HLAM : 32

66K 9.7K 520
                                    

"Seperti apa Busan itu Dad?" Axel mengalihkan pandangannya dari jendela, lalu menatap Sehun yang sedari tadi sibuk dengan laptopnya.

"Dad? Kau tidak mendengarkanku ya?" Axel mengerucutkan bibirnya saat melihat Sehun masih saja sibuk dengan laptop dan handphone nya yang berdering setiap lima belas menit sekali.

Axel menggerutu dalam hati, 'kasihan sekali Mommy Jay jika sampai menikah dengan pria seperti Daddy'.

"Sebentar Axel, aku hanya perlu mengirim email, setelah itu kita akan bersenang-senang."

Axel memutar bola matanya, "Memangnya apa yang ada di Busan? Apa tempat itu lebih  menarik dari Seoul?"

Sehun menghembuskan napasnya, sembari menutup laptop yang ada di pangkuannya. Kemudian, seluruh perhatiannya kini teralih pada anak kecil berkemeja abu-abu yang tak henti-hentinya mengoceh sedari tadi.

"Ya, setidaknya untuk sekarang Busan memang lebih menarik."

Axel terkekeh, "Kerena disana ada tante Jay ya Dad?"

"Ck! Jangan mulai." Sehun memalingkan wajahnya ke jendela. Dalam hati ia mengeram, kenapa Axel selalu menggodanya? Seakan bocah itu akan sangat bahagia jika berhasil mengolok-ngolok Daddy nya sendiri. Dan itu terbukti saat kekehan Axel semakin keras hingga membuat penumpang kereta yang lain menatap mereka dengan pandangan tertarik.

"Axel!" Sehun mengeram memperingati anaknya karena saat ini mereka menjadi pusat perhatian. Tapi di satu sisi, Sehun senang melihat Axel tertawa. Ada letupan tersendiri di hatinya hanya dengan melihat senyum cerah Axel.

"Daddy..." Axel bergumam lirih sembari menyeka air matanya karena terlalu banyak tertawa. Lalu pandangannya menatap Sehun yang berubah bingung saat melihat ia merengek seperti ini.

"Hei! Kau kenapa?" Sehun langsung mendekap Axel lalu menghapus air mata anaknya. Setitik rasa khwatir singgah di hatinya saat melihat Axel  seperti ini.

"Tidak apa-apa, Dad. Aku baik-baik saja." Axel masih bisa tertawa lalu memalingkan wajahnya ke arah lain untuk menghindari kontak mata dengan Sehun. Ia sedikit gugup karena kedapatan menangis di depan Ayahnya.

"Axel, dengar... Apa kau mempunyai masalah?"

Axel menggeleng,

"Terus kenapa menangis?"

"Karena terlalu banyak tertawa, mungkin?" Axel mengindikkan bahunya santai.

Sehun menatap Axel lekat, seakan ia kurang puas dengan jawaban putranya. "Kau membohongi Daddy Axel."

Sehun benar-benar kecewa dengan dirinya sendiri. Bagaimana tidak? Putranya sendiri bahkan tidak mau terbuka dengannya. Sehun merasa dia telah gagal menjadi seorang Ayah sekaligus Ibu untuk Axel.

"Maafkan Daddy karena kurang memperhatikanmu dan sering tidak peka dengan apa yang kau rasakan, Axel... Daddy benar-benar minta maaf."

"Jangan berkata seperti itu Dad." Axel menggeleng lemah saat melihat Sehun menyalahkan dirinya sendiri. Semua ini salahnya. Seharusnya ia tidak menangis. Tapi Axel hanya anak kecil yang beberapa jam yang lalu baru menginjak usia 11 tahun. Ia belum terlalu mahir menyembunyikan perasaannya.

"Katakan apa yang menganggu pikiranmu? Biarkan aku membantu." Sehun berkata lembut sembari merapikan rambut Axel yang sedikit lebih panjang.

"Tidak apa-apa Dad, aku hanya takut."

"Takut? Takut kenapa?"

Axel meremas tangannya. Ia ragu mengatakan ketakutannya pada Sehun. Ia takut Sehun membencinya.

Hot Lecturer and MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang