"Bukannya di film-film biasanya penggemar rahasia itu keren?" Ava tampak terguncang.
Aku mengangkat bahu. "Mungkin kita nonton film yang beda."
"Yah, gue tahu deh, bagi lo sih surat-surat cinta romantis misterius nggak ada apa-apanya, kan?" Suara Ava terdengar keki.
Aku mengeluarkan surat hitam dari tas, mengangsurkannya pada Ava seraya berujar, "Nih, kalau lo mau, ambil aja."
Ekspresi Ava, seperti biasa, tentu saja bengong. "Itu kan surat buat lo, apa gunanya buat gue?"
"Kata siapa buat gue? Nggak ada namanya kok." Aku membolak-balik surat itu. "Gue masih ada yang kayak ginian di rumah."
Dengan wajah bingung, Ava menerima surat itu. "Ngg, apa itu artinya lo resmi jadian lagi sama Franky? Atau Jimmy? Atau Ardan? Atau... ck, gue nggak tahu lagi siapa nama-nama mereka. Lagian, lo ganti pacar lebih cepat daripada balita ganti popok sih. Ya, pokoknya siapa pun deh!" Ava separuh cemberut.
Aku memeriksa kukuku. Warna fuschia-nya berkilauan terkena percikan matahari pagi ini. Kebalikan dari filosofi baju bernuansa putih, aku menggandrungi aksesori berwarna cerah.
"Malam ini Franky ngajakin nge-date," jawabku singkat. Franky adalah mahasiswa Ekonomi yang mengejarku sejak semester satu. Penampilannya keren dari ujung kepala hingga ujung kaki.
Jangan lepaskan pria yang memujamu. Itu nasihat Aunt Lily.
"Franky? Bukannya dulu lo udah putus sama dia? Ngapain dia nempel terus sama lo? Memangnya kalian nyambung lagi? Terus, gimana nasib Ardan?" Mata Ava membesar.
Aku berhenti. Kami sudah tiba di depan kampus, gedung Fakultas Bahasa Inggris yang beraroma parfum dan dipenuhi suara bernada sopran dan mezzosopran. Bisa dibilang, Fakultas Bahasa Inggris terkenal sebagai area cuci-mata lantaran penghuninya keren dan modis.
Sembari melanjutkan langkah, aku melirik Ava. "Soal Franky, yah, biarpun kami udah nggak pacaran lagi, tetap boleh dong dia ngajak gue jalan? Kalau Ardan, emangnya ada apa sama dia?" Ardan yang dimaksud Ava adalah cowok Teknik yang punya tampang se-cute Thomas Brodie something, pemeran Newt di The Maze Runner. Kami baru saja kencan sekali, namun Ardan sudah mengajakku kencan kedua.
"Seinget gue, bukannya lo kencan sama Ardan?" tanya Ava.
Aku menengok pada jam tanganku. Masih kurang setengah jam sebelum kelas Creative Writing dimulai. Creative Writing favoritku. Hanya di kelas ini aku bersedia datang jauh lebih awal dan duduk di baris paling depan. Melewatkan kesempatan bersama Mr. Sam adalah perbuatan bodoh. Selain masih muda, Mr. Sam cute, ramah, dan menyenangkan.
"Masih setengah jam ya? Mau jalan ke kantin? Gue haus nih," ajak Ava yang rupanya sudah melupakan pertanyaannya sendiri.
"Oke." Aku meneruskan langkah menuju kantin kampus yang letaknya dekat dengan kelas Mr. Sam.
"Eh, La, lo beneran nggak penasaran sama isi surat ini?" Ava bertanya sembari membuka amplop itu dan mengeluarkan isinya.
"Mmm, isinya kan begitu-begitu saja," jawabku.
"Kalau isinya ternyata penting, gimana?" tanya Ava bersikeras.
"Penting? Sepenting apa? Andai ada foto loser, siapa yang bisa jamin dia nggak nyomot foto orang lain?" Aku mengernyit. "Percaya sama gue, Va, hanya loser yang nggak berani muncul dan sok romantis kayak gini."
"Tapi...." Suara Ava terdengar bingung.
Aku yakin Ava sudah overdosis cerita-cerita ala fairy tale. Seperti aku dulu. Untungnya Aunt Lily membuka mataku. Lagi pula, apa asyiknya jadi Cinderella yang tidak punya pilihan selain menerima pinangan sang Pangeran? Memangnya cuma sang Pangeran cowok keren di seluruh penjuru negeri? Satu cowok keren vs berpuluh-puluh cewek mengitarinya? Oh, no, no. Cinderella versiku adalah Cinderella yang dikelilingi banyak pria. Satu Lyla Melati vs berpuluh-puluh cowok superkeren. Hohoho.

KAMU SEDANG MEMBACA
YOUR PLAYGIRL - Christina Tirta
Teen FictionNukilan novel terbaru Christina Tirta dari #BadGirlSeries. Terbit Januari 2018 *** Siapa yang nggak kenal Lyla Melati? Playgirl dari Fakultas Bahasa Inggris itu terkenal dengan kecantikan dan ciri khasnya yang selalu mengenakan baju warna putih. Sif...