Enam : Tangisan Aluna

59.5K 6.9K 767
                                    

Cepat sekali berubah.
Beberapa jam yang lalu genggaman tanganmu terasa begitu hangat untukku, namun kini genggaman tanganmu begitu menyakitkan untukku. Layaknya menggenggam erat sebuah pedang yang amat tajam.

🕊 🕊 🕊

Aluna menengadahkan wajahnya. Menatap awan putih yang menggumpal bak kapas. Dalam hati dia berucap. Mempertanyakan tentang rasa sakit yang kini melanda hatinya.

Begitu tidak pentingkah dirinya untuk Nino?

Nino menatap Aluna dengan pandangan bersalah. Dia merutuki kebodohannya. Kenapa dia malah menyebut nama Aliandra?

"Maafkan aku Aluna," tangan Nino meraih tangan Aluna. Menggenggam tangan itu dengan erat.

Aluna meringis perih. Genggaman tangan Nino terasa menyakitkan. Dia menundukkan wajahnya. Perlahan air mata membasahi pipinya.

Jangan menangis....

Jangan menangis....

Meskipun kata itu terus dia lafalkan namun tetap dua kata itu tak mampu untuk membendung tangisnya.

"Kita turun sekarang," ucap Nino.

Aluna menggeleng.

"Ijinkan aku untuk tetap berada disini," pintanya.

Aluna melangkah mundur saat Nino hendak memeluk tubuhnya. Pelukan yang akan Nino berikan hanya akan membuat hatinya semakin merasa sakit.

"Aku mohon Kak Nino turun duluan saja... aku akan menyusul nanti." Pinta Aluna lirih. Ia masih menundukkan kepalanya, berharap tangisnya dapat ia sembunyikan.

"Tidak... kita harus turun bersama-sama."

"Please...." Aluna menggigit bibir bawahnya saat isakan hendak lolos dari bibirnya.

"Tidak!" mana bisa Nino meninggalkan Aluna sendirian di puncak Rinjani dan membiarkan Aluna turun sendiri, ia tidak akan membiarkannya.

Dengan kasar Nino meraih pergelangan tangan Aluna "Jangan kekanak-kanakkan Aluna!" bentak Nino saat Aluna hendak menepis tangannya.

Aluna semakin menundukkan kepalanya saat Nino membentaknya.

"Kau menyakitinya Bung." Ucap seorang pria yang tiba-tiba menepis tangan Nino yang mencekal pergelangan tangan Aluna dengan sangat kencang. "Apa kau tidak lihat kalau cengkramanmu membuat ia meringis kesakitan?"

Nino menatap pria asing itu dengan tatapan tidak suka "Tidak usah ikut campur urusan kami."

"Kalaupun kau tidak menyakitinya, aku tidak mungkin ikut campur." Pria tersebut langsung berdiri tepat di depan Aluna, seakan tengah membentengi Aluna dari Nino.

Nino mengepalkan kedua telapak tangannya menahan rasa kesal kepada pria asing yang belagak menjadi pahlawan bagi Aluna.

Apa pria asing ini hendak mengambil simpati Aluna? Batin Nino.

"Tidak lucu kalau kita berkelahi disini, kalau sampai itu terjadi aku jamin kita tidak akan pernah lagi diijinkan untuk mendaki gunung manapun. Bukankah anak pecinta Alam identik dengan cinta damai. Alam saja dapat kita cintai jadi tidak sulit juga pula untuk mencintai kedamaian." Ucapan pria asing itu benar-benar membuat Nino merasa emosi.

Aluna | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang