Your Evil Stepsister 2

504 47 4
                                    

Abi memaksaku ke X Bar selepas aku lembur. Aku sempat menolak dengan alasan butuh tidur. Dia malah tertawa dan mengutukku. "Gue sumpahin insomnia lo makin parah!"

"Gue beneran butuh tidur banget, Bi. Besok ada kuis."

"Besok Sabtu, Gi!"

"Kuisnya bakalan tetep terjadi kalaupun besok kiamat."

"Oke. Gue kasih tahu. Bukan tidur yang lo butuhin buat dapetin hasil kuis yang bagus, tapi have fun." Abi tertawa jail. "Dan gue jamin, malam ini lo nggak bakalan bisa tidur dengan segambreng masalah yang membuat kepala lo mau pecah, ditambah lagi pressure kerjaan dari si klien superrese."

"Lo emang beneran raja tega, Bi, ngelibatin gue dalam proyek bolak-balik-revisi-tiada-akhir. Dan beneran serius, sumpah demi selangkangan dinosaurus, gue butuh istirahat. Please."

Abi menggeleng. "Ini hukuman buat lo sebagai anak freelance yang ngatur jam kerja seenak jidat lo sendiri."

"Astaga! Gue baru inget lo bos gue."

Abi mendesah frustrasi. Cowok itu lima tahun lebih tua dariku, tapi wajahnya terlalu imut dan penampilannya masih seperti anak kuliahan. Tubuhnya memang tinggi tegap, tapi aku yakin tak ada yang bakal mengira dia sudah berusia dua puluh enam tahun dan memiliki studio desain dengan empat karyawan tetap dan satu tenaga paruh waktu. Berkali-kali aku memanggilnya Mas, Abang, bahkan Bapak, dan Bos. Tapi dia memaksaku memanggil namanya saja tanpa embel-embel apa pun.

"Ayo!" Abi menarik tanganku secara paksa menuju mobilnya. "Ini perintah Bos yang nggak boleh lo tolak kalau lo nggak mau dipecat!"

"Pecat aja. Biar gue bisa nulis 'dipecat gara-gara nolak diajak dugem sama Bos yang ganteng tapi kesepian' di CV gue."

"Kampret lo!" Abi tertawa. "Gue potong gaji lo dua ratus persen!"

Di perjalanan, aku berdandan habis-habisan. Tapi, kumohon dengan segala kerendahan hati sanubari yang suci, kalian jangan membayangkan dandananku bakalan semenor cewek-cewek menor di kampusku. Berdandan habis-habisan dalam versiku adalah berusaha untuk tidak terlihat seperti kuli desain paruh waktu yang banyak pikiran dan diculik bosnya ke klab sepulang lembur. Aku bukan tipe cewek yang suka berdandan hore untuk pergi ke klab malam, apalagi mendadak seperti ini. Di tasku hanya ada hand sanitizer, tisu basah dan kering, sisir, ikat rambut, parfum, deodoran, bedak, dan lipstik.

"Susah ya kalau punya bos impulsif," kataku, setiba kami di kawasan X Bar. "Untung gue punya selera berpakaian casual yet elegant. Tinggal lepas kemeja, pamerin tanktop. Dan syukurnya, jins sobek-sobek lagi ngetren."

"Kita mau seneng-seneng sambil minum dan dengerin musik, Gi, bukannya mau fashion show," ujar Abi diplomatis. Kami berdua memang bukan tipe anak dugem yang harus berpenampilan glamor, tapi juga tidak pernah mempermasalahkan orang-orang yang suka berdandan total. Setiap orang punya cara sendiri-sendiri untuk berekspresi.

Dan saat kami diperiksa petugas keamanan di pintu masuk, Abi berbisik, "Susah ya kalau punya tampang baby face kayak kita."

Aku tertawa. Abi dan aku punya beberapa kemiripan. Salah satunya adalah tampang baby face yang membuat orang-orang mengira kami berusia beberapa tahun lebih muda dari kelihatannya. Bedanya, tinggi badan Abi sekitar 180 sentimeter sedangkan tinggiku hanya 158 sentimeter. Aku sendiri baru dua kali datang kemari. Entah Abi. Yang pasti, petugas yang mengecek ID tampak sangsi dan meremehkan kami seperti sedang menghadapi anak SMA atau SMP yang nakal memalsukan ID demi bisa masuk klab.

"Lo punya misi apa kali ini?" tanyaku, setelah kami mendapat tempat duduk di bar.

"Misi? Kalau tujuan gue bawa lo ke tempat ini supaya lo lebih relaks dan happy, termasuk misi atau bukan?"

"Jawaban bagus," anggukku. Ya, Abi memang manis.

Mengangkat tangan, Abi memanggil bartender lalu memesan minuman. "Screwdriver."

"Gue tequilla," pesanku pada bartender ganteng itu.

"Koktail please!" tegas Abi. "Atau lo yang bayar sendiri."

"Katanya mau bikin gue fun and happy."

"Ya, oke. Tapi cuma segelas ya!"

Aku pun tersenyum puas.

Never going back, now never going back

There's no other way this time

Never going back, now never going back

Meet you at the other side


The restless hearts, run away tonight

We're worlds apart, but you're on my mind

The restless hearts, run away tonight

Restless Hearts Mark Sixma memenuhi ruangan. Tanpa sadar, aku ikut bersenandung sebab sering mendengar lagu itu dan lumayan hafal. Abi melirikku sambil tersenyum, lalu menarikku ke lantai dansa. Menikmati minuman sambil menari-nari sesuka hati memberikan kesenangan dan sensasi tersendiri. Dentuman musik yang diputar DJ seakan menutup telingaku dari semua suara mengganggu yang tak ingin kudengar. Gelapnya ruangan yang ditembaki cahaya berwarna-warni pun selayak tabir yang mengalihkan dari pemandangan yang tak kuharapkan, sekaligus menyulapnya menjadi objek fantasi yang menyenangkan.

Still we believe in love

Still we believe in love

Oo... Still we believe in love

Still we believe in love

Abi menari di hadapanku dengan gaya lucu saat Turn Down for What DJ Snake diputar. Wajahnya sangat bahagia. Bibirnya tersenyum dan sesekali tertawa. Mengajakku melakukan hal yang sama. Bersenang-senang dan melupakan segala kepenatan. Segala rasa sakit dan kekecewaan. Kugerakkan tubuhku mengikuti beat lagu. Selepas mungkin. Sebebas mungkin. Tertawa dan berteriak sekencang mungkin. Hingga dadaku terasa begitu lega. Dan tubuhku serasa meledak dalam kepingan kesenangan yang menyatu dengan atmosfer yang semakin lama semakin memabukkan. Sesuatu dalam minuman berhasil membuat tubuhku lebih ringan dan santai, seakan aku bisa terbang kapan saja kuinginkan.

Segalanya berjalan lancar dan sesuai yang kudambakan. Hingga pria itu tiba-tiba muncul lagi. Seperti hantu. Memanggil namaku. Aku tidak yakin apakah dia benar-benar muncul di hadapanku atau hanya di dalam kepalaku. Atau mungkin juga di keduanya. Dan aku tak bisa menahan tubuhku untuk tidak memeluk tubuhnya, kemudian menangis di dadanya.



YOUR EVIL STEPSISTER - Dadan ErlanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang