Halaman Keenam

Start bij het begin
                                    

Geram tak dapat pembelaan, bocah pindahan itu menyenggol lengan Jimin, menuntut entah apa "Serius Bu ... aduh kau bicara dong! Aku tidak salah apa-apa 'kan?"

Jimin spontan menggelengkan kepala kepalang imut dengan wajahnya yang sudah merah sempurna, menangis itu melelahkan kalau kau mau tahu.

"T-tadi aku hanya tersandung polisi tidur, Bi."

"Tuh 'kan!"

"Syukurlah. Ibu pikir kau buat ulah macam-macam lagi. Taehyung-ah, ajak temanmu berkunjung ke rumah?"

"Kami belum berteman." Taehyung merengut imut.

"Kalau begitu ajak dia berteman, dong?" Kalimat persuasif sang ibu membuat si bocah pindahan mengangguk kegirangan,

"Hu-uhm! Halo, aku Taehyung, namamu?"

"J-jimin."

"Oke Jimin, mulai sekarang kau jadi temanku ya!"

Kemudian hari itu berubah jadi hari yang luar biasa panjang, berkenalan perkara hal konyol hingga akhirnya bermain bersama bak koboi hingga lewat petang. Aroma rumah Taehyung itu enak dan menenangkan. Padu padan harum vanila yang manis dengan lemon-persik yang menyegarkan tak pernah sekalipun jadi perpaduan dalam bayangan sebelumnya. Interiornya apik, sederhana namun tak menutupi kesan elegan yang pastinya mahal. Anak umur delapan tahun mana mengerti jauh sih tentang interior? yang jelas, rumah Taehyung itu jauh lebih bagus dari rumahnya.

Jimin rasanya tak mau pulang walau ibunya sudah dua kali datang menjemput. Ia sudah terlampau nyaman dengan betapa ramah sambutan keluarga kawan barunya itu. Keluarga Kim itu sangat baik, ia dipinjamkan baju ganti, diberi makan siang dan sore yang lezat-lezat pula. Tapi, ada satu hal yang membuat Jimin tak nyaman, yaitu tatapan mata anak sulung keluarga Kim yakni Kim Daehyun, abang kandung Taehyung. Dari yang Jimin tahu, Daehyun itu berjarak tujuh tahun lebih tua dari Taehyung, dia sudah berada di sekolah menengah pertama saat saat itu. Daehyun itu terlalu dekat dengan Taehyung, bukan-bukan, adik dan kakak memang sudah sewajarnya dekat. Tapi, untuk kasus yang satu ini, ia yakin betul bahwa mereka benar-benar terlalu dekat sampai rasanya Jimin merasa tak nyaman.

Daehyun terlihat posesif sekali pula Taehyung yang tunjukkan gelagat tak nyaman yang  berujung menghindar dari sang kakak beberapa kali. Tak jarang pula Jimin yang dapat tatapan tajam dari si sulung dari keluarga Kim saat ia dan Taehyung sedang asik bermain berdua. Jimin memang tak mengerti apa-apa. Tapi, untuk ukuran bocah delapan tahun, ia sudah paham betul bahwa ada yang salah dengan sikap abang kandung kawan barunya itu.

06

Kepala Taehyung tiba-tiba terasa sakit sekali tepat saat ia sampai di parkiran sekolah jam setengah enam sore, entah karena saking pusingnya atau bagaimana, sampai-sampai ia juga merasa mual luar biasa. Terhitung sudah dua kali isi perut yang tadi pagi hanya diisi dengan kopi dan sereal jagung susu ia muntahkan, hingga pada muntahan berikutnya hanya cairan empedu yang kuning dan pahit saja yang bisa ia keluarkan, rasanya lemas sekali.

Tujuan utama kemari sebenarnya adalah untuk menyusul Yoongi. Kata bibi Min, abang kelasnya yang satu itu belum pulang karena rapat kepengurusan. Ia memilih bersandar pada roda mobil untuk beberapa saat sembari meluruskan kakinya supaya lebih rileks dan tak menekan bagian perut.

Pelipis juga ia pijat beberapa kali dengan harapan sakit kepala bisa hilang. Setelah lima menit, rasa sakit dan mualnya mulai mereda. Perlahan, Taehyung pun berdiri. Merapikan penampilan lalu berkumur-kumur dengan air soda yang ia simpan di dalam mobilnya supaya bau bekas muntah tak tercium lagi oleh indera siapapun, kemudian satu strip permen karet aroma menthol ia masukkan dalam mulut dan mulai dikunyah berkali-kali. Dirasa siap, ia melangkah masuk ke dalam dan langsung menuju ruang kepengurusan.


Brotherhood ✔ [Masih dalam proses perevisian]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu