Mr.Troublemaker - #20

37.6K 2.9K 884
                                    

"Bersatu dengan seseorang itu memang tidak mudah. Kita yang harus mengalah, atau dianya." Nancy merebahkan tubuh di sampingku.

Disusul Teresa. Kami bertiga bersama-sama menatap langit kamarku. "Kamu belum begitu mengenal pribadi Romeo. Kami berdua cukup memaklumi kenakalannya. Setidaknya kami tahu, apa saja yang sudah dia lakukan sejak semester satu. Sejak awal berkuliah di kampus itu." Nancy beralih mendudukan tubuh.

"Aku kesal. Aku tidak suka sifatnya. Kenapa dia membuat suatu kenakalan menjadi sebuah kesenangan? Itu tidak baik. Astaga, umurnya sudah sembilan belas tahun, tapi kelakuannya seperti anak kecil saja."

Aku masih tidak habis pikir tentang pacarku itu. Aku sampai bolos kuliah hari ini. Sesampainya di rumah. Maksudku, rumah Romeo. Aku langsung memarahinya. Romeo memang hanya diam. Mendengarkan semua nasehatku. Namun aku tidak yakin, apa dia paham. Dia hanya membuka kausnya yang sudah kotor akibat berantam dengan Edward. Lalu memeluk tubuhku.

Pelukan hangat tubuhnya itu, membuat semua amarahku hilang. Pecah begitu saja. Tergantikan dengan debar jantungku yang kacau. Kenapa sih aku mudah sekali panik, gugup atau tidak bisa berpikir jernih kalau terlalu intim dengannya?

Sialnya, Romeo seakan tahu kalau itu kelemahanku.

Jelas saja, aku menyudahi acara memarahi sang kekasih. Aku membantunya untuk mengobati luka di hidungnya yang berdarah. Aku ingin bertanya pada Angel, apa dia selalu memaklumi kelakuan anaknya ini.

Baru satu hari aku resmi menjadi kekasihnya di kampus. Sudah membuatku pusing dengan sifat nakalnya. Hari ini Edward yang menjadi sasaran. Tidak menutup kemungkinan hari selanjutnya akan ada lagi.

"Pokoknya aku kesal dengannya!" Pekikku pada kedua sahabatku yang setia mendengarkan curhatanku. Oh ya, mulai hari ini kamarku sudah resmi menjadi markas kami. Selain lokasi yang lebih dekat dari kampus, kamarku paling luas diantara kami bertiga. Jelas, satu lantai milikku semua. Kalau kalian pikir kamar di atap sangat menakutkan atau kumuh, kalian salah besar.

"Hari ini kamu kesal, kemari saja hampir terjadi pembuahan!" Astaga, Teresa! Aku memukulnya dengan bantal yang tidak jauh dari tanganku. Ucapannya langsung membuat wajahku memerah. Kenapa dia mesti mengingat kejadian sabtu siang itu sih?!

Ponselku berbunyi. Karena Nancy yang lebih dekat dengan nakas, dia yang mengambilkannya untukku. Aku membaca sebuah pesan. Dari Romeo.

Romeo : Princess, masih marah sama beruang kecil?

Halah, kalau sudah berkelakuan manis seperti ini, aku menjadi tidak tega mendiamkannya. Iya, setelah mengobati dirinya, aku langsung pulang. Meninggalkan Romeo begitu saja di rumahnya. Biarkan lah, biarkan dia tahu aku serius marah padanya. Serius untuk mengubah sifat jeleknya.

Aku tidak jadi membalasnya. "Kalian malam ini menginap di sini kan?" tanyaku pada keduanya.

Nancy hanya mengangguk. Teresa sedang membuka lemari pakaianku, "Aku pinjam baju, celana, bra dan panty ya?"

"Pinjam tapi borongan." Nancy yang menimpali.

"Memangnya kamu mau antar aku pulang dulu?"

"No, thanks."

"Guys, jangan mulai berantemnya. Aku sedang pusing. Kalau masih berisik, aku lempar kalian ke luar." Aku beranjak ke pintu balkon. Mengintip dari tirai ke arah rumah Romeo.

Aku sudah rindu dengannya.

Aku ingin balas pesannya.

Tapi, aku kesal dengannya.

Aku ingin menghukumnya.

"Tere, tolong bilang pada pacarku tercinta yang bernama Ella, kalau aku Romeo, merindukannya!"

Aku berbalik. Kedua alisku bertemu melihat Teresa berkata lantang dengan kalimat itu. Dia, Teresa masih asik dengan ponselnya. Aku melangkah cepat dan tanpa permisi, mengambil ponsel, melihat sebuah pesan yang benar dari Romeo. Tapi kenapa ke Teresa?

"Hell yeah, si troublemaker juga mengirimkan pesan padaku." Aku kini menghampiri Nancy yang masih duduk di atas tempat tidur. "Nancy, tolong bilang pada pacaku tercinta yang bernama Ella, kalau aku Romeo, merindukannya! Tidak kreatif. Pesan hanya copy saja."

Apa-apaan sih dia itu!

❤️❤️❤️❤️❤️


Pagi ini, Daddy dan Debra sudah izin untuk pergi lebih dulu. Katanya Debra harus menemui sepupu ibunya. Aku tidak paham ada urusan apa. Aku hanya mengiyakan. Mereka berdua berpamitan padaku, Nancy dan Teresa.

Kami belum ke kampus. Hari ini kelas dimulai siang. Jadilah, kami kembali ke kamar dan bermalas-malasan sembari menunggu waktu.

Saat aku sedang asiknya merapikan lemari baju, suara seseorang memainkan gitar terdengar jelas.

Bukan aku yang lari pertama kali untuk membuka pintu balkon. Tapi Teresa. Kenapa dia semangat sekali ya?

Aku mengikuti Teresa dan Nancy yang sudah lebih dulu sampai di sampingnya. ROMEO?!

Dia. Si pria yang sedang aku acuhkan sejak kemarin itu. Sedang duduk di balkon kamar Angel. Memainkan gitar. Dan mulai bernyanyi.

"So your friend's been telling me. You've been sleeping with my sweater. And that you can't stop missing me. Bet my friend's been telling you. I'm not doing much better. 'Cause I'm missing half of me."

Romeo melihat ke arahku. Tatapan kedua matanya mengunci tatapanku.

Aku yang mendengar lirik lagu yang sedang ia nyanyikan, lantas melirik pada Teresa. Dia menyengir. Seakan tahu, kalau semalam aku tidur dengan memeluk jaket milik Romeo. Teresa membocorkan info itu pada Romeo. Dia sebenarnya dipihak siapa, huh?

"And being here without you is like I'm waking up to. Only half a blue sky. Kinda there but not quite. I'm walking around with just one shoe. I'm half a heart without you. I'm half a man at best. With half an arrow in my chest. I miss everything we do. I'm half a heart without you."

Hanya sampai di sana Romeo bernyanyi. Ia kembali ke dalam kamar.

Dasar aneh. Menyebalkan.

Aku pun memasuki kamar. Aku juga ikut kesal pada Teresa. Bel rumahku berbunyi, ketika aku baru saja ingin protes pada sahabatku itu.

Aku berlari menuruni tangga. Membuka pintu rumah. ROMEO?!

Pria itu melangkah masuk. Bahkan belum aku persilahkan.

"Aku minta maaf, Princess. Aku tahu, aku salah. Tolong jangan diamkan aku. I'm half without you!" Ia menarik kedua tanganku. Menggenggam erat. Memandangku dengan tatapan sedih. Sungguh aku bisa melihat raut rasa bersalahnya.

"Aku akan memaafkanmu, asal kamu berjanji akan berubah." Aku balik menggenggam tangannya. Memberikan penegasan, kalau apa yang aku katakan itu bersungguh-sungguh.

"Aku akan berubah. Bantu aku. Jangan lelah denganku. Aku membutuhkanmu."

Aku menghela napas panjang. Aku tahu, ini akan sulit. Aku menyanyanginya. Katanya cinta mengalahkan segalanya bukan? Mari kita buktikan.

Aku hanya membalasnya dengan anggukan.

Romeo tersenyum lebar. Terlihat raut wajah lega yang bisa aku lihat padanya.

Dia menarik daguku dan mengecup bibirku sebentar. "I love you."

Aku tersenyum dan membalas, "I love you, too!"

"Nancy, aku iri. Aku juga ingin dicium!"

"Sana sama tembok!"

Kami berdua yang mendengar teriakan Teresa pada Nancy, lantas tertawa bersama. Tertawa dengan Romeo memeluk tubuhku.



❤️❤️❤️❤️❤️



AN :

Bused dah ngerasa abegeh lagi gue jadinya. Duh, yang pacaran. Berantem unyu bikin mupeng aja 🤣

Anw, kalian tahu cerita ini darimana? Beberapa ada readers baru huehehehe

[Terbit] My Sexy Bra And Mr. TroublemakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang