Behind Her 5

8 0 0
                                    

Sudah 2 bulan Yosi menetap di apartement milik Gilang-suaminya- , ia betah selama Gilang tidak menampakkan diri, hidup dengan Kaila memang sangat menyenangkan.

2 bulan lebih dekat dengan anaknya itu, ia merasa bahwa sifat Kaila persis dengan ayahnya. Dimana ia tak pernah berbicara hal yang terpaut dengan hatinya. Mereka berdua rapuh akan hal itu. Mereka berdua sama-sama menunjukkan semua hal tampak baik, namun tidak benar-benar menerima keadaan.

Kemarin saat ia menjemput Kaila, Yosi mengajaknya ke area taman bermain, namun berbeda dengan anak kecil yang lain, Kaila tampak membenci hal itu. Yosi membujuknya untuk bermain sesuka hati, namun yang Kaila katakan membuat hati Yosi tersayat, "Ibu benci tempat ini. Kaila pernah dimarahin Ibu, dan jadinya Kaila terbiasa untuk gak ke tempat kayak gini lagi. Bunda, kita pergi  ke tempat lain aja yuk."

Namun mencari solusi untuk kemarahan yang mendarah daging itu sulit. Bahkan Gilang akan menyiapkan amunisi untuk memulai pertengkaran kalau jarak mereka berdekatan. Seperti kejadian kemarin pagi, yang membuat Gilang belum pulang hingga larut malam seperti ini. Yosi hanya ingin bapak dan anak itu duduk akur saling mengungkapkan perasaan masing-masing. Yang satu seperti anak kecil padahal umurnya sudah tua, dan satu lagi seperti orang dewasa padahal baru duduk dibangku kelas 2 sekolah dasar.

"Bundaaaa" ucap Kaila manja.

Yosi tersenyum melihat tingkah anaknya yang satu ini, "Kenapa sayanggg? Sini duduk deket Bunda."

Kaila pun menurut, namun bibir terus mengkerucut. "Aku mau adik bun. Habis tadi denger cerita Anin seru banget. Kata dia sih ada bagian ngeselinnya kalau main sama adik, tapi kata dia juga kasih susu aja pasti adiknya baik lagi. Emang adik itu datengnya darimana, Bun?"

Tiba-tiba kepala Yosi pening. "Ahh..." ucapnya sambil garuk tengkuk yang tidak gatal, "Coba kamu bilang sama Ayah dulu.Gimana?"

"Ihh kok jadi ngomongin Ayah. Yosi nggak mau. Ayah itu jahat, Bunn.!" Geramnya.

Yosi mengelus kepala Kaila, "Nggak boleh gitu. Kalau jahat, kenapa dia masih mau nyekolahin kamu? Terus kalau Ayah juga nggak sayang kenapa dia ngasih apartement ini ke Kaila? Bisa ajakan Kaila jadi anak yang dijalanan itu? Hayoo, nggak boleh gitu sama Ayah."

"Iya sih iya. Tapi Ayah selalu teriakkan? Selalu aja marah-marah! Nggak pernah tuh ngajak Kaila jalan! Terus sekarang mana? Nggak ada kan disini!" Ucapnya menggebu-gebu, namun air matanya pun jatuh juga.

"Aduhh, anak Bunda jadi nangis kok. Cep..cep..cep," Yosi pun memeluk anaknya, "Kaila tahu nggak?"

"Hmm."

"Kaila juga jahat sama Ayah. Coba gimana caranya Ayah bisa tahu keinginan Kaila kalau kamu sendiri nggak pernah bilang? Mana Ayah tahu kalau kamu nggak suka cara Ayah sayang sama Kaila."

"Kok jadi aku sih, Bunn." Ucapnya merajuk.

Yosi menatap mata Kaila. "Bener nggak tapi?"

"Iya sihhh."

"Berarti kalau ada Ayah, kamu harus ngomong yaaa. Hayoo kan udah diajarin juga sama Bu guru, nggak boleh bersikap nggak sopan sama orang tua."

"Tapi Kaila takut."

"Kenapa?"

"Ayah suka nangis kalau lagi ngomong sama Kaila."

Yosi terpana akan hal baru ini. Sampai segitunya kah lubang itu terus menggerogoti keduanya? Mengapa perpisahan membuat jarak diantara mereka yang sama-sama masih ingin berjuang? Apakah perceraian mereka nanti akan membuat lubang itu semakin membesar?
Yosi nggak boleh lemah. Seiring berjalannya waktu hati yang lemah akan kuat, seperti dia sekarang.

**

Gilang mengatur napas. Sudah ada 8 menit yang lalu dia diam didekat pintu apartement, dengan jelas dia mendengar perkataan anaknya. Yang terakhir cukup membuat dirinya sadar, sebegitu takutnya Kaila dengan air mata yang keluar dari matanya?

Gilang menatap jam tangan dilengan kanannya, waktu menunjukkan pukul 21.00 dan ia melihat Yosi membawa Kaila ke kamar. Gilang pun meremas rambutnya, apakah semuanya masih bisa diperbaiki?

Sepuluh menit kemudian Yosi baru keluar dari kamar Kaila, berarti anaknya itu sudah tertidur. Dengan hati-hati Gilang menuju pantry, namun tetap saja Yosi melihat keberadannya.

"Kamu?!" Ucapnya terkejut. "Kamu masih tau ucapan salam kan? Ya Allah aku kira maling!"

Gilang tak hiraukan ucapan istrinya, dia butuh air dingin untuk menetralkan hati. Yosi pun mengikuti Gilang untuk duduk didekat pantry.

"Kaila lusa ada acara keluarga dari sekolah. Katanya hanya untuk Ayah dan anak."

"Alah. Bisanya kamu aja itu."

Yosi menahan tangannya untuk nggak menonjok orang disampingnya!

"Kamu liat tanggalan gak sih? Lusa tuh hari Ayah."

Gilang menatapnya bingung, "sejak kapan ada?"

Yosi tergugu dibuatnya. Ini orang pasti cuman tahu soal dana investasi dan jadwal deadline, selain itu nihil isi otaknya.

"Huf. Pokoknya kamu harus ikut. Kosongin jadwal. Soalnya acaranya udah aku bayar pakai uangku."

"Emang uang yang dari saya sudah habis?"

"Belum pernah saya pakai malahan."

"Kenapa? Kurang?"

"Haha. LUCU. Aku punya restoran Gilang muzammil Arafah! Sahamku juga banyak!"

"Lalu?"

"Bukannya kamu akan menagihnya kalau kita cerai nanti?"

"Sok tahu kayak dukun!" Ucap Gilang kesal meninggalkan Yosi yan menatapnya bingung.

Dia kesal soal duit yang ditagih atau soal cerai?, pikir Yosi hati-hati. Yosi pun membuat minyak bawang, tadi ada memar dipelipis Gilang, Yosi yakin suaminya itu memang suka membuat orang ingin memukulnya.

"YA!" Teriak Gilang ketika Yosi muncul tiba-tiba di kamar.

Yosi pun terkejut dan langsung menutup matanya. "Ha..harusnya kamu bilang dong kalau emang ganti baju!"

Gilang mendengus, "Bilang saja kamu sudah tidak tahan untuk tidak melihatnya!"

Yosi geram. Emang sebagus apa tubuhnya?! Umur sudah 38 tahun, pasti kulitnya pun sudah meluruh!

"Sudah buka matamu. Pasti juga kamu mengintip!"

Yosi pun mendekat kearah Gilang, dan mendapat jitakan ketika mencoba duduk disamping suaminya itu.

"Ya! Kamu tidur disofa!"

"Yeee siapa yang mau satu kasur! Ini nih buat luka kamu! Su'udzon aja, kelamaan jadi single parent sih."

"Baunya aja nggak enak gitu!"

Tanpa banyak bicara Yosi mengoles minyak ke pelipis Gilang. Sesekali memijitnya pelan membuat sang suami tak berhenti mengeluh.

"Kata Kaila dia ingin punya adik." Ucap Yosi bercanda.

Gilang menatap Yosi ngeri. "Gila."

"Aku cuman menyampaikan amanah, bukan berarti mau!" Semprotnya sambil menoyor kepala Gilang, dan langsung kabur keluar kamar.

Gilang hanya tergugu, seorang Gilang ditoyor kepalanya? Wah! Cari masalah.
.
.
***

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 01, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Peradaban CintaWhere stories live. Discover now