Part 4 (Versi Revisi) - Hello, Soldiers.

3.1K 326 23
                                    

Lou mengerang pelan begitu membuka matanya.

Kepalanya terasa berat. Ia mengerjapkan mata beberapa kali, lalu matanya melebar. Ia teringat dengan kejadian semalam. Cepat-cepat ia bangkit duduk, dan menoleh ke kanan dan kiri. Ia berada di atas sebuah ranjang dengan dinding kamar berwarna abu-abu gelap.

Jantungnya yang semula tenang kembali berdebar-debar. Ia meringsut dalam kepanikan di atas ranjang. Pandangannya tertuju pada pintu putih di kamar, ia ingin mencoba keluar, tetapi hatinya berkata tidak. Ia tidak tahu apa yang ada di balik kamar ini.

Ia bangkit dari ranjang, mendekati pintu, ragu untuk membukanya. Berkali-kali ia menyentuh kenop pintu, namun tak memiliki keberanian untuk membukanya. Beberapa saat kemudian terdengar suara klik dari depan, lalu pintu pun terbuka. Lou terkejut bukan main, ia melangkah mundur.

Seorang pria melangkah masuk setelah itu, membuatnya melangkah mundur kembali. Pria itu masih muda. Perawakannya tinggi, kekar, tegap, dan gagah. Rambutnya yang sedikit berantakan berwarna hitam bagaikan burung gagak. Wajahnya begitu dingin, suram, sekaligus mengintimidasi dan arogan. Kedua mata biru esnya menatapnya tajam, seakan bisa menembus jiwanya.

Jantung Lou semakin berpacu di rongga dadanya, pria itu mengenakan seragam bertugas berwarna hijau tua. Logo pisau kombat dan belati yang saling bersilangan dengan huruf Z di tengahnya terjahit di lengan kanan seragamnya. Lou menelan salivanya sementara tentara itu menutup pintu di belakangnya. Tentara itu berdiri dalam posisi istirahat di tempat, kedua matanya yang setajam elang masih menatap Lou.

“Kau sudah bangun.” Suara tentara itu terdengar tak kalah dinginnya dengan penampilannya. “Aku tak akan berbasa-basi. Singkat saja, siapa kau?”

Tanpa dirinya sendiri sadari, tangan Lou sudah berkeringat dingin.
“A-apa … apa maumu?” tanya Lou bergetar.

“Kurasa aku tak perlu menjelaskannya kembali padamu, Nona,” desis tentara itu. “Siapa dirimu?”

Lou memberanikan diri melawan. “Aku tak mengetahui apa pun. Apa maksudmu?”

“Jangan menjawab pertanyaanku dengan pertanyaan lainnya. Jadi kuulangi lagi pertanyaan sialanku dan kau sebaiknya menjawabnya dengan jujur, siapa kau?” Lelaki itu kembali mengulangi pertanyaannya, wajahnya semakin muram.

“Hey, aku bahkan tak mengerti apa yang terjadi!” tukas Lou.

“Kau pikir kami tak tahu kau siapa? Kau tertangkap kamera, keluar dari jendela kapal dari pelabuhan Ohio, dan pergi menuju kota,” balas tentara itu, ia menyeringai sinis. “Kau penyusup amatir, rupanya. Menumpang kapal, dan kabur lewat jendela? Sungguh tindakan dungu. Siapa atasanmu, anak kecil?”

Lou sukses terbelalak. Ia sungguh tak menyangka ia dituduh sebagai penyusup dari musuh. Ia menatap tentara itu penuh keterkejutan.

“A-apa … apa maksudmu? Mengapa kau menuduhku seperti itu?!” Ia kini mulai geram.

“Tak usah menyangkal. Jawab pertanyaanku, siapa atasanmu dan atas dasar apa kau hendak menyusup ke markas kami?” desak sang tentara.

“Aku tak tahu apa maksudmu!” Lou kini membentak. “Apa-apaan, aku dituduh sebagai penyusup?!”

“Lalu apa lagi, Nona Kecil?” desis tentara itu. “Kau ingin menyangkal? Kami punya bukti. Kau kabur dari kapal itu. Tak mungkin kau bisa masuk ke kapal, dan tahu-tahu berada di bagasinya. Tak usah berbohong.”

“Aku bukan penyusup, kau pria sialan!” teriak Lou.

Tatapan tentara itu semakin dingin. Kurang ajar, batinnya.

“Kita bisa bicarakan ini baik-baik, Nona,” kata tentara itu. “Jangan paksa aku menggunakan cara kasar.”

“Apa? Cara kasar?” Lou bertanya dengan penuh sarkasme. “Apa tentara Zystrome sepayah itu? Akan kasar pada seorang remaja perempuan? Begitukah? Aku prihatin.”

Lost WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang