Pengantar

2.8K 279 35
                                    

Kening anak laki-laki itu berkerut ketika cahaya matahari menyapa indera pengelihatannya. Angin musim panas menyibakkan surai hitam legamnya. Meskipun begitu, ia tak lantas menghentikan langkah kakinya untuk berlari lebih jauh lagi dari kakak laki-laki yang mengejarnya dengan wajah tertekuk dalam beberapa meter di belakangnya.

" Minhyung ! Kemari kau !" Seru Taeyong dari dalam rumah, disusul dengan suara ribut-ribut perabotan yang terjatuh. Taeyong memang memiliki sedikit masalah dalam hal menyeimbangkan tubuh, ia sering kali terjatuh karenanya, mungkin suara perabotan yang terjatuh itu adalah salah satu darinya.

Minhyung ingin sekali berteriak: " Tidak mau !", dan lantas menjulurkan lidahnya pada sang kakak, jika saja ia tidak ingat ia sedang berusaha bersembunyi di balik sebuah pohon besar di belakang rumahnya, sembari menetralkan nafasnya yang tidak teratur. Selama sepersekian detik tubuhnya merosot di atas rerumputan, ia akhirnya memutuskan untuk mengintip ke belakang.

Pintu rumahnya tertutup, seolah-olah tidak ada seorang pun yang baru saja keluar dari sana. Dan Minhyung ingin sekali mempercayai hal itu, sebelum tiba-tiba saja seseorang menarik telinganya dari arah berlawanan dengannya.

" Dasar anak nakal !" Seru Taeyong, yang entah bagaimana berhasil mengendap-endap di belakang Minhyung, tanpa anak itu sadari.

" Hyung ! Sakit ! Lepaskan !" Minhyung memekik, sementara kedua tangannya berusaha untuk melepaskan tarikan di telinganya, yang mana merupakan hal yang sia-sia karena kekuatan Taeyong yang rupa-rupanya tidak bisa diremehkan begitu saja.

" Tidak, sebelum kau kembalikan handband-ku !" Taeyong berucap dengan ketus, tetapi nada bicaranya tidak akan berhasil mengubah pendirian Minhyung.

" Besok kan aku ulang tahun, hyung ! Biarkan ini menjadi hadiah ulang tahun untukku !"

" Tidak mau ! Kau kan bisa memintanya pada ayah !"

Minhyung lantas memberengut. " Tapi aku mau yang ini !"

" Tapi itu milikku, sekarang, cepat kembalikan !"

" Hyung—"

Minhyung baru saja hendak merajuk ketika ia mendengar suara seseorang menginterupsinya. " Ada apa ini ?"

" Ibu ! Lihat apa yang anakmu lakukan padaku !" Taeyong buru-buru melepaskan telinga Minhyung, sementara Minhyung segera mengusap-usap telinga kirinya yang sudah memerah.

" Kau juga anakku, Lee Taeyong." Wanita cantik itu bersidekap. " Sekarang jelaskan padaku, apa yang terjadi ?"

Minhyung menatap Taeyong dengan kedua manik kembarnya yang membulat sempurna, seakan Minhyung sedang berusaha mengeluarkan kedua bola matanya sendiri dari rongga matanya. Ia beralih menatap ibunya dengan raut wajah yang memelas. " Ibu—"

" Minhyung mengambil handband­ku."

" Lee Minhyung." Ibunya menatap Minhyung dengan tatapan yang memiliki dua arti: pertama, menunutut ingin penjelasan; kedua, meminta Minhyung untuk segera mengembalikan barang milik kakaknya. Dan kedua perintah itu merupakan hal yang absolut. Baik Minhyung maupun Taeyong, tidak akan memberanikan diri untuk melawan, mereka tidak ingin mengambil konsekuensi yang akan mereka terima dari kemarahan ibunya.

" Kau tahu kan, mengambil barang yang bukan hakmu itu bukan tindakan yang baik. Sekarang kembalikan handband itu pada kakakmu."

Minhyung mendesah pelan sebelum akhirnya melepaskan sebuah handband hitam dari pergelangan tangannya, dan menyerahkannya pada Taeyong dengan terpaksa. Sementara Taeyong sendiri menjulurkan lidahnya kepada Minhyung, seolah-olah ia sedang menegaskan siapa pemenangnya pada Minhyung. Dan hal itu nampaknya sama sekali tidak membantu, karena Minhyung langsung menghentakkan kakinya dan pergi dari sana.

Avenue | Markhyuck • MarkchanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang