01 | From Tristan

4.4K 402 220
                                    

A L I C E

Sejak kami sudah keluar dari area Ruthorham Village, kami tidak melihat apapun selain hutan. Hutan yang gelap dengan pohon-pohon yang tinggi. Hanya ada sedikit cahaya yang menyingsing melalui sela-sela dahan pohon pada siang hari.

Kami sudah berkendara tiga hari dan berkemah tiga malam. Ini hari yang keempat, kuhitung.

"Apakah kita satu-satunya keluarga yang mengharapkan pernintaannya terkabul? Kenapa aku tidak melihat orang lain berkendara? Mengapa kita tidak melewati pemukiman sama sekali?" Tanya Blue yang duduk di dalam gerbong di hadapanku. Aku dengan ibu dihadapannya.

Ayah yang sedang mengendarai kuda duduk di kursi joki di depan gerbong, menoleh untuk menjawab Blue, "kita mengambil jalan tercepat, nak. Kita bisa melewati pemukiman, tapi itu akan lebih lama."

"Hutan ini menakutiku," balasnya.

"Apa yang menakutimu?" Tanyaku.

"Ini hutan yang luas, Alice. Paling luas di Sirencester. Beri tahu aku, binatang apa saja yang mungkin menyerang ki—"

"Jangan berkata begitu, Blue," Ibu menggelengkan kepalanya. "Berdoalah kepada Dewa agar kita tiba di Harlston Castle dengan selamat."

"Kita sudah bermalam di tiga hari di hutan dan semuanya baik-baik saja, Blue," tambahku agar ia lebih tenang.

"Ya, tapi semakin kita maju semakin dalam kita menelusuri hutan ini," gerutu Blue lagi.

Ayah yang kesal mendengarnya memutar badan dan memandang Blue tajam. Dahinya mengerut dan alisnya menyatu, "Hentikan keluhan itu, Blue atau aku akan meninggalkanmu di hu—"

"Ayah hati-hati!" Teriakku ketika melihat tanah di depan jalan kami melungsur ke bawah.

Walaupun aku sudah mengingatkan, kecelakaan tidak terhindarkan. Kedua kuda kami seketika mengerem di ujung tanah tersebut lalu berbelok seratus delapan puluh derajat, menarik tempat joki dan ayah kembali ke arah selatan. Bersamaan dengan itu pula, kait penghubung gerbong terputus dari kudanya, mengakibatian aku, ibu, dan Blue telempar ke tanah longsor itu. Gerbong kami terhempas dan terguling-guling di tanah.

Kami saling bertabrakan. Aku merasa benturan-benturan itu melepas semua roda yang dipasang. Sampai pada akhirnya, gerbong itu berhenti berguling dengan posisi terbalik. Aku dan ibu masih mengatur napas, sementara Blue berusaha untuk membuka pintu gerbongnya.

Aku memeluk ibu untuk memastikan ia baik-baik saja sampai Blue berhasil membuka pintu dan kami bertiga merangkak keluar. Gerbong itu hancur. Bagain bawahnya retak salah satu ujung atapnya runtuh

Kami bertiga saling menatap. Rambut kami berantakan, baju kami sobek, dan wajah kami agak kotor.

"Dimana Ayah?" Tanyaku.

"Entahlah," Blue mengedikkan bahu.

"Kita harus berjalan," ucapku. Aku membantu ibu berdiri dan menopangnya lalu menyuruh Blue mengangkut semua bawaan kami. Blue mengangguk lalu mengambil barang-barang kami yang terjatuh tidak jauh di sekitar gerbong.

"Apa menurutmu Ayah baik-baik saja?"

"Berdoa saja kepada Dewa, Blue," tutur ibu dan kami berusaha mencari jalan untuk kembali ke atas.

VITALITY [Harry Styles]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang