Titik Terang

3.8K 279 52
                                    

Aku tak tahu kenapa tiba-tiba Devan mengajakku pergi dari tempat ini. Saat ini aku masih belum tahu siapa yang baru saja menghubunginya.

Aku melihat Devan menghubungi Joe menggunakan ponsel yang lain, karena ponsel yang sering ia gunakan sudah hancur berkeping-keping.

Devan meminta Joe untuk datang ke apartemennya. Setelah selesai menghubungi Joe, ia menggandengku menuju ke mobilnya.

"Ada apa sebenarnya, Dev?" tanyaku saat kami sudah berada di dalam mobil.

"Tidak apa-apa, sayang. Aku jelaskan nanti ya, saat ini aku benar-benar lelah," ucap Devan sambil menyenderkan kepalanya di pundakku.

Aku hanya diam. Sesekali Devan mengecup punggung tanganku yang berada di genggamannya.

"Apa nanti kamu akan menjelaskan semua padaku?" tanyaku ragu.

"Iya, tentu aku akan menjelaskan padamu. Tapi kamu juga harus berjanji tidak akan meninggalkanku," ucap Devan memelukku erat tanpa merasa risih, padahal di dalam mobil bukan hanya kita berdua. Tetapi masih ada Dana sopir pribadinya.

Aku hanya bisa pasrah dengan perlakuan Devan padaku. Saat sampai di apartemen, Devan meminta Dana untuk kembali ke rumah megah itu.

Saat aku masuk ke dalam apartemen, di sana sudah ada Stella dan Alex. Bukan hanya mereka saja, tapi ada sosok yang diam-diam aku rindukan.

Dia adalah Giza. Tapi aku tak tahu kenapa ia bisa hadir di antara kami. Jujur kukatakan masih ada rasa sakit saat mengingat perlakuannya padaku.

"Sebenarnya ada apa? Kenapa ada Giza juga?" tanyaku spontan yang membuat Giza salah tingkah.

"Lebih baik kita duduk biar kamu tahu semuanya," pinta Devan padaku.

Hatiku berdetak tak karuan menanti penjelasan dari mereka. Apa mungkin semua bersekongkol untuk menyakitiku?

"Kamu ingin tahu soal wanita yang bersama Devan, saat kita berada di pusat perbelanjaan?" tanya Stella padaku.

Aku jadi teringat kalau aku pernah meminta Stella untuk mencari informasi mengenai wanita itu. Namun saat itu ia mengaku belum mendapat informasi apapun.

Aku hanya bisa menganggukkan kepala. Aku tak bisa berkata apapun.

"Wanita itu adalah suruhan Tia. Namanya Gilsa. Ia membayarnya untuk menggoda Devan. Itu ia lakukan karena  ingin membuatmu terluka. Ia sangat marah saat tahu Arka masih saja mengejarmu," jawab Giza.

"Dari mana kamu tahu hal itu?  Atau jangan-jangan waktu kita bertemu dengan Devan dan Gilsa kamu sudah tahu hal ini?" tanyaku curiga.

"Aku yang memberi tahunya, sayang. Setelah aku menguncimu di kamar, aku menghubunginya untuk memberi tahu semuanya. Karena aku yakin ia akan terus menerorku dengan terus menghubungi ponselku. Apalagi aku membawamu dengan kasar," jawab Devan menjawab pertanyaanku pada Stella.

Aku diam sambil terus menatap Giza yang dari tadi hanya diam saja.

Sepertinya Devan mengerti arti tatapanku pada Giza. Ia berdehem untuk memutus kontak mataku yang sedari tadi menatap Giza.

"Aku tahu semua rencana Tia dari Giza, awalnya aku tak percaya dengannya. Setelah aku menyelidiki semuanya aku jadi yakin jika ia hanya ingin membantuku.

Tia sudah sangat nekad, ia bahkan berusaha mencelakaimu. Tapi untung saja Joe dan anak buahnya lebih sigap hingga tak ada rencana Tia yang berhasil untuk mencelakaimu.

Dia akhirnya mencari cara lain untuk menyakitimu, yaitu dengan cara membayar Gilsa untuk merayuku. Akhirnya aku mengikuti permainannya.

Beberapa kali aku jalan dengannya untuk meyakinkan Tia kalau aku sudah masuk perangkapnya. Aku tahu cara ini akan menyakitimu, tapi itu salah satu cara agar ia terlena untuk tak berencana mencelakaimu," terang Devan.

Aku tak menanggapi semua perkataan Devan. Aku masih bingung mencerna semuanya.

"Siapa yang baru saja menghubungimu hingga membuatmu marah?" tanyaku mengalihkan topik.

"Dari salah satu anak buahku, ia memberi tahu kalau Amara kabur dari penyekapan. Maka itu aku segera mengajakmu kemari, aku yakin ia akan menuju kemari meminta bantuanku," terang Devan lagi padaku.

Aku seperti orang bodoh saat mendapat penjelasan demi penjelasan yang sulit aku pahami. Ini seperti sebuah rencana menangkap seorang penjahat. Padahal, ini hanya soal hati.

Tiba-tiba ponsel Devan berdering, ia seperti memberi kode pada seseorang di seberang telepon, tapi aku tak tahu apa.

Devan meminta Stella, Alex dan Giza untuk masuk ke dalam kamar. Aku masih tak tahu dengan apa yang direncanakan Devan. Setelah hanya tinggal berdua tiba-tiba Devan mendudukkanku di pangkuannya.

Aku makin terkejut saat Devan tiba-tiba memagut bibirku. Aku tak mengerti kenapa tiba-tiba aku langsung membalas ciumannya. Mungkinkah aku merindukan sentuhannya?

Saat kami saling berpagutan, kudengar seseorang membuka pintu apartemen. Awalnya aku ingin menyudahi ciuman ini, tapi Devan enggan melepas pagutan ini.

"Apa yang kalian lakukan?" teriak suara itu.

Namun Devan tetap melanjutkan aksinya tanpa terpengaruh dengan suara orang itu. Tiba-tiba orang itu melepas kami dengan paksa.

"Dasar perempuan jalang, berani sekali kamu menggoda tunanganku," teriak orang itu padaku yang ternyata adalah Amara.

Benar dugaan Devan kalau Amara akan mendatanginya. Apa mungkin yang Devan lakukan padaku hanya untuk melampiaskan dendamnya pada Amara.

Sepertinya Devan sudah merencanakan ini semua. Dan lagi-lagi aku tak tahu jika aku bisa terlibat dalam rencananya.

"Jaga bicaramu Amara, jangan pernah sekalipun kamu berteriak pada calon istriku," ucap Devan pada Amara yang terkejut.

"Aku calon istrimu Dev, apa kamu lupa, kamu janji akan memulai semua dari awal denganku," ucap Amara dengan berlinang air mata.

Devan mendekapku erat. Ia seolah ingin memamerkan kemesraan ini pada Amara.

"Kamu benar-benar lelaki brengsek, apa kamu tahu aku baru saja kabur dari penculikan dan menemuimu untuk meminta bantuanmu, tapi kamu malah bermesraan dengan jalang ini," ucap Amara sambil menunjuk padaku.

"Yang jalang itu kamu Amara!" teriak Stella yang keluar dari kamar, disusul Alex dan Giza.

"Apa kamu tak melihat dirimu saat mengatakan itu, bahkan saat ini meski kamu bersama Devan kamu juga bermain-main dengan lelaki lain?" tanya Stella pada Amara yang terlihat pucat.

Aku hanya diam melihat situasi ini. Devan merangkulku erat, seolah tidak terjadi apa-apa di ruangan ini. Aku melihat Amara yang seperti menjadi bahan tontonan.

"Aku akan membalas kalian semua. Dan kamu Dev, kamu salah bermain-main denganku," ucap Amara.

Saat Amara membuka pintu, aku terkejut dengan kedatangan beberapa polisi. Aku tak tahu apa tujuan mereka datang ke apartemen Devan. Apa mungkin mereka akan menangkap Devan karena kasus penculikan?

Aku semakin was-was saat polisi mengeluarkan borgolnya. Kulihat Amara menyeringai, dan itu membuatku takut. Mungkinkah dugaanku benar?

"Anda kami tangkap," ucap salah satu polisi itu.

Aku terkejut bukan main dengan apa yang kulihat. Aki hanya bisa terpaku tak mengerti.

Tbc...

BIARKAN AKU BAHAGIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang