xliv

279 36 43
                                    

danis mematung tepat dua detik setelah ia menoleh karena mendengar suara adam yang memanggilnya. matanya terpaku pada benda yang ada di tangan adam. saat itu juga dunianya serasa berhenti berotasi.

adam tidak boleh tahu. adam tidak boleh tahu. adam selamanya tidak boleh tahu. dia selama ini berusaha untuk itu. namun sekarang semua usahanya seakan tersapu bersih begitu saja. adam berdiri menghadap ke arahnya dengan surat yang seharusnya tidak boleh lagi cowok itu lihat.

"kenapa ini bisa jatoh dari tas lo?" pertanyaan adam membuat danis ketakutan. tatapan adam terlihat sarat kebencian.

mulut danis terbuka, dia ingin mengelak namun otaknya terlalu terkejut untuk bisa mencari alasan. dia melangkah mendekat untuk merebut surat itu namun adam langsung mundur, menjauhkan tangannya dari jangkauan danis.

"bukan, itu, bukan." danis gelagapan. dia rasanya ingin menangis. "tolong balikin."

tangan danis terulur begitu saja. dia benar-benar ingin merebut kembali surat itu. dia tidak ingin adam tahu. karena jika adam tahu, adam akan marah. dan danis tidak ingin kejadian dua tahun yang lalu kembali terulang.

adam memandangnya remeh. "balikin? loh, apa lo nggak tau kalau ini sebenernya punya gue?"

"itu, itu bukan," ucap danis lirih. dia tidak bisa berpikir bagaimana menyuarakan alasan yang tepat. suaranya sudah bergetar. "please balikin."

adam justru menambah langkahnya ke belakang. seakan jika ada di dekat danilla dia tidak mendapat asupan oksigen yang cukup. "lo danilla?"

pertanyaan itu akhirnya terucap. tangan danis yang terangkat, kini perlahan kembali ke sisi tubuhnya namun mendarat pada tali tas yang kini ia genggam dengan begitu erat. matanya tiba-tiba saja memanas.

adam yang melihat gerak-gerik gadis ini lambat laun mendapat kesimpulan. pertanyaan-pertanyaan yang menghantuinya seminggu belakangan mulai ditemui jawaban.

adam meneguk salivanya. berusaha sekali lagi bertanya, "lo danilla?"

pertanyaan itu menguap begitu saja. danis masih mematung di tempatnya. beberapa detik setelah gadis itu menunduk dan terlihat mengusap wajahnya. saat kepalanya kembali terangkat, fokus matanya tidak menuju pada adam, namun dia mengangguk.

"wow," ucap adam tiba-tiba. dia kembali mundur hingga punggungnya beradu dengan dinding ruangan. dia tertawa masam. tangannya yang bebas memijat pelipisnya. dia benar-benar tidak habis pikir.

air mata danis kembali tumpah. namun ia langsung menunduk untuk menghapusnya dengan kasar. dia tidak boleh cengeng. sudah cukup malu yang dia perbuat untuk dirinya sendiri yang sekarang menjadi bumerang untuknya. jangan lagi ditambah menangis. adam tidak akan punya simpati pada setetes pun air matanya.

"gue ngerti lo pasti kesel," danis mulai bicara. "gue ngerti lo memang sejijik itu untuk punya urusan sama gue. lo gak pernah ngomong apa-apa, memang. tapi gue sadar tentang itu."

"gue, gue," danilla memutus omongannya karena ia merasa ingin tertawa. menertawakan kebodohan dirinya sendiri. menertawakan kekonyolan dirinya selama ini. "tadinya gue pengen bilang kalau gue itu danis sejak akhirnya lo membalas surat-surat gue. tapi niatan gue langsung gue buang jauh-jauh karena ternyata itu bukan lo, itu kala. dan meskipun setelahnya lo benar-benar membalas surat gue, nyali gue untuk ngaku ternyata udah hilang dan gue gak tau harus cari itu kemana."

"maaf kalau keberadaan gue nggak pernah membuat lo nyaman. gue pengen temenan sama lo, dam. gue pengen ngobrol sama lo lagi. untuk menebus rasa bersalah dan rasa malu gue sejak smp. tapi gue sadar lo memang gak pernah suka sama gue dan ketidaksukaan lo itu juga karena tingkah konyol gue. gue yang nembak lo waktu selesai upacara bendera. gue yang bikin lo jadi bulan-bulanan satu angkatan. gue yang bikin lo harus denger semua ejekan dari temen-temen kita.

asal lo tau, dam, gue gak masalah karena harus dicap sebagai anak perempuan kegatelan yang gak tau malu. gue gak apa-apa dibilang begitu sama semua orang karena memang gak ada yang tau alasan gue. termasuk lo. tapi gue bener-bener merasa bersalah karena lo ternyata merasakan imbasnya."

adam mendengarkan itu semua dengan sabar. berusaha mengontrol napas serta degupan jantung yang tiba-tiba berubah ritmenya. dia tidak pernah memasukkan nama danis dalam tebakan dan perhitungannya.

"mungkin gue terlalu banyak omong," ucap danis lagi. "maaf untuk segala kesalahan gue yang masih membuat lo ngerasa gak nyaman."

dan begitu saja. danis pergi meninggalkan adam sendirian di dalam ruangan. dengan rasa bersalah dan menyesal yang tidak seharusnya ada.

danisha lillian.

danillaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang