Chapter 4

2.1K 391 111
                                    

Wonwoo berangkat ke sekolah dengan sedikit tidak semangat. Lagi-lagi ia memimpikan buku bersampul biru itu. Membuat remaja manis itu berulang kali menghela nafasnya.

Bruk ...!

Ia terjatuh di koridor saat seseorang berlarian menabraknya. Tanpa meminta maaf, si pelaku justru kembali berlari. Mengabaikan Wonwoo yang terduduk dan meringis kesakitan. Ia terjatuh dengan siku menabrak dinding.

Tidak ingin menjadi bahan tontonan, ia langsung berdiri. Mengabaikan rasa sakit di sikunya. Karena baginya, rasa sakit sudah menjadi bagian dari hidupnya. Ia tidak pernah melewati satu hari pun tanpa rasa sakit.

Ia tersentak saat sesuatu terasa memukul dahinya. Jun berdiri di depannya dengan memegang jus yang dikemas dalam bentuk sachet.

"Ke-"

"Aku meminta kau meminumnya bukan bertanya," sela Jun yang membuat Wonwoo langsung mengatupkan bibirnya. Setelahnya, Jun membalikkan tubuhnya dan berlalu. Namun baru beberapa langkah, Jun kembali menghadap ke arahnya.

"Berjalan dengan wajah kusut juga bisa mengakibatkan terjatuh," ucap Jun sembari tersenyum. Tanpa menunggu jawaban Wonwoo, siswa tampan itu kembali melanjutkan langkahnya.

"Ada apa dengannya?" batin Wonwoo. Jus di tangannya ia masukkan ke saku blazer-nya. Ia memilih meminumnya di lain waktu.

Sebelum memasuki kelas, Wonwoo menuju lokernya. Ia harus mengambil buku yang selalu ia simpan di dalam loker. Dan tangan putih itu, membuka loker dengan tidak semangat.

Dan saat lokernya terbuka, mata sipitnya langsung membola. Nafasnya tertahan beberapa detik.

"I-Ini ... tidak mungkin," monolognya.

Dengan perlahan, tangannya yang bergetar terangkat. Mengambil sebuah benda asing yang berada di lokernya. Sebuah buku bersampul warna biru yang dua hari lalu ia lihat di toko buku.

"I-Ini untukku? Buku ini ... buku ini untukku?" tanyanya sembari membolik-balik buku di tangannya. Saat ia membaca kertas kecil yang terselip dan bertulis namanya, ia yakin buku itu memang untuknya.

Bibir tipisnya mengulas senyum. Liquid bening ikut menitik. Itu adalah tangis terbungkus bahagia. Wonwoo sampai membekap mulutnya agar isakannya tidak lepas. Ia tidak bermaksud bertindak berlebihan, hanya saja ia tidak bisa menahannya. Ia tidak mampu menahan kebahagiaan yang membuncah.

"Jadi ... ini benar-benar untukku?" monolognya lagi tanpa mampu menahan liquid bening itu. Meski ia tersenyum dengan sangat bahagianya, matanya semakin berair.

"Eomma ... aku bisa memilikinya eomma. Aku bisa memilikinya," ucapnya tanpa bisa menyembunyikan senyum bahagianya.

Tanpa Wonwoo tahu, seseorang tersenyum melihatnya dari kejauhan. Ia ikut tersenyum bahagia melihat senyum manis yang Wonwoo tunjukkan.

"Akhirnya kau menunjukkan senyum itu lagi," batinnya.

0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0

Sepulang sekolah, Wonwoo berlari dengan semangat. Ia tidak memedulikan nafasnya yang kian memendek. Yang ia tahu, ia harus cepat sampai di rumah. Membagikan kabar gembira dengan sang ibu dan Euna.

Wonwoo memilih memasuki rumah dari pintu belakang. Dan seperti dugaannya, Euna dan sang ibu sedang berada di belakang. Ke dua wanita itu sedang mengeluarkan belanjaan dari kantung plastik.

"Eomma ... Eomma aku ingin menunjukkan sesuatu," ucap Wonwoo girang sembari mendekati ibunya.

"Ya Tuhan Wonwoo-ya, kau mengejutkan eomma, Nak." Wonwoo hanya memberikan cengirannya menanggapi teguran itu. Ia duduk di lantai bersama Euna dan ibunya.

Tree of PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang