kita gak usah berharap sama orang yang jelas-jelas gak peduli sama sekolah kita. Lo pernah mikir gak, kapan terakhir kali kepsek datang ke sekolah? Bahkan bisa di hitung pake jari, bro. Gue gak habis pikir, kemana duit yang-" ucapan Ilham terpotong.
"Gue udah bilang berkali-kali, kita gak akan bahas ini lagi," sahut Rei.
"Karna itu gue bilang untuk kesekian kalinya. Kenapa? Lo takut derajat lo sebagai ketos jatuh? Gak usah munafik! Lo juga gak terima kan kalau keadaan kepsek gita kayak gini. Lo pada pernah mikir gak sie uang yang selama ini dari donatur kemana? Uang kejuaraan tim basket, voli, catur, semuanya kemana?!" Emosi Ilham semakin meluap, membuat seisi ruangan terasa panas.
YOU ARE READING
FiloSofi
Teen Fiction#CERITA INI TIDAK DILANJUTKAN 🙏 Perempuan yang sedari tadi asyik menyeruput jus nya itu terdiam, saat sepasang mata di depannya terus menatapnya. "Kenapa?" tanya perempuan itu. "Tidak. Saya hanya hanya kesal pada pipet itu," jawab laki-laki itu sem...