Senen, 11 November 2013.

14 2 0
                                    

Bintang benar-benar membuatku gila, suara dan senyumnya menenggelamkan Endang begitu saja. Pertemuanku dengan Bintang yang hanya berselang beberapa waktu saja memudarkan kisahku dengan Endang yang terjalin selama dua tahun. Beberapa kali aku mencoba meyakinkan hati ini, jika Bintang adalah calon istri sahabatku sendiri, tapi semua itu sia-sia, Bintang selalu hadir dalam benakku. 
Selama seminggu ini, Bintang hadir dalam setiap mimpiku menjelang subuh. Suaranya menjadi alaram waktu subuhku, suaranya begitu nyata memanggil-manggil namaku. Pertemuan singkat, tapi membuat hariku penuh dengan tanda tanya tentang seorang wanita yang bernama Bintang.
Apa benar Bintang adalah sosok seorang wanita yang ditakdirkan untukku? Pertanyaan ini yang membuatku ingin mendekatinya lebih jauh, walaupun aku tahu Bintang adalah calon istri sahabatku sendiri.
Perusahaan tempatku bekerja memiliki keringanan pada karyawannya, kami diberi kesempatan untuk mengambil cuti satu kali dalam setahun selama dua minggu. Kebijakan ini bermaksud untuk memberikan waktu yang cukup untuk merayakan hari kebesaran agama, seperti hari raya atau hari besar lainnya.
Aku memutuskan untuk mengambil cuti itu lebih awal, hanya untuk mengenal Bintang lebih jauh. Aku dibutakan akan rasa yang tak kupahami. Aku sengaja merahasiakan kepergianku pada Endang, karena aku yakin jika Endang mengetahui ini, dia juga akan bersikeras untuk ikut denganku apapun alasannya. 
Pukul 16.00 WIB pesawat yang aku naiki tiba di Kota Padang, Bintang terlihat di tengah keramaian, jantungku kembali berdetak tak karuan. Apakah Allah benar-benar menakdirkan Bintang untukku? Aku kaget sekaligus senang melihat kedatangannya.
“Ini mobil kamu Ntang?” Pertanyaan yang terlontar dari mulutku ketika aku bertemu dengan wanita cantik ini.
“Bukan uda, ini mobil Bayu, tadi aku disuruh Bayu untuk menjemput uda, kebetulan kantorku juga di dekat sini. Silahkan uda.” Bintang masuk kedalam mobil.
”Bayu benar-benar hebat, dia berhasil, berhasil menjadi orang yang bisa dibanggakan orang tua, family dan pasangannya.” Aku berbicara sedikit terbata dan beberapa kali terhenti sambil menggeleng-geleng.
“Uda bisa aja.”
“Ngga, aku serius! Dulu, kami bercita-cita menjadi orang yang sukses, bisa dibanggakan orang tua, membahagiakan orang tua dan punya istri yang cantik.”
Bintang sedikit melebarkan bibirnya, “Masih belum uda,” Bintang berkata dengan pelan dan sedikit menekan nada bicaranya.
“Udah dong! Dulu cuma pakek motor butut, sekarang udah punya mobil pribadi, mobil mewah lagi.”
“Masih belum uda, belum semuanya.”

Sejenak aku berfikir, menganalisah pernyataan Bintang yang sedikit menekukkan kepala sambil memainkan jari di stir mobil.

“Bayu belum punya istri uda.” Saut Bintang ketika aku terdiam memikirkan perkataanya.
“Bentar lagi juga, yang sekarang nyetir mobil, cantik kok, baik, sopan dan kelihatannya sayang banget sama Bayu.”
“Aku teman dekatnya Bayu, belum istrinya. Uda sendiri bagaimana?” Bintang mengalihkan pembicaraan, ia seakan tak mau membahas hubungannya dengan Bayu.
“Bagaimana maksudnya?”
“Iya, pekerjaan sama istrinya?”
“Kalau masalah pekerjaan, Alhamdullillah, tapi kalau masalah jodoh mah, masih jadi rahasia Allah.”
“Calonnya? Udah ada dong, pastinya.”
Aku sedikit tersenyum, “Masih belum Ntang, ngga ada yang mau sama orang yang kurang keren seperti uda.” Entah apa yang aku pikirkan saat Bintang bertanya tentang calon istriku, padahal aku memiliki Endang.
Pembicaraan kami terhenti tanpa klimaks, Bintang seperti memikirkan sesuatu. Pikiranku berkecamuk, sepertinya Bintang memikirkan jawabanku tentang calon istriku. Bintang membuatku baper dengan keheningannya .
Beberapa selang waktu kemudian, ketika keheningan memenuhi ruang mobil mewah ini, Bintang berhenti di sebuah rumah besar dengan pagar yang tinggi. “Tit tit.” Bintang membunyikan klakson mobilnya, dan tiba- tiba pagar rumah mewah itu dibuka oleh seorang yang berbadan tegap berpakaian security sambil menundukkan kepala. Aku heran, aku mau dibawa kemana oleh Bintang?
“Maaf Ntang, kita kemana ya?”
“Uda lupa rumahnya Bayu?” Wanita ini tersenyum melihatku heran.
“Ja... jadi ini rumahnya?”
“Iya, ini rumahnya Bayu. Kenapa uda? Kaget ya?”

Pandanganku menjelajahi setiap penjuru rumah besar ini. Rumah mewah bertingkat ini benar-benar membuatku kagum. Rumah sederhana yang sering kukunjungi dulu bagaikan disulap menjadi sebuah istana raja yang mewah dengan penjaga di gerbangnya. Kilauan keramik di segala sudut dinding rumah, bonsai-bonsai menghiasi taman rumah dan seorang laki-laki muda berada tepat di depan pintu besar menungguku dengan kursi roda.

“Selamat datang sanak!” Itu kalimat pertama dari temanku ini, sambil mencoba  berdiri dari kursi rodanya.

Aku mengayunkan langkah cepat mendekati Bayu dan segera memeluknya. Aku sempat terdiam ketika memeluk Bayu, berkecamuk secercah rasa bersalah karena niatku mendekati calon istrinya. Aku menyadari sesuatu, dengan kesuksesannya akan sangat mudah untuk Bayu mendapatkan wanita secantik Bintang.

“Selamat sanak, benar-benar...”
“Benar-benar apa?”
“Iya, benar-benar sukses, kamu bisa menggapai semua yang kita impikan dulu!”
Bayu terkekeh. “Kamu bisa aja, berkat Ayah dan ridha Allah Ky. Silahkan masuk, aku sudah siapkan kamar spesial untukmu.” Bintang mendorong kursi rodanya masuk.

Aku dibawa menuju sebuah kamar dengan lemari kaca besar dan tempat tidur dengan sprei becorak team sepak bola asal Italia “Inter Milan”. Rumah yang nyaman, besar dan para penghuni yang ramah tama.
Kedatanganku disambut baik oleh keluarga Bayu, makan malam bersama di meja makan yang besar dan hidangan makanan yang begitu banyak. Mama Bayu, Bayu,  Icha adik kedua Bayu dan juga wanita cantik yang menjadi alasanku kenapa aku disini, duduk bersama melingkari meja makan.
“Maaf buk, om ngga ikut makan buk?” Tanyaku pada Mama Bayu.
“Om lagi  ngurus kerjaan yang di Pekan Baru.” Mama Bayu yang sedang mengambil nasi terhenti karena pertanyaanku.
“Oh, jadi om sekarang kerja disana ya buk?”
“Bayu punya beberapa lapangan futsall di Pekan Baru, sudah dua bulan Bayu belum melihat situasi lapangan di sana.” Jawab Mama Bayu dengan wajah yang ditekuk.

Suasana meja makan ibarat pemakaman di malam hari, sunyi sepi tanpa suara. Aku sebagai seorang tamu merasa tidak enak dengan keadaan ini. Kenapa dengan keluarga ini? Semuanya diam sambil menyantap makan malam, wajah mereka ditekuk. Begitu juga dengan Bintang, ia hanya diam sambil menyantap makanannya, sepertinya ia telah terbiasa dengan keadaan ini.
Satu persatu mulai menghilang dari meja makan, didahului dengan Icha yang pergi setelah mencium tangan ibunya.

Selesainya sholat berjamaah, Bintang harus rela meninggalkan sang pujaan hati untuk beberapa jam kedepan. Bayu harus kembali istirahat dan akupun terpaksa menuju kamar di hari yang masih senja.
Mataku benar-benar tidak bisa untuk terpejam, sama sekali tak ada rasa kantuk. Rasa bersalah yang sempat menghantuiku ketika memeluk Bayu tadi, sekarang menjadi momok yang menghalangi niatku untuk mendekati Bintang.
Tapi, kenapa Bintang menajadi alarm subuhku? Apa yang seharusnya kulakukan?
Pertanyaan inilah yang kembali membuatku berani mendekati Bintang dan melupakan posisi Bayu sebagai calon suami Bintang. Aku bingung dengan semua bisikan yang ada dalam benakku.
Ketertundaan pernikahan mereka menjadi alibi bagiku untuk membuka jalan menuju Bintang. 
“PING!!!” Sapaku lewat BBM.
“Kenapa uda?” Jawab Bintang seketika.
“Maaf sebelumnya Ntang, apakah aku boleh tahu jawaban dari pertanyaanku yang dulu?”
“Pertanyaan?”
“Iya, pertanyaanku tetang tertundanya pernikahan kalian.”
“Oh, maaf uda, Bayu tidak mau terlalu banyak orang yang tahu.”
“Ntang, aku ini teman akrabnya Bayu, jadi wajar kalau aku ikut merasakan apa yang dirasakan Bayu. Sebenarnya aku ingin menanyakannya langsung pada Bayu, tapi mengingat kondisi kesehatan Bayu, kurasa lebih baik menanyakannya padamu.” Aku mencoba meyakinkan Bintang dengan pesan yang lumayan panjang.
“Hmm, ya sudah, besok sore kita keluar sebentar, Bintang pikir kalau kita bicara soal itu di rumah, nanti ketahuan Bayu.”

Pucuk dicinta, ulampun tiba. Apa benar Allah memberikan jalan semudah ini untukku menemukan ibu bagi anak-anakku nanti? Apakah Bintang mempunyai rasa yang sama seperti apa yang kurasakan?
“Oke, dimana?”
“Besok aku kirimkan alamatnya uda."

HalfheartedlyWhere stories live. Discover now