Perhatian

17.7K 2.6K 345
                                    

Ben telah sampai di rumah yang terbilang sederhana, ya cukup sederhana bagi dirinya. Kalau dibanding dengan rumahnya yang bisa dibuat pusing untuk menemukan toilet saja.

Rumah berwarna coklat pudar yang terdiri dari dua lantai. Pagar tinggi menghalangi sebagian area pekarangan. Juga ada pohon yang menjulang berdekatan dengan balkon kamar.

"Temennya Mas Ben, ya?" Sadi sang supir pribadi keluar karena melihat seseorang yang dari tadi hanya berdiri sembari memandang sekeliling.

"Hah? Ben?" Ben sempat bingung dengan perkataan Sadi. Masa iya bertemenan dengan dirinya sendiri.

"Mas Reuben maksud saya, Mas ini temennya, kan? Saya pernah liat kalian ngobrol berdua sewaktu saya menjemput di sekolah."

Sepertinya kini Ben paham bahwa panggilan Reuben sama dengannya. Dia juga teringat dengan kejadian Saras yang sempat membuatnya salah tangkap.

"Reuben ada di rumah?"

"Ada kok Mas. Dia pulang naik taksi tadi, sempet buat Nyonya khawatir karena gak telfon kalau dia pulang cepat."

Sepertinya Reuben memang diperlakukan begitu spesial. Dia sangat diperhatikan, bahkan mungkin berlebihan bagi kita. Itu membuat Ben jadi berpikir bahwa ini bukan sekedar kepedulian orang tua ke anak, pasti ada alasan dibaliknya.

Sadi mempersilakan Ben untuk masuk dan mempertemukannya dengan Mama Reuben yang kebetulan sedang memasak di dapur, dibantu oleh asisten rumah tangga.

"Kamu temennya Ben?" Tanya Sonya dan hanya dijawab anggukan. "Masa sih?"

"Sebenernya temen sekelas, gak terlalu deket."

Sonya yang memiliki kepribadian hangat dan sedikit seru dalam artian unik. Memasang wajah penasaran, sembari menelisik Ben dari ujung rambut sampai ujung kaki.

Dia bahkan mencolek-colek bagian tubuhnya, memegang rambutnya sampai menoel pipinya.

Ben agak risih, sedikit tidak nyaman. Bagaimana bisa santai kalau ada seorang tante-tante, ibu-ibu, wanita berumur yang menyentuhnya dengan gelagat aneh.

"Ini pertama kalinya ada temen Ben yang datang ke rumah. Oh, nama kamu siapa?"

"Ben, Tante. Benji."

Mama yang hiperbolis menganga lebar. "Nama panggilan kamu bisa sama ya kaya Reuben. Ngomong-ngomong jangan panggil Tante, berasa tua. Panggil Mama aja."

Beginikah orang yang terdengar sangat protektif kepada anaknya?

Karena ketika bertemu langsung malah terlihat begitu ceria. Di pikiran Ben, seorang yang protektif akan terlihat jutek, judes dengan ekspresi yang galak.

"Saya mau anterin tasnya, Reuben."

"Anter aja ya langsung ke kamarnya, Tante lagi masak. Kamu naik aja, ada pintu di sebelah kanan."

"Itu kamarnya?"

"Bukan, itu gudang. Ya, kamarnya dong Ben, gimana kamu ini." Ucapnya sembari cekikikan.

Ben melihatnya semakin aneh, berapa sebenarnya umur si Mama ini? Dia bahkan lebih terlihat awet muda dengan gestur dan kepribadiannya dibanding remaja jaman sekarang.

"Tapi, saya buru-buru. Bisa ditaro disini aja gak tasnya, Tan? Eh, Ma, maksudnya."

"Jangan dong, temuin sekalian si Reuben. Dia tadi sempet ngeluh sakit di perutnya. Mau Mama bawa ke dokter, tapi dia gak mau."

Sawala [1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang