Ombak Mulai Singgah

714 67 13
                                    

Nyokk! Di vote dl sblm baca. 

.

.

Siang itu usai menjemput duo jagoan cilik, Fay dan Gio makan siang bersama dengan Davi dan Ivan. Tentu saja di restoran keluarga favorit duo bocah itu. 

Fay duduk di sebelah Gio. Mereka sengaja memilih tempat agak di pojokan. Gio berkali-kali melirik galak ke Fay yang malah memasang wajah datar. Bahkan seolah bertanya-tanya. 

"Kenapa, Gio?" tanya Fay penuh dengan aura tanpa dosa. Saat itu Davi dan Ivan sedang main di wahana kecil di area resto. 

"Masih tanya kenapa?" jawab Gio judes setengah berbisik. "Tanya sama tanganmu yang seenaknya kelayapan!" 

Fay menoleh ke belakang Gio. Tampak tangan kanannya sedang asik mengelus-elus bokong Gio, walau bagian atasnya saja. "Memangnya ada yang salah dengan tanganku, Gio?" Fay masih pasang tampang sok serius. 

"Fay! Ini tempat umum!" Gio berbisik keras. Bayangkan saja suaranya. 

"Kalau private place, kau mau?"

"Bukan begitu juga!"

"Kalau begitu ayo kita ke rest-room di sini."

"Fay!" Gio memamerkan wajah antara frustasi dan menyerah. "Hgh... ngomong sama kamu itu memang gak bisa menang, yah!"

"Makanya buruan menikah denganku. Siapa tau nanti kau akan sering kumenangkan." Fay mengganti posisi tangannya, menjadi di paha Gio. Pria mungil itu pun melotot. 

"Fay! Jangan di situ!" Gio panik sembari melihat sekeliling, berharap tak ada satupun manusia menyadari tingkah Fay saat ini pada dirinya. Jadi kalau bukan manusia, kau tidak malu, Gio?

"Kenapa aku serba disalahkan, sih? Kau ini maunya aku menyentuh bokongmu atau pahamu?" Fay masih saja bersilat lidah. Kini ia menemukan hobi baru--menggoda Gio dengan berbagai cara. 

Gio sudah akan menyemburkan protesan tapi mendadak urung karena pesanan sudah datang bersama pramuniaganya. Tentu saja. Memangnya makanan itu akan terbang menuju meja mereka?

Fay terpaksa menarik tangannya. Sedangkan Gio beranjak dari tempat duduk untuk memanggil para jagoan cilik agar makan siang dulu. 

Keempatnya pun makan dengan suasana damai diselingi celotehan ringan Davi dan Ivan seperti biasanya. 

"Fay?" Ada suara di dekat mereka. 

Yang dipanggil sontak saja menoleh. Perempuan usia sekitar akhir 20. Pakaiannya minidress ketat warna putih dengan aksen hitam di beberapa area. 

"Lena?" Fay mengernyit. 

"Iya!" Perempuan yang dipanggil Lena itu pun meremas lengan Fay beserta wajah sumringah. Ia segera menggeret kursi kosong untuk di bawa ke sebelah Fay. "Udah berapa tahun kita gak ketemu, yah?" 

"Entah. Gak ngitung." Fay malah menjawab singkat. Agak malas juga. 

Lena melirik ke Davi dan Ivan. "Itu mereka anak-anak kamu?" tunjuk Lena ke duo bocah yang sedang lahap memakan ayam gorengnya. 

"Yang ini anakku, Davi." Fay menggusak rambut atas Davi. "Yang satunya anak Gio, sahabatku." Ganti Gio yang ditunjuk. 

Lena pasang senyum manis. "Halo, ganteng cilik. Kenalan, dong. Nama kakak... Lena." Gadis itu mengulurkan tangan ke arah Davi. 

Davi memandang heran. "Bukannya tadi Daddy udah kasi tau namaku?" 

Betapa lugunya. Fay sampai susah payah menahan gelak tawanya. Ia melirik ke Gio. Yang dilirik bertingkah sibuk sendiri, entah itu menyuwirkan ayam untuk Ivan dan Davi, atau pun menyuapkan makanan ke mulutnya sendiri. 

Masih Engkau #WattPrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang