25. Breaking In

3.9K 833 157
                                    

26 Oktober, seminggu setelah Wynn keluar dari rumah sakit.

Wynn's update : Segala macam tes secara umum menunjukkan prognosis yang tidak bagus. Sel kanker sudah berkembang lagi dan perlu dikendalikan segera sebelum memengaruhi saraf-saraf motorik dan proses kognisi otak. Sebetulnya Wynn tampak segar dan ceria, tapi Bang Enver bilang, jangan tertipu keadaan permukaan, karena di dalam sana, sel-sel demon itu tidak berhenti membelah diri. Dan waktu berdetik maju tanpa jeda. Paling lambat pertengahan November, Wynn harus menjalani operasi, radiasi, dan kemoterapi. Kurang dari sebulan lagi. Dear God, the news hit me hard.

Hya's update : Hmm ... sepertinya Hya tidak punya masalah pribadi yang serius. Dari interaksi kami, juga dari catatan harian, masalah Hya hanya seputar perlakuan teman-teman cewek yang cemburu, rese. Atau cowok-cowok yang naksir. Hya tidak ambil pusing. Prestasi di sekolah oke. Kegiatan di luar sekolah lancar. Perhatiannya penuh pada Wynn, aku, dan Neru. Nama terakhir ini ada di luar lingkaran. Tapi lama-lama masuk dalam percakapan, dan sesekali hadir pula orangnya di antara kami. Sebetulnya, cowok itu cukup tahu diri. Bergabung sebentar saja untuk beramah tamah dengan Wynn dan aku, nyaris seperti serah terima Hya saja. Lalu pamit setelah yakin kami akan menjaga Hya. Tapi justru karena itu aku semakin bingung menghadapinya. What can I say? Pertama, aku berutang budi pada Paman Kelima. Kedua, Hya sangat peduli dengan Neru. Ketiga, ah ... aku juga bingung kenapa aku mempermasalahkannya.

My update : Pelacakan Mum masih buntu. Paman Kelima nekat menghubungi sebanyak mungkin Marlyn Clarke yang tinggal di London, tetapi baru dua puluhan yang merespons, semuanya BUKAN Mum. Kurang data. Gara-gara Mama Olive gagal mendapatkan data dari pengacara. Ketahuan Dad katanya. Huh, sekali enggak bisa diandalkan, tetap enggak bisa diandalkan. Dad tetap sekeras karang, barangkali cuma terjangan ombak ratusan tahun yang bisa mengikis pendiriannya. Dan aku enggak punya ratusan tahun.

Oh ya, Dad sedang ada di sini sekarang. Mampir di sela-sela agenda seminarnya di Bandung, kemudian memutuskan menginap. Walau bagi Nana dan aku, enggak ada bedanya dengan dia bermalam di hotel. Dad menenggelamkan diri di antara buku-buku dan laptop terbuka di meja makan. Bahasa tubuhnya jelas: Jangan ganggu aku.

Nana memilih tidur. Aku pun masuk kamar setelah menjawab pertanyaan rutin Dad tentang sekolah. Oh ya, tentu saja aku bertanya balik. Tentang Mum. Tapi kamu bisa menebak jawaban Dad kalau membaca curhat yang kutulis di WMHS. Penuh kecoak tengil, jamur panuan, kerupuk tengik, oncom busuk, kadal kisut, babon ubanan, dan badak keriput.

Aku menulis tanpa memikirkan reaksi Wynn dan Hya. Baru berhenti setelah perbendaharaan umpatan di benakku terkuras. Begitu saja, aku beralih topik tentang debutku di panti wreda sore tadi. Kiss the Rain lancar kumainkan untuk para lansia. Wynn sampai memberiku standing ovation, tampak bangga, dan bilang mau mengajariku melodi kedua. Lagu apa saja pilihanku.

Gerakan bolpenku terhenti. Implikasi kata-kata Wynn baru terpikirkan sekarang dan membuatku terharu. Semangat hidup Wynn masih ada. Paling tidak, ia yakin bertahan untuk tiga bulan ke depan. Karena perlu selama itu untuk mengajariku memainkan satu lagu sampai terampil benar. Namun bersamaan itu, muncul pula rasa jeri. Bagaimana kalau itu dijadikan target terakhirnya?

Tidak. Akan kucari melodi panjang dan rumit, biar perlu waktu lebih lama untuk dikuasai. Tapi Wynn pasti tahu aku mengulur waktu. Bagaimana dengan deadline ulang tahun seseorang di tahun depan? Bilang saja aku ingin mempersembahkan melodi itu untuknya. Alasan masuk akal, kan?

Ya, ide bagus! Tapi ulang tahun siapa? Bukan Nana, karena ultahnya bulan depan. Bukan juga keluargaku yang lain, karena tidak ada yang istimewa. Hya. Lebih masuk akal. Tapi kapan ulang tahunnya?

Write Me His Story (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang