~Hidup di dunia yang fana ini memang rumit, tapi cobalah untuk tegar menjalaninya.~
"Ini dengan..."
----------------------
"Bro, ini gue!"
Aku mendengar suara teriakan dari hp abang. Abang langsung menjauhkan hpnya dari telinganya. Reflek.
"Siapa bang?" tanyaku kuatir.
"Gak tahu nih" abang kembali mendekatkan hp ke telingannya. Aku kembali memilih-milih coklat.
"Lu sapa sih, tau nomer gue dari mane? Kalo gak penting gue tutup. Bye!"
"...."
"Oh Vino, hah? Vino?!" Abang terbelalak. Aku kembali menengok ke arah abang. Dia hanya mengisyaratkan bahwa tidak terjadi apa-apa.
"..."
"Gue baek-baek. Lo sendiri?" abang terlihat asik, sepertinha teman lamanya.
"..."
"Iyain. Oiya gimana kalo..."
Aku merasa terabaikan. Seperti nyamuk. Apalagi aku sudah selesai memilih-milih coklat. Membosankan. Aku berjalan menjauhi abang, aku tak mau jadi penggangu.
Aku terkagum-kagum dengan gedung yang didominasi warna coklat. Aku suka sekali. Terlihat manis.
Aku semakin menjauh dari abang. Entah dimana aku berada sekarang--aku tidak tahu. Aku sampai di depan ruangan yang--ya kelihatannya besar, aku membaca papan namanya.
'CHOCOLATE-MAKING PLACE'
Aku berfikir dalam hati. Apakah aku bisa masuk? Hmm, aku sangat ingin melihat cara pembuatannya. Memikirkannya saja sudah membuatku merinding. Tapi, aku malu, aku takut kalau--Arghhh, aku sangat penasaran. Hati dan pikiranku sejalan.
Aku harus masuk. Mana mungkin aku menyia-nyiakan kesempatan emas ini.
Tanpa berfikir lama, aku membuka kenop pintu secara perlahan. Tidak bisa bergerak. Aku mendorong dengan sekuat tenaga, dan akhirnya...
Gedubrakk!
Aku terjatuh. Aku mengumpat dalam hati, mengapa pintu? Kau jahat padaku! Aku menutup mataku, biarlah ini sudah terjadi. Perlahan aku memberanikan diri membuka mataku.
Betapa terkejutnya aku, ini lebih dari yang aku bayangkan. Alat-alat pembuat coklat yang sangat canggih. Keluaran terbaru. Aku tahu sebab aku mempelajarinya. Aku mengedarkan pandangan ke arah lain. Semua orang berkerja pada tempatnya. Semua pekerja adalah laki-laki. Otomatis mereka melihat ke arahku. Pasalnya, tidak ada seorangpun yang masuk kedalam ruangan ini dari tadi.
Aku malu. Sangat malu. Aku ingin segara keluar dari situ, walaupun aku ingin sekali berlama-lama disitu. Aku bangkit sambil menutup wajah dengan tanganku, dan dengan gerakan cepat, aku menutup pintu. Hingga saat aku hampir menutupnya dengan sempurna. Ada teriakan seseorang. Dan teriakan itu berasal dari dalam!
"Tunggu!"
Aku mendengar suara langkah kaki yang cepat--berlari, kearahku. Aku mempercepat gerakanku, aku berjalan membelakangi pintu. Dan...
Seseorang memengang tanganku. Tangannya begitu halus dan lembut. Aku membelakangi dirinya.
"Nyonya? Hallo??"
Aku masih diam ditempat, tidak mengubris. Aku berfikir, aku harus apa? Berbicara apa? Aku sangat malu.
Aku tersentak karena dia tiba-tiba memengang bahuku dan membalikkan badanku. Aku berhadap-hadapan dengannya. Aku tidak melihat wajahnya. Aku masih malu dengan kejadian tadi. Aku rasa, wajahku pucat. Aku takut sekali.
"Nyonya? Apa anda sakit?"
Aku masih tidak mengubrisnya. Aku masih berkutat dengan pikiranku.
"Nyonya?!" Kali ini, ia setengah berteriak. Dan itu sukses membuatku tersadar.
"Hah? I-iya?" aku tergagap. Tidak tahu harus menjawab apa.
"Apa nyonya sakit?" katanya khawatir sambil memengang erat bahu mungilku.
"Aku..."
----------------------
Votmen yak
Trimss😘
YOU ARE READING
A PROVE
Teen FictionMembuktikan pada seseorang memang terdengar mudah. Tetapi, berbeda halnya dengan pelaksanaannya. SULIT! Sama halnya dengan si cantik Rara, ia ingin membuktikan bahwa ia bisa. Bisa apa? Bisa lari dari kenyataan hidupnya yang pahit!
