Part 9

4.3K 445 98
                                        

Minghao tidak tahu kenapa takdir bisa mempermainkannya dengan begitu pintar.

Kini, tak ada yang lebih menyedihkan kecuali sebuah foto berukuran besar di dalam suatu ruangan, dengan bunga baby breath di salah satu sisinya.

Isakan dan tangisan masih terdengar memilukan bagi siapa saja yang mendengarnya.

"Hao-ie.." nyonya Wen memeluk tubuh ringkih Minghao sambil membisikkan kata-kata penenang untuk gadis itu.

"Hiks-"

Air matanya kembali mengalir.

Bahunya bergetar menahan rasa sakit yang teramat sangat. Kenapa kenyataan hidupnya sepahit ini?

Nyonya Wen melepaskan pelukannya saat seseorang menyentuh pundak Minghao, dan memberi alih pelukannya pada orang itu.

"Hansol hikss-" Minghao menghambur dalam pelukan Hansol.

"Sstt.. Aku disini." Hansol mengelus puncak kepala Minghao, menyalurkan kekuatan untuk gadis rapuh didekapannya ini.

Untuk sesaat, Minghao merasa bebannya sedikit berkurang karena kehadiran pria itu.

Ya, hanya sesaat.

***

Minghao menatap ponselnya saat lagi-lagi panggilan telefonnya tidak dijawab oleh Jun. Ia meletakkan ponselnya, lalu menatap kosong kedepan.

Bibirnya membentuk garis miring.

Pria itu tak datang.

Ya, Jun tidak memang tidak memunculkan dirinya sejak pagi.

Minghao terkekeh pelan, kemudian menyenderkan kepalanya yang terasa berdenyut.

Entahlah, ia tak begitu ingin terlalu memikirkan Jun sekarang. Tak masalah pria yang berstatus sebagai suaminya itu berada dimana.

Ya, ia juga tidak pernah perduli padaku.

Minghao menghela nafas.

Setidaknya masih ada Hansol disisinya, dan ia sangat bersyukur untuk itu.

Tidak. Aku hancur tanpamu disisiku saat ini, Jun

*

"Hao-ie, ayo makan malam" Hansol membuyarkan lamunan gadis itu.

Minghao mengangguk singkat lalu beranjak dari duduknya dan menyusul Hansol menuju meja makan di apartemen pria itu.

"Ini sangat banyak. Memangnya siapa yang akan memakannya?" ujar Minghao bingung saat melihat begitu banyak makanan di atas meja makan.

"Tentu saja kita, dan kau harus menghabiskannya." Hansol tersenyum manis.

Pria itu lalu mulai mengambil piring dan mengisinya dengan makanan, lalu menyodorkannya kepada Minghao.

"Ini terlalu banyak, Hansol."

"Kau harus makan yang banyak, hao. Tubuhmu semakin kurus, aku tak mau kau jatuh sakit."

Seulas senyum terpampang di wajah Minghao. Hatinya menghangat mengetahui bahwa Hansol masih sangat perduli padanya.

"Terimakasih, Hansol..."

"Terimakasih untuk?"

"Kau selalu ada untukku, Terimakasih.." lirihnya.

Hansol tersenyum penuh arti,

"Aku akan selalu ada untukmu, kapanpun saat kau butuh."

Minghao menatap Hansol sendu,

IMPOSSIBLE [JUNHAO]Where stories live. Discover now