31 : Kesempatan : [end]

117K 7.3K 4.7K
                                    


Deklasifikasi tamat di sini. Selanjutnya, sudah siap dengan perselingkuhan Hizraka Bayuaji di "Rekonstruksi" tahun depan? :)

Prakata Arkais disertai aesthetic pic-nya udah di-post! Jadi gue editing Arkais dulu sebelum nulis Rekonstruksi.

-;-

31

: k e s e m p a t a n :


2018



Mata Aksel memandangi lelaki dengan rahang dan dan ujung bibir yang terlihat habis diobati.

Detik selanjutnya, lelaki itu menoleh ke arah suara pintu kamar mandi yang baru ditutup. "Sel," ujar Mahesa, tetap terlihat tenang. Matanya mengerling ke arah makanan yang masih belum tersentuh. "Belum makan kau?"

Berusaha santai, Aksel berjalan ke ranjangnya lagi. "Ini baru mau makan."

Melihat ada respons dari Aksel, Mahesa merasa ini adalah tanda positif bahwa Aksel kini sudah berada dalam keadaan lebih tenang daripada saat tadi di resepsi. Mahesa pun menduduki kursi kosong di sebelah ranjang Aksel, mengamati lelaki itu membuka plastic wrapper makanannya. "Masih nyeri luka bakarmu, Sel?"

Aksel mengangguk. Mengambil sendok dan garpu untuk mulai makan.

"Ada salep pereda nyeri kalau kau mau," ujar Mahesa. Memandang ke arah nakas yang terdapat tas berisi baju untuk Aksel. "Nanti kupanggilkan suster kalau kau butuh."

"Nanti aja." Aksel menyuap makanannya. Setelah makan, dia baru sadar betapa laparnya dia. Kemudian dia teringat bahwa dia baru makan pudding saat resepsi tadi. Dia menelan makanannya. Melirik ke arah Mahesa yang tengah memandangi langit malam dari jendela kamar. Luka bekas tinjunya di bibir dan rahang lelaki itu masih sedikit terlihat. Berdeham, Aksel pun menawarkan, "Sa, mau?" tanyanya sambil mengerling ke arah buah jeruk di mejanya.

Mahesa mengangguk. Mengenal Aksel lebih dari sepuluh tahun cukup baginya untuk tahu bahwa Aksel tak suka buah-buahan citrus, contohnya seperti lemon dan jeruk. Aksel hanya mau mengonsumsi perasan jeruk nipis untuk jadi bahan tambahan dalam menyantap soto.

Mahesa mengambil jeruk itu, mengelupas kulitnya. Dia makan jeruk sambil menunggu Aksel selesai makan. Ketika makanan Aksel hampir selesai, lelaki itu teringat sesuatu. "Sa," panggilnya tanpa melirik. "Virga gimana?"

Mengerjap, Mahesa mengeluarkan biji jeruk dari mulutnya dahulu. "Lagi sama Tante Varsha tadi."

Aksel terdiam agak lama. "Is it really that bad?"

"Apanya?"

"How much I hurted her."

Mahesa memberi jeda. "Lumayan. Kau bawa-bawa topik sensitif soalnya."

Aksel teringat lagi dengan kejadian tadi siang. Mendadak, seisi dadanya terasa berat, digelayuti sesal. "I don't mean it, really."

"Aku tahu," Mahesa berkata. "Tapi, aku tak paham dengan perangaimu tadi, Sel. Kau ini macam bukan kau yang biasanya. Aku bisa paham kalau kau marah. Tapi, apa iya harus sekasar itu ke Virga?"

Aksel terdiam. "Gue cuma... nggak mau kehilangan dia."

Mata Mahesa terpejam seiring dia menarik dan mengembuskan napas. "Inilah kenapa aku juga tak mau Virga jatuh ke tangan kau, Sel," aku Mahesa, membuat Aksel seketika tersedot perhatiannya. "Kau belum mampu kendalikan emosimu sendiri. Kau menjadi seperti itu karena kalap, dikuasai ego dan emosi, dan akhirnya kau malah menyakiti orang lain. Bagaimana bisa aku membiarkan Virga kau miliki, tetapi dia akan ketakutan menghadapimu yang lagi kalap?"

Deklasifikasi | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang