Jungkook tetap pada pendiriannya. Ia masih enggan bergerak 1 inci pun dari tempatnya. Jimin mulai mendengus, ia mengerucutkan bibirnya lantas meletakkan kotak monopoli diatas meja.

"Jimin-ah, mianhae sepertinya Jungkook sedang tidak ingin keluar."kata Jiseo lembut.

"Tidak, dia harus keluar."paksa Jimin.

"Kalau aku mau keluar, kau mau memberiku apa?"tanya Jungkook.

"Disebelah sana ada toko yang baru buka, aku akan membelikan sesuatu untukmu."jawab Jimin.

"Apa?"

"Apapun."

"Jim-"

"Tidak apa-apa, Noona. Lagipula jika dia berada dikamar terus dia terlihat seperti kelinci yang terus bergantung pada induknya."potong Jimin.

"Baiklah, aku ikut."

Jungkook akhirnya melepaskan pelukannya pada Jiseo. Ia mengambil sweater yang diambilkan Jimin lalu memakainya kemudian turun dari ranjang.

"Hati-hati."lirih Jiseo.

"Aku akan menjaganya, Noona."kata Jimin.

"Jangan terlalu lama, Jimin-ah."pinta Jiseo.

"Iya, aku menitipkan monopoliku disini."kata Jimin sambil menunjuk kotak monopoli di meja.

Jiseo mengangguk, tangan Jungkook yang masih terus menaut pada tangan Jiseo pun perlahan ia lepaskan. Sebenarnya Jungkook juga ingin mengajak Jiseo, tapi sepertinya Jimin adalah orang yang dapat dipercaya.

Jimin dan Jungkook berjalan keluar rumah sakit. Jungkook yang mengekor di belakang Jimin sesekali duduk karena tidak tahan berdiri terlalu lama, kepalanya pusing dan jalanan seperti terbelah menjadi 2. Untung saja Jimin mengerti, ia duduk di samping Jungkook dan bercerita banyak hal sambil menunggu Jungkook untuk siap berjalan lagi.

Tiba-tiba, Jungkook hampir saja terjatuh karena langkahnya yang salah. Jimin yang berada di depannya segera membantu Jungkook agar ia tidak benar-benar terjatuh dan melukai dirinya.

"Perhatikan langkahmu, Jeon."kata Jimin.

Jungkook hanya mengangguk, dengan hati-hati ia kembali melangkah. Kepalanya terasa berkunang-kunang dan berkali-kali ia hampir pingsan. Namun, jika ia jatuh disini, ia akan merepotkan Jimin dan membuatnya merasa bersalah. Maka dari itu, Jungkook terus berusaha agar dirinya tidak limbung saat itu juga. Jimin yang sadar akan hal itu berjalan mundur sambil memperhatikan Jungkook, ia sendiri sebenarnya takut mengajak seorang pasien kanker otak untuk berjalan keluar dari rumah sakit. Tapi disisi lain, Jimin merasa kasihan pada Jungkook yang ia lihat setiap hari harus merasakan pemeriksaan yang ia tau sangat berat. Pernah Jimin melihat Jungkook menangis saat chemotherapy beberapa hari yang lalu, namun saat itu Jimin sendiri tidak bisa berbuat apapun karena ia sedang buru-buru.

Sesampainya di sebuah toko tidak jauh dari rumah sakit, mereka memilih beberapa barang yang dijual disana.

"Pilihlah!"pinta Jimin pada Jungkook.

"Kau benar-benar ingin memberikanku sesuatu?"tanya Jungkook.

"Iya, lagipula sebentar lagi aku akan keluar dari rumah sakit."jawab Jimin.

Jungkook hanya ber oh ria saja, namun terlihat jelas gurat-gurat sedih di wajahnya.

"Kenapa?apa kau akan merindukanku?"tanya Jimin.

"Ti-tidak."jawab Jungkook.

"Aku harus kembali ke sekolah, Jeon."kata Jimin.

"Sekolah??"Jungkook nampak tertarik.

"Iya, apakah kau sekolah juga?"tanya Jimin.

Jungkook menggeleng."Noona tidak mengizinkannya."jawab Jungkook.

"Sayang sekali, padahal sekolah itu menyenangkan. Kau bisa mendapatkan banyak teman disana."kata Jimin. Pemuda itu mengambil lolipop di dalam toples lalu memakannya.

"Teman?"

Jimin menoleh, ia menatap Jungkook tidak percaya."Apakah kau punya teman selain kakakmu?"tanya Jimin.

"Seokjin hyung."jawab Jungkook.

"Seokjin-"

"Nae noona namjachingu."potong Jungkook.

"Aish jinjja!"Jimin pun berkacak pinggang, kemudian ia mengambil satu lolipop lagi untuk diberikan pada Jungkook.

"Untuk apa?"tanya Jungkook.

"Sebagai tanda kalau aku akan jadi temanmu."jawab Jimin.

"Benarkah?"tanya Jungkook. Ia menerima lolipop dari Jimin lalu memakannya.

"Hmm, sepulang sekolah aku akan mengunjungimu disini."jawab Jimin.

"Kau tidak membohongiku?"tanya Jungkook.

"Tidak, kau boleh memukulku jika aku membohongimu."jawab Jimin.

Jungkook tersenyum manis, wajahnya nampak lebih senang sekarang.

"Kajja, kau mau pilih apa?"tanya Jimin.

"Em!"

Jungkook mengambil satu buah gantungan kunci acrilic dengan gambar kucing 3 warna lalu menunjukkan pada Jimin.

"Kalau begitu aku yang ini."kata Jimin. Ia tidak kalah mengambil gantungan gambar kepala kelinci lucu.

Setelah Jimin membayar kedua gantungan tersebut, mereka keluar toko dan kembali ke rumah sakit.

"Gomawo."kata Jungkook.

"Untuk apa?"tanya Jimin.

"Sudah memberikanku ini."jawab Jungkook sambil menunjukkan gantungan kuncinya.

"Ah, tidak masalah. Seharusnya aku yang berterima kasih padamu."kata Jimin.

"Aku?"

"Hmm ... karena kau sudah mau menjadi temanku."jawab Jimin.

"Ha??"

Kepala Jimin tiba-tiba menunduk, wajahnya nampak sedih namun ia berusaha menyembunyikannya.

"Waeyo?"tanya Jungkook.

"Ah, ayo masuk. Jiseo Noona akan khawatir jika kau terlalu lama diluar."jawab Jimin sambil mendorong tubuh Jungkook masuk ke dalam kamarnya.

"Kalian sudah kembali?"tanya Jiseo yang terlihat sibuk dengan laptop di hadapannya.

"Em!"

Jimin mengangguk semangat, sementara Jungkook terlihat curiga dengan temannya itu.

"Noona, aku harus kembali ke kamar."kata Jimin.

"Iya, terima kasih Jimin-ah."kata Jiseo.

"Sama-sama."Jimin membungkukkan sedikit badannya lalu pergi.

"Kookie?"

Jiseo heran dengan Jungkook yang terus menatap Jimin sampai hilang di balik pintu.

"Noona, apakah sekolah itu menyenangkan?"tanya Jungkook.

"Apakah Jimin bercerita soal sekolah padamu?"Jiseo balik bertanya.

"Iya."jawab Jungkook.

Jiseo mendengus, ia membuang nafasnya. Sementara Jungkook melangkahkan kakinya ke sofa dimana Jiseo sedang berkutat dengan tugasnya.

"Noona, aku ingin kembali ke sekolah."pinta Jungkook.

To Be Continued ...
Sorry ya guys kalo story diatas agak aneh dan nyimpang dari judul :') kritik dan saran sangat aku perlukan hehe kalian mau cerita ini tetep sad atau happy?
Komen ya 👉
Btw guys, kalo aku open Question di Book Gloomy kalian mau baca ngga?

 전 형제 [JEON SIBLING] × Jungkook [√] [DICETAK]Where stories live. Discover now