Helena merona malu, dia tak bisa menemukan kata yang tepat untuk membalas kata-kata Gray.

Situasi canggung menghinggapi kedua anak muda itu untuk beberapa saat.

Gray melirik ke arah jam dinding, dia baru sadar ada janji bertemu dengan Master. Gray berdiri diikuti Helena.

"Aku harus bertemu dengan Master... Err... kami ada janji," kata Gray canggung.

"Eh iya... Bergegaslah," balas Helena gugup

"Engg... Baiklah, kalau begitu... Sampai jumpa," Gray meninggalkan begitu saja Helena yang masih berdiri memandang ke arah dirinya. "Ah sial..." Gray berbalik lagi menghampiri Helena.

"Ada apa?" Helena bertanya heran.

"Aku...ah bukan-bukan, aku ingin mengajakmu ke suatu tempat akhir pekan ini, apa kau bisa?" tanya Gray menujukkan kebulatan tekad yang kuat, padahal hanya mengajak seorang gadis saja, dan dia merasa ingin sekali melawan Satan saat itu juga. "Tapi, jika kau tidak ingin..."

"Tentu saja aku ingin!" potong Helena gembira.

"Baiklah, akan kukabari lagi nanti," tukas Gray gembira tapi tak berani memandang wajah Helena, dia benar-benar malu dan begitu saja pergi sembari melambaikan tangannya, tanpa menengok atau berpamitan dengan Helena.

Helena tersenyum kecil, hatinya mendadak begitu bahagia, dan kini dia merasa ingin menari satu hari penuh. "Sudah jam pulang, aku harus menengok Chloe," katanya berseri-seri.

Di dalam kantornya, Master Arthur duduk di atas kursi empuk di balik meja kerjanya, menikmati sebatang cerutu Kuba.

"Tok! Tok! Tok!" terdengar ketukan di pintu.

"Masuk!" perintah Master Arthur.

Gray membuka pintu, mengangguk pelan, dan menutup pintu kembali.

"Duduklah."

Gray mengambil duduk di sofa di dekat lemari berisi penuh buku-buku koleksi Master Arthur berbagai judul dan ukuran.

"Apa yang Anda ingin bicarakan dengan saya? tanya Gray langsung pada intinya.

"Kau memang tidak sabaran," ujar Master Arthur mengepulkan asap yang berbentuk huruf O besar. Dia mematikan cerutunya dan meletakannya di atas meja. "Sangat mahal dan sangat sulit didapatkan akhir-akhir, cerutu berkualitas terbaik yang aku pernah ketahui"

Gray hanya diam memperhatikan.

"Baiklah, karena mungkin memang tidak ada waktu lagi, akan kuceritakan bagian menarik tentang diriku, dan bagaimana Mammon menyebut namaku yang sebenarnya hari itu?"

Gray teringat pertarungannya dengan Mammon, ketika dia hampir terbunuh, dan Master Arthur datang menyelamatkannya, dia mendengar kalau Mammon menyebut Master dengan... "Levi?" celetuknya.

"Yeah, Levi... Mungkin kau teringat akan sosok mahkluk bernama Levi?" Master Arthur memancing ingatan Gray.

"Levi... Levi... Levi... Apakah Anda anak dari Leviathan?" kata Gray mengingat-ingat, bertanya tak yakin.

Master Arthur tertawa keras. "Bukan... Levi tak memiliki anak dari siapa-siapa, aku bukan anak Levi, melainkan Leviathan sendiri."

Keheningan muncul setelah kata-kata dari mulut Master Arthur dilontarkan. Hanya terdengar detak suara jam dinding dan teriakan oran-orang ordo di luar kantor sana.

"Kau...siapa?!"

"Ya, aku Leviathan, salah satu dari tujuh dosa besar, Iri hati, penjaga pintu neraka, penguasa lautan," ujar Master Arthur menyunggingkan senyum aneh, sesaat ruangan kantor seakan menggelap.

The Exorcist ✔️Where stories live. Discover now