Hujan di Kebun Belakang

216 0 0
                                    

Deras hujan di luar membawa hawa malas dan dingin di sebagian tubuh bumi. Minggu sore ditemani hujan deras membuat akhir pekan yang membosankan kian lengkap. Aku memang tak seperti kebanyakan orang yang menggemari akhir pekan dengan jalan-jalan ke luar atau menghabiskan waktu bersama orang tersayang. Akhir pekanku selalu sama membosankannya, ditinggal berdua dengan adikku di rumah yang gemerlap tapi bagiku gelap.

"Dik, jangan main hujan-hujanan yah, hujannya cukup deras nanti kamu bisa sakit"

Adikku yang berusia empat tahun, memandangi hujan dari depan pintu dengan mata penuh harap, berharap air hujan itu mengguyur tubuhnya sambil main mobil mainan di teras belakang.

Aku mulai menyeduh teh melati kesukaanku, aroma melati yang segar dan kuat makin memanjakan indra penciuman. Tak ada yang lebih memikat daripada menghabiskan waktu bersama secangkir teh dan sebuah buku roman picisan, ditambah hawa dingin yang semakin membuat suasana kian mesra.

Tiga puluh menit berlalu dengan habisnya satu bab halaman dan tandasnya setengah cangkir teh. Aku mulai merasakan lapar yang aku tak tahu entah darimana datangnya, mungkin si tuan lapar diundang nyonya hawa dingin, untuk mengunjungi jiwa-jiiwa naif yang menyalahkan dingin sebagai penyebab utama seringnya hinggap rasa lapar.

Aku pergi ke dapur dan memasak sebungkus mie instan, di sela memasak handphone-ku berbunyi tanda ada pesan yang masuk, ternyata dari ibuku, bertanya apakah di rumah hujan, dan berpesan untuk menjaga adikku jangan sampai dia bermain di luar rumah.

Selesai menyantap habis mie instanku, aku barus sadar bahwa adikku tak ada di dalam rumah. Aku melihat pintu yang mengarah ke halaman belakang terbuka. Kulihat mobil mainannya tergeletak di ambang pintu, tapi kemanakah adikku?

Perasaan cemas langsung menghantuiku, aku langsung berlari ke halaman belakang rumah mencari adikku.

Betapa terkejutnya aku melihat dia tergeletak tak berdaya di dekat ayunan, genangan air yang berubah warna menjadi merah di sekitar ayunan itu, lututku lemas melihatnya tergolek di tanah, seketika aku menggendongnya membawa masuk ke dalam rumah.

Aku panik, teramat panik, apa yang harus kulakukan?, apakah aku harus berlari ke rumah tetanggaku dan meminta pertolongannya? Apakah aku harus menelpon ambulans dan membawa adikku ke rumah sakit secepat yang aku bisa? Apakah aku harus membawanya sendiri dengan sepeda motorku menuju klinik terdekat? Haruskah kutelpon ibukku? Atau apakah aku harus mengecek dahulu apa yang menyebabkan adikku pingsan dan berlumuran darah?

Pernahkah kau merasa sangat bingung dan kalut jika tiba-tiba mendapati peristiwa seperti diriku? Aku memang tipe orang yang cepat panik dan tidak bisa berfikir cepat, ketika dihadapkan dengan situasi kian mencengkam hatiku, pikiranku yang berkendali mengolah banyak pertanyaan, tanpa satupun memberikan solusi yaitu keberanian untuk mengambil keputusan cepat dan tepat.

Di tengah kegundahan sambil mondar-mandir mencari solusi, tiba-tiba ada yang menarik tanganku, selintas membangunkan bulu romaku, merinding bercampur terkejut, aku menengok perlahan ke arah pegangan itu, syukurlah itu tangan adikku, aku langsung memelukknya menanyakan kenapa dan apa yang terjadi di halaman belakang. Dia bercerita dengan lemas dan suara yang lemah.

Aku bertanya apakah dia terluka, karena kulihat ada noda merah di bajunya dan genangan air yang berubah menjadi merah juga.

Adikku tersenyum, membuatku mengerutkan dahi, sebenarnya apa yang terjadi?

"kak, jangan khawatir, tadi aku hanya terpeleset,jadi tadi dari pintu aku melihat si Tom kehujanan di bawah ayunan, aku kasihan melihat kucing itu kedinginan."

Dengan tidak sabarannya mendengar cerita dia aku langsung memotong, "terus kenapa kamu bisa berdarah?"

"sewaktu aku menghampiri Tom, aku sedang menikmati minuman soda merahku" ceritanya dengan suara yang masih lemah, sambil sesekali memejamkan mata

"terus kenapa kamu bisa pingsan di halaman itu dik?" lagi-lagi aku memotong pembicaraannya dengan sangat tidak sabaran.

" ketika aku menggendong Tom di bawah ayunan, dia meronta-ronta dan membuatku terdorong jatuh lalu terhantam ayunan".

Ya Tuhan, ternyata dia hanya pingsan, karena terdorong ayunan. Aku menghela napas lega , menciumi dia, dan berjanji setelah kejadian ini akan menjaganya dengan baik.

"dik tapi tidak usah bilang ibu yah, apa yang terjadi di halaman belakang".

Kejadian kali ini mengajarkanku, dalam menghadapi situsi apapun, sangat tidak diajurkan untuk panik dan cemas. Cepat ambil keputusan termudah, yang masih bisa terjangkau, daripada tidak berbuat apa-apa, jika masih ragu mengambil keputusan, disarankan agar banyak-banyak saja berdoa, semoga yang tidak diharapkan tidak terjadi. 

Je hebt het einde van de gepubliceerde delen bereikt.

⏰ Laatst bijgewerkt: Jan 31, 2018 ⏰

Voeg dit verhaal toe aan je bibliotheek om op de hoogte gebracht te worden van nieuwe delen!

Hujan di Kebun BelakangWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu