Kegiatan perkuliahan kembali di mulai. Senin yang terik, para penghuni fakultas Ilmu Komunikasi semester lima itu menempati padat sebuah ruangan.
Dua AC dinyalakan, mengusir udara panas yang terasa seperti membakar. Seperti biasa ada dosen yang memberi materi, mahasiswanya yang menyimak baik-baik, juga Kana yang mengambil bangku paling belakang, tepat dibalik punggung Bombom yang tinggi besar. Sehingga dosen berkaki 'minim' itu tidak sadar lagi-lagi ada mahasiswi kurang ajar yang bermimpi indah menjadikan materinya sebagai dongeng pengantar tidur.
Hari ini hanya ada dua mata kuliah. Begitu kelas selesai, tidak semua penghuninya langsung bubar dan keluar.
Beberapa memilih tinggal di kelas termasuk Arlan, Richard, dan Putra. Arlan melirik Kana yang duduk di samping kanannya. Masih terlelap. Cowok itu menghela napas berat.
"Ar, seriusan lo sama Kana gak pacaran?" Richard mulai kepo. Arlan menatapnya dan mengangguk.
"Hm. Kita cuma temen."
"Sumpah lo gak ada rasa sama dia?" Gantian Putra yang bertanya. Lagi-lagi Arlan mengangguk.
"Hm."
"Kok bisa padahal kalian deket banget?"
Arlan mengingat-ngingat. Dia mulai bercerita tentang masa kecil mereka.
Mereka tetangga. Awalnya hanya sebatas kenal saat bertemu di taman komplek dan sekolah. Dulu Kana orangnya hyperaktif dan memiliki banyak teman. Benar-benar beda dengan Kana yang sekarang.
Suatu hari, orangtua Arlan mengalami kecelakaan. Dengan adik perempuannya yang masih berusia tiga tahun, mereka meninggal. Arlan terpukul. Dia hidup bersama neneknya saja.
Dia tidak mau masuk sekolah. Dia tidak mau menemui teman-teman yang menjenguknya.
Kelas empat SD. Tepat di hari ulang tahun almarhum adiknya. Arlan pergi keluar membeli kado. Namun ujung-ujungnya dia hanya memeluk kadonya sambil duduk di taman. Lagi-lagi menangis karena kesepian.
Saat itu Kana datang. Dia bertanya kado itu untuk siapa? Arlan menjawab apa adanya.
Lalu, tanpa canggung, Kana berkata;
"Aku gak bisa jadi Mama-Papa kamu. Tapi tolong rawat aku kayak adik kandung kamu sendiri. Aku manja dan gak bisa apa-apa. Jagain aku, Arlan." Arlan tersenyum sambil mengucap kalimat yang dulu dikatakan Kana.
"Cuma gara-gara gitu doang?" Richard bersiul takjub.
"Gitu doang, sih." Arlan menghela napas. "Eh, keterusan ampe sekarang."
Arlan menoleh. Menepuk pipi Kana pelan. "Bangun, oy. Udah waktunya pulang."
"Bentar lagi." Kana menyahut setengah sadar. "Tidur cukup bagus buat kecantikan kulit."
"Lo mah kebanyakan tidur. Lo tau gak otak kalo jarang dipake gampang karatan?" Arlan menegur. "Bego lo permanen loh nanti."
"Gak pa-pa." Kana menyahut lagi. "Kan ada otak lo."
"Enak aja." Arlan jera, "kalo gak bangun, nanti gue tinggal loh."
"Bye."
Cewek ini ...
Arlan mengepalkan tangan kesal. Ingin sekali menjitaknya kalau tidak ingat Kana perempuan. Kana tahu Arlan tidak mungkin meninggalkannya sendiri.
Kelemahan Arlan dia manfaatkan maksimal.
"Arlan gak bakalan ninggalin gue." Kana bergumam. "Lo bakalan ngerawat gue sampe mati."
"Amit-amit."
"Arlan, gue haus."
"Bentar." Arlan berdiri. Kedua temannya speechless. "Gue beliin ke depan."
Dia melengang pergi.
Richard dan Putra sama-sama tidak habis pikir.
SUMPAH MEREKA GAK ADA PERASAAN CINTA SATU SAMA LAIN???
***

KAMU SEDANG MEMBACA
FRIENDSHIT (TAMAT)
General FictionPINDAH KE APLIKASI FIZZO Hanya kehidupan sehari-hari tentang Kana, cewek super pemales yang tidak mau melakukan semua hal karena dianggap repot. Keseharian Arlan, cowok terlalu rajin yang mau melakukan semua hal yang Kana anggap repot. Juga orang...