43a

215K 13.4K 1.1K
                                    

"Sekolah kan? aku jemput ya," Darka bersuara dengan ponsel yang berada pada telinganya. Cowok itu menuruni tangga, siap ke sekolah.

"Nggak usah, aku diantar Pak John aja." Balasan suara cewek berasal dari ponsel Darka.

Darka berjalan lagi ke ruang tamu. Menjatuhkan bokongnya di sofa lalu memasang sepatunya.

"Kamu beneran sekolah kan, nggak lagi bohong ." jawab Darka. Berusaha menjepit ponsel dengan lengan tangannya agar tetap seimbang. Karena kesibukannya memasang sepatu.

"Hhhuuuu," cewek di seberang sana menghembus napasnya. "Ngapain aku bohong, kamu bisa liat aku di sana nanti." Sepertinya cewek itu sedikit kesal.

"Terus kenapa aku nggak boleh jemput?" tanya Darka lagi. Cowok itu baru saja selesai memasang sepatunya. Sekarang dia menyandarkan tubuhnya di sofa.

"Aku belum di rumah, kamu bisa telat kalau nungguin aku. Nggak lucu kalau ketua OSIS telat diacara penting kan?"

Darka menghela napasnya, cowok itu sedang berpikir.

"Kalau belum di rumah, kenapa sekolah?" seru Darka.

Hening. Tidak ada jawaban dari ponsel Darka.

"Chinta." Sebut Darka. Seperti memanggil orang yang berada di balik ponselnya.

"Hmm,"

"Jangan memaksa suatu hal yang bakal berisiko untuk kamu sendiri." Ucap Darka lembut.

Chinta terkekeh. Anehnya kalau biasanya Darka tersenyum, walaupun hanya sekilas. Kali ini tatapannya berubah tajam, seperti tidak suka.

"Jangan ketawa ini nggak lucu." Ketus Darka. Cowok itu menjadi dingin.

Chinta menghentikan kekehannya. Keduanya menjadi hening.

"Darka. ini masalah kecil buat aku, sebelum kamu datang di kehidupan aku. Penyakit ini biasa-biasa aja, aku nggak terlalu mikirin ini. Ini Cuma masalah kecil. Nggak usah diberat-berati."

"Masalah kecil yang buat kamu terkapar di sana. Sampai bohong sama aku, itu yang dibilang masalah kecil?"

"Darka." sahut Chinta lembut. Agar Darka mengerti.

"Chinta. Aku Cuma mau kamu pikirin kesehatan kamu, itu aja."

"Darka," sahut Chinta lagi. Dia mencoba berbicara, tapi Darka memotongnya lagi.

"Kalau nggak bisa ke sekolah. Nggak usah dipaksa,"

Darka mendengar Chinta menghela napasnya.

"Darka, aku baik-baik aja. Liat aku di sekolah kalau kamu nggak percaya."

Darka menarik napas lalu menghembusnya. Susah untuk membuat Chinta mengerti.

"Aku harap begitu."

Selanjutnya panggilannya terputus. Chinta mengakhiri panggilan Darka. Cowok itu hanya bisa menghembus napasnya, beberapa hari ini banyak pikiran yang menghantuinya. Salah satunya karena cewek itu.

***

Panggung PENSI tertata sangat meriah di lapangan basket. Sederet siswa sudah berada di bawahnya, siap menikmati pertunjukkan. Perayaan PENSI kali ini sangat meriah, semua siswa Chandrawasih diharuskan memakai baju yang disediakan anak OSIS sesuai dengan tema PENSI. Membuat kesan kekompakkan untuk mereka semua.

Pukul 9 pagi perayaan PENSI baru dimulai. Sayang langit tampak mendung, hawa dingin mulai terasa walaupun gemerisik air belum terlihat.

Darka berjalan menaiki panggung. Cowok itu mengadahkan kepalanya menatap langit yang mulai menghitam. Dengan gaya berjalan yang sangat santai seperti hari biasa nya Darka mendekati micropon.

DARKA (Update kembali)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang