BAB 3

1.5K 95 8
                                    

Gita berlari kearah gedung satu yang berada disebrang gedung tempat kelasnya berada. Air matanya sudah tidak terbendung lagi. Ia tahu, semua usahanya hanya sia-sia tapi hati kecilnya selalu berkata bahwa semua usahanya tidak akan sia-sia. Maka dari itu ia masih terus berusaha mendekati Hazza hingga lekaki itu mresponnya.

Gita berlari menaiki tangga menuju lantai tiga digedung satu ini. Ruang musik. Hanya itu satu-satunya tempat yang bisa membuatnya mencurahkan segala isi hatinya. Kenapa ia memilih ruang musik? Karena ruang musik jarang sekali dimasuki oleh orang-orang kecuali yang memang masuk exkul musik. Tapi hari senin seperti ini pasti ruang musik sepi karena exkul musik hanya ada hari kamis.

Setelah berada diruang musik, ia mengunci pintunya dan tubuhnya meluruh kebawah. Tangisannya seketika itu juga pecah. Sekelibat-sekelibat perlakuan Hazza kepadanya kembali terputar diotaknya seperti kaset rusak.

"Kenapa kamu jahat sama aku, Za. Apa salah aku? Aku cuma mau jadi teman kamu." ucapnya disela-sela isak tangisnya.

Untunglah ruang musik ini kedap suara, jadi walaupun ia menangis sekencang apapun tidak akan terdengar hingga keluar.

Gita mengeluarkan ponselnya yang berada disaku rok yang ia pakai lalu membuka galery ponselnya. Ditatapnya foto Hazza yang sedang memegang camera DSLR saat berada ditaman kota. Ia mengambil foto itu secara diam-diam saat tidak sengaja melihat Hazza yang sedang hunting foto.

"Coba kamu bisa bersikap baik sama aku sekali aja, Hazz. Aku pastiin aku gak akan ganggu kamu lagi dan bakalan mendam perasaan ini sendirian walaupun sakit." ucap Gita sambil mengelus foto Hazza tepat diwajahnya.

Saat ia sedang fokus melihat foto Hazza, ponselnya bergetar menandakan bahwa ada pesan masuk. Ia segera menutup galery ponselnya dan mengecek siapa yang mengirim pesan kepadanya. Ternyata dari Ify sahabatnya.

From: Ify

Git, dimana? Gue cariin dikelas kok gak ada? Gue dikelas sendirian nih.

Gita segera membalas pesan temannya itu.

To: Ify

Maaf fy, aku ada urusan tadi. Tunggu dikelas aja, aku kesana sekarang.

Gita segera menghapus sisa-sisa air matanya dan mengantongi ponselnya kembali. Ia berdiri dan membuka pintu ruang musik. Betapa terkejutnya ia melihat Hazza berdiri didepan ruang musik dengan wajah datarnya.

Gita gelagapan saat Hazza menatapnya dengan intens membuat jantungnya berdetak lebih cepat. Aduh, jantungnya diem dulu dong jangan sekarang. Batin Gita.

Ia menunduk lalu menggeser tubuhnya kesamping hingga menempel dengan daun pintu. Ia sangat gugup bila hanya berdua saja dengan Hazza seperti ini terlebih lagi lantai tiga ini sangat sepi terutama ruang musik.

"Ma-maaf. A-aku mau lewat. Permisi, Hazz." ucap Gita gugup dan terus menunduk.

Ia melangkahkan kakinya sedikit demi sedikit maju kedepan melewati Hazza yang masih berdiri didepan pintu sambil menatapnya. Belum beberapa langkah, lengannya sudah dicekal oleh Hazza membuat dirinya membeku ditempat.

Ya Tuhan, Hazza mau ngapain? Aku udah deg-degan gini. Jangan buat aku--

Gita benar-benar membeku saat tangan Hazza menarim dagunya menjadi mendongak dan menatap mata coklat milik Hazza. Jantungnya seakan berhenti berdetak saat melihat mata itu.

Tiba-tiba saja ia merasakan ada sesuatu yang mengelus pipinya, membersihkan sisa air mata yang ternyata belum benar-benar hilang. Itu jari Hazza. Ya, dia mengelus pipiku? Sungguh?! Tuhan! Aku benar-benar tidak bisa berucap. Gita hanya bisa berbicara dengan batinnya. Mulutnya terasa kelu.

Changed (Old Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang