5. PRETEND?

15.4K 694 23
                                    


"Kamu sudah menikah. Jangan mengganggu aku lagi, Clara." Russel menepis tangan Clara yang mencoba menggapainya. Tapi wanita itu tidak menyerah begitu saja. Segala upaya dicobanya agar Russel kembali menatapnya.

"Russel Zander, you know that this is not what i want."  

Russel menggeram dalam hati. Dia sama sekali tidak suka ketika melihat Clara menangis karenanya. Sialan. Tangis wanita itu adalah salah satu kelemahannya. Pria itu menghembuskan napas berat dan mengusap air mata itu dengan jemarinya. "Kamu memiliki pilihan. Dia atau aku dan kamu memilihnya, Clara. Hubungan kita sudah selesai." Russel menjauh, menatap nanar pada wanita yang pernah menghiasai hidupnya lima tahun terakhir.

"Aku dipaksa, Russ. Jangan lakukan ini padaku. Pernikahan ini... Aku tidak menginginkannya." Clara kembali memohon. Mengalungkan kedua tangannya di leher Russel. "Kamu tahu aku mencintaimu." lanjutnya. Kepalanya mendongak ke atas untuk menatap mata Russel.

"We're done, Clara. Valerina sedang menungguku di dalam sana." Russel tersenyum pahit hendak pergi. Namun secepatnya Clara berjinjit dan mencium bibir Russel penuh emosi. Menuangkan seluruh perasaannya dalam ciuman itu. Ciuman yang menuntut, membuat Russel terlena. Sialan. Pria itu mati-matian menahan gejolak untuk mendekap tubuh Clara dan membalasnya seperti bagaimana yang dilakukan wanita itu.

"Hentikan, Clara. Sudah tidak ada lagi kita." Russel menarik wajahnya menjauh. Tapi dengan keras kepala Clara menahannya dan tetap melumat bibir Russel hingga pria itu tak memiliki pilihan lain untuk menuruti kemauannya. Sialan. Dia memang masih mencintai wanita ini.

*

Valerina duduk dengan murung di tengah pesta yang meriah ini. Dia merasa tertipu dan entah mengapa ia merasakan sakit hati ketika Russel memilih meninggalkannya untuk berbicara dengan Clara--tentu saja karena permintaan wanita itu.

Bukankah Russel dengan jelas mengatakan jika dia adalah kekasih pria itu? Sialan. Perasaan aneh ini membunuhnya. Matanya sama sekali tidak beralih dari dua mantan kekasih yang kini sedang berbicara di ruangan sebelah dengan serius. Terlihat bagaimana tangan Clara yang mencoba memegang bahu lebar Russel namun dengan segera di tepis oleh pria itu.

Vale tidak mengerti. Dia sama sekali tidak mengerti apa yang terjadi selain dimana Russel sedang menghadiri pesta pernikahan mantan kekasihnya dengan mengakui bahwa dirinya adalah kekasih pria itu. Tapi apa yang dilihatnya justru berbanding terbalik dengan apa yang ia bayangkan. Tadinya dia berpikir jika Russel memberi pernyataan itu hanya untuk membuat Clara cemburu. Tapi... Ketika dia melihat Russel yang dengan tergesa mendorong Clara ke dinding seraya melumat bibirnya.... Persetan.

Untuk apa dia memperhatikan hal menjijikan itu?! Vale mendengus dalam hati. Belum sepuluh menit Russel menciumnya, bibir pria itu kini sudah bersarang ke bibir mantan kekasihnya. Sialan. Dengan perasaan campur aduk, Vale berdiri dari duduknya dan mendekat ke meja untuk mengambil beberapa makanan yang mungkin bisa mengalihkan perhatiannya.

Dituangkannya wine ke dalam gelas berukiran mewah itu dan meneguknya hingga tandas. Arghh... Kalimat dimana Russel menyebutkan jika dia tidak perlu berpura-pura dan menggangap semuanya nyata entah mengapa mendorongnya untuk beranjak dari tempatnya dan menarik pundak Russel dengan kesal. Tatapan santainya terlihat. Bersikaplah seperti Valerina yang dulu. Percaya diri dan berkelas. Ucapan itu berputar di kepalanya.

"You're mine. Don't you remember? I'm sure you said that 10 minutes ago." aksen Italianya terdengar kental dan fasih. Bibirnya melukis senyum simpul. Sama sekali tidak berniat menatap wajah Clara yang ingin memprotes.

Russel yang kaget dengan tarikan itu pun seketika tersadar. Sialan. Dia kembali terhanyut dalam ciuman Clara. Demi Tuhan... Perasaannya pada wanita itu masih sama seperti dua minggu yang lalu dimana semuanya masih baik-baik saja.

"Sorry. You're married, don't you?" Vale dengan tajam menatap tak suka pada Clara yang sedang mengatur napasnya yang memburu. "He's your ex, right? Orang yang sudah menikah tidak akan mencium orang lain kecuali dia murahan." sindir Vale telak mengenai Clara. Ia melipat tangannya di depan dada. Menunggu balasan Clara--karena dilihat dari wajahnya, wanita itu jelas terlihat menahan amarah saat Vale mengucapkan kalimatnya.

Clara mendengus. "Kamu tidak tahu apapun. Jangan sok ikut campur," ucapnya sinis. Matanya juga tak kalah menatap tajam.

"Well, dia milikku sekarang," balas Vale dan langsung menggandeng lengan Russel posesif. "Kamu sudah bersuami, tolong jaga sikapmu. Jangan terlihat murahan." Vale tersenyum miring lalu menarik Russel untuk menjauh dari tempat itu. Sialan. Apa yang terjadi dengannya?

*

"Tolong katakan jika aku melakukannya dengan benar, Russ." Vale meraba detak jantungnya ketika mereka telah tiba di dalam mobil. "Aku minta maaf jika itu terlalu berlebihan--kamu menyuruhku untuk... Astaga! Maafkan aku Russ," Vale mengamit jemari besar milik Russel dengan rasa bersalah.

Entah kenapa dia sudah menjadi sangat nekat seperti tadi. Sialan. Mereka bahkan tidak sempat mengucapkan selamat untuk kedua pengantin baru itu. Setelah lama mengatur detak jantungnya, ditatapnya ekspresi Russel yang tertawa menanggapinya.

"Tidak perlu meminta maaf, Vee. Kamu melakukannya dengan benar." Russel melepas dasi dan jasnya. Membuang napas jenuh, pria itu berucap. "Aku akan membayarmu nanti. Jangan khawatir," lanjutnya datar. Russel memilih memejamkan matanya daripada menatap Vale yang raut wajahnya kini sudah berubah. Ekspresi sedih sangat jelas tercetak, ketika mengingat jika dia hanya bekerja sebagai kekasih pura-pura pria disampingnya.

"Semuanya akan berakhir besok. Right?" nada bicaranya berbeda. Intonasinya terdengar putus asa. Matanya ia alihkan untuk menatap jalanan Kota Milan yang bersih dan indah dengan arsitektur bangunan yang unik.

"Kamu sedih?"

Vale tersentak dengan pertanyaan itu. Benarkah? Sebegitu pekanya Russel dengan nada bicaranya? Vale kembali kaget ketika Russel mengambil jemarinya dan menyimpannya di dalam genggamannya. "Aku masih mencintainya, Vee. Lima tahun kita bersama dan dia memilih mengakhirinya dengan menikahi temanku sendiri. Tentu saja kamu tau betapa mirisnya hal itu bukan?"

Dia terlalu tinggi bermimpi. Tadinya dia berpikir jika Russel menyadari bagaimana perasaannya ketika hubungan pura-pura ini akan berakhir besok. Ternyata... Sialan. Pria itu malah berpikir jika Vale bersedih karena hubungannya dengan Clara.

"Kenapa tidak mempertahankannya?" pertanyaan itu dengan lancar terucap di bibir Vale tanpa dia pikir terlebih dulu.

Russel tersenyum miris. "Dia menghindar dengan pergi tanpa jejak. Ketika bertemu kembali, dia hanya memberi undangan pernikahannya."

"Aku membawamu karena dia tidak menyukai ada yang lebih selain dirinya. Lebih tepatnya kamu yang dulu. Percaya diri dan berkelas. Clara benci tipe wanita seperti itu. Katanya mereka akan menjadi saingan terberatnya," Jelas Russel sambil menerawang. Genggamannya di tangan Valerina telah terlepas membuatnya merasa... kecewa?

"Well... Aku mengerti maksudmu. Kamu mengajakku, agar dia cemburu. Setelah dia cemburu, kamu akan mendapatkannya kembali." Vale mengambil kesimpulan. Bibirnya melukis senyum meski tidak terlalu lebar.

"Aku suka cara pikirmu," kata Russel sambil menatap Vale. Giginya terlihat ketika tersenyum dan detak jantung Vale kembali sulit untuk dikontrol.

Vale berdehem untuk menormalkan jantungnya sendiri dan memberi pernyataan yang mungkin bisa membuat Russel berhenti mengejar Clara. "Tapi kamu tak bisa melupakan fakta, Russ. Dia sudah menikah."

Russel tetaplah Russel. Pria yang selalu bisa membuatnya melambung jauh tinggi ke langit dan juga menariknya kembali ke bumi. Hatinya kembali mencelos saat Russel membalas, "Kamu yang melupakan fakta, Vee. Hanya aku pria yang dia cintai."

TBC

***

Note :  Fyi, part selanjutnya akan di privat dan hanya bisa dibaca oleh followers karena mengandung unsur dewasa. 

Love by, Ann

HIDDEN TRUTH [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang