Pertama Kali

552 13 2
                                    



Meskipun waktu dan tempat yang sudah sangat jauh berbeda, namun entah mengapa semua masih terasa sama, iya, aku dan kamu masih sama

"Jadi kamu berapa lama disini?"

"Besok romobongan kantorku udah pulang Nan, tapi mungkin aku masih sehari lagi disini, sekalian liburan dan cari inspirasi di tempat yang baru,"

"Kalau aku jadi tour guide dadakan buat kamu boleh Ra?"

"Memangnya kamu tau apa tentang KL? Kamu kan juga belum lama disini?"

"Seenggaknya kan aku lebih lama dari kamu, dan ada beberapa hal yang mau aku bicarakan juga sama kamu,"

"Free?"

"Emm okey lah kalo buat kamu,"

Hari itu berakhir, hari dimana semua waktu dan momen terjadi seperti sebuah mimpi. Aku memang berharap suatu hari bertemu dengan Nanda, tapi aku sama sekali tidak menduga, akan bertemu dengannya dalam sebuah projek pekerjaan.

Dan ini hari terakhirku di KL, aku gugup dan sedikit ragu untuk melewatkan hari liburku bersama Nanda. Aku khawatir, hanya akan menimbulkan luka lama dan sebuah momen dimana aku dan Nanda tidak menemukan sebuah jawaban.

Dulu, waktu kami masih berada di bangku sekolah dasar, dia adalah satu-satunya anak laki-laki yang gemar membuat hariku begitu menyedihkan. Entah apa yang membuatnya setiap waktu memilihku sebagai korban candaannya.

Entah tempat pensilku yang ia letakkan di atas lemari, atau bahkan menjadi pasangan kelompok di pelajaran komputer. Intinya, ada ribuan hal yang entah bagaimana bisa terjadi, aku dan Nanda selalu menjadi dekat, entah itu saat sekolah ataupun di luar sekolah.

Aku sering menangis, namun dia lebih sering tertawa. Ia akan merasa menang ketika aku menangis, namun akan selalu ada maaf ketika ia memilih untuk mengakhiri permainannya.

Tinggiku yang tidak seberapa adalah makanan utamanya untuk menjahiliku setiap harinya. Dan aku hanya bisa pasrah ketika ia meletakkan alat sekolahku ke tempat yang tak bisa kujangkau.

Sampai akhirnya waktu berlalu begitu cepat, aku dan Nanda sudah berada di bangku kelas 6. Kelas dimana yang mungkin saja akan memisahkanku dengannya dalam waktu dekat.

Usai lelah berlarian membawa pergi gantungan kurcaciku, ia berdiri, bersandar di depan balkon kelas. Aku yang juga kelelahan memutuskan untuk berhenti dan bersandar di sampingnya, sambil meminta kembali gantungan kurcaci yang ia rampas dari tas sekolahku.

"Kamu kenapa sih Nan, suka banget ngejailin aku?"

Dia tertawa sambil mengatur nafasnya yang masih terdengar sesak. Anak lelaki itu, untuk kali pertamanya, membuat jantungku berdetak lebih cepat dari sebelumnya. Pandanganku seakan tak berpindah ketika memandangnya dengan lesung pipi yang menghiasi wajahnya.

"Aku suka sama kamu Ra,"

"Hah?"

Dia kembali tersenyum, namun aku memilih tertawa geli, karena merasa ini adalah salah satu ide jahilnya untuk kembali mengusili aku yang selalu jadi target usilnya.

"Aku beneran Ra,"

Jadi, Inikah Kita Yang Sekarang?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang