11 : Kelayakan :

86K 9.6K 1.2K
                                    


3,6k words. unedited.

mana suaranya yang zbl nan kzl di chapter lalu sama Maz Bar???

-;-

-;-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


11

: k e l a y a k a n :



"Jadi, gimana sama si Bara? Makin mantap?"

Mendengar pertanyaan itu, Leia teralih sejenak dari Banyu, anak Radhia yang sedang tidur dalam boks bayi. Jemarinya spontan menyentuh bros matahari yang tersemat untuk kerudungnya. Bibirnya mengembangkan senyum hangat. "Iya," jawab Leia, menoleh ke arah Radhia. "Aku makin ngerasa yakin kalau Kak Bara itu worth it."

"Udah sama visi-misi kalian?"

"Hmm... aku belum sampai situ sih, Rad. Tapi, sejauh ini lumayan mirip-mirip. Nanti, aku ngobrol-ngobrol lagi sama Kak Bara."

Radhia bergumam, lantas mengajak Leia keluar dari kamar Banyu ke ruang tamu. Di sana, sudah terdapat teh yang dibuat oleh Radhia untuk Leia. Mereka lalu duduk di sofa ganda.

"Rad, aku penasaran," ujar Leia, meletakkan bantal kecil di pangkuannya. "Kamu dulu nembak Kak Erwan gimana, Rad? Kenapa dia bisa sampai nggak ilfeel sama kamu gitu?"

"Mau tanya Erwan langsung?" tanya Radhia dengan cengiran.

"Eh, nggak apa-apa?"

"Nggak apa-apa." Radhia melongok ke arah beranda. "Wan! Masuk, dong. Leia mau tanya-tanya, nih!" serunya, memanggil suaminya yang sedang duduk di beranda. Rumah Radhia memang tidak terlalu luas, dan ruang tamu dengan teras hanya terpisah oleh pintu yang kini sedang terbuka lebar untuk memberi jalan bagi angin masuk. Suasana pagi hari menjelang siang di luar rumah memang mulai terasa panas, tetapi angin yang bertiup sepoi membuat udara dalam rumah terasa lebih sejuk.

Dari balik jendela yang hanya tertutup vitrase, Leia dapat melihat Erwan yang menutup koran, lalu beranjak dari kursi dan berjalan memsuki ruang tamu. Lelaki dengan tindik di telinga itu duduk di salah satu sofa tunggal, lantas bertanya, "Lo mau nanya apa, Lei?"

"Itu, dia mau nanya tentang pas dulu pedekate kita," ujar Radhia sambil menyengir.

"Oh. Mau nanya gimana pedekatenya?" Erwan tertawa.

Leia mengangguk. "Pas Radhia nembak, Kak Erwan nggak merasa ilfeel gitu, ya?"

Erwan mendengus dengan senyuman. "Enggaklah. Kenapa juga harus ilfeel?"

"Hm... soalnya, selama ini yang kutahu, cowok itu biasanya ilfeel kalau cewek duluan yang gerak, atau yang nembak duluan."

Jemari Erwan menopang dagunya seraya dia berpikir. "Iya, Lei, memang ada laki-laki kayak gitu," ujar Erwan. "Tapi, kalau yang gue yakinin ya, gue justru sama sekali nggak masalah kalau cewek gerak duluan. Soalnya, jujur, gue bukan cowok peka dan nggak tahu cewek tuh sebenernya maunya apa. Kadang mereka maunya A, tapi di mulut malah bilang Z. Gue bingung." Erwan tertawa. "Makanya, cewek gerak duluan malah kadang jadi bikin segalanya lebih jelas gitu. Karena gue nggak selalu bisa nangkep 'kode' dari mereka."

Afirmasi | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang