35.

12.9K 763 15
                                    

***

Siang ini Ayash tengah bekerja di rumah sakit menghadapi keluhan beberapa pasiennya. Pria itu melayani dengan ramah meski keringat dingin terlihat membasahi pelipisnya, aura kelelahan terpancar di sana. Namun Ayash tetap saja memaksa bekerja.

Rutinitas Ayash sudah selesai, pria itu duduk dengan raut lelah, ditenggaknya sebotol air minum yang ada di atas meja menyisakan setengah, dia melirik ke luar jendela mendung terlihat menghiasi langit padahal waktu masih menunjukan pukul 11 siang.

"Mas bro!" Rafiq masuk ke ruangan ayash dengan wajah semringah namun tatapannya berubah begitu melihat wajah Ayash yang terlihat pucat berbeda dengan biasanya.

"Lo sakit, bro?"

Ayash menggeleng, kepalanya memang pening tapi tak terlalu mempermasalahkan sudah biasa baginya, mungkin dia hanya kurang istirahat.

"Pulang gih, apa mau gue periksa dulu?"

"Gue gak apa-apa, Fiq. Bawel lo."

"Bawel tanda peduli. Jangan mentang udah punya bini sehingga kepedulian gue lo abaikan. Inget, sebelum ngenal dia, lo deket sama gue dulu, ye, kan?"

"Najong dih!"

Rafiq ngakak melihat ekspresi Ayash yang sok jijik. Pemuda itu mendudukan dirinya di kursi lain yang ada di sana, sebenarnya ia khawatir dengan sahabatnya wajah Ayash benar-benar pucat.

"Heh, semalem Faiz ke rumah gue, Fiq."

What? Rafiq tersentak mendengar kalimat Ayash, dia tahu Faiz memang sudah pulang beberapa minggu yang lalu, tapi tak di sangka pria itu akan mendatangi rumah Ayash setelah bangun dari sakitnya.

"Gile lu, ndro! Harusnya lu yang jenguk dia bukan dia yang ke rumah lo."

"Ye mana gue tau dia bakalan ke rumah gue."

"Eh, emang dia ada ngomong apaan gitu?"

Ayash menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi mengingat percakapan semalam yang menyenangkan sekaligus bikin grogi. Ya, gimana gak grogi? Ktemu mantan calon suami istrinya sendiri cem ftv aja.

"Kagak ada. Cuma nanya kabar dan permintaan maaf aja, gitu."

"Die masih jomblo?"

"Right! Wajahnya masih ada luka bakar lo yang nanganin kan? Segimana parah?"

"Ye malah nanya lo 'kan yang ngoperasi dia juga, dodol."

"Kan setelah itu gue cuti karena merid."

Rafiq memutar bola mata, kadang Ayash nyebelin juga meski sudah menikah keduanya sudah tua tapi kelakuannya macam bocah. Ah, gak tua-tua amat, sih, cuma rafiq keliatan ngenes aja karena masih betah ngejomblo.

"Gak parah. Yang parah tuh kepalanyan nyaris keabisan darah. Lo juga ntar pulang di anterin lah.  Udah pucet nyetir lagi, lu pingsan di jalan gimana?"

"Ngaco! Gue sehat-sehat aja ini."

"Rasul bilang, jadi manusia tuh harus bermanfaat bagi orang lain, gue baik gini nawarin, udah kejadian baru nyesel ntar."

Kebawelan Rafiq membuat Ayash mau tak mau mengulum senyum. Kepalanya masih terasa pening. Tawaran Rafiq pun wajar adanya cuma Ayash gak mau aja ngerepotin sahabatnya, udah tau rumah keduanya beda arah Rafiq jadi bolak-balik nanti.

"Gue cuma bawa motor, lo gak perlu lembur "

Ayash hanya mengangguk pasrah.

--------

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, eh Kang Rafiq."

Afifah membulatkan matanya begitu rafiq datang mengunjungi rumahnya dengan Ayash yang terlihat lemas. Rafiq memapah pria itu sampai ke kamarnya wajah ayash sepucat kapas, Afifah sampai panik dibuatnya.

"Aa kenapa, Kang?" Kata afifah, suaranya terdengar panik. Rafiq duduk di sofa sibuk menarik napas Ayash tadi itu cukup berat.

"Sakit kali, tadi di rumah sakit udah kayak gitu dia, gue anter naik motor tiba-tiba melemas. Felling gue, dia kecapean plus demam," tutur Rafiq menjawab kepanikan Afifah.

Gadis itu meraba kening Ayash. Benar saja, keningnya panas, Ayash memejamkan mata karena tak kuat menahan rasa sakit yang menjetak kepala tadi cuma pening padahal.

"Efek cuaca juga bisa jadi, gue pulang dulu kalo begitu rawat dia, ya, Fa. Cepet sembuh mas bro."

Rafiq kemudian menelungkupkan tangannya di depan dada pada Afifah bersiap pamit, namun Afi kembali memanggilnya.

"Terima kasih banyak, Kang," kata Afifah, tadinya ia ingin menawari rafiq untuk istirahat dulu. Namun pemuda itu menggeleng karena harus segera pulang melihat langit yang sudah mendung.

"Syiap!"

Sepeninggal Rafiq, Afifah mengambil baskom berisi air hangat dan handuk bersih untuk mengompres dahi Ayash, pria itu masih tertidur pulas, napasnya juga teratur, bibirnya pucat. Ayash jarang sakit tapi sekalinya sakit separah ini.

"Bisa sakit juga kamu, A," kata Afifah geleng-geleng kepala merasakan suhu Ayash masih panas.

Ayash membuka matanya. Pria itu tersenyum tipis, kalimat Afi tadi terdengar oleh Ayash meskipun pria itu terpejam, dia ingin menyahut hanya saja terlalu lelah.

"Dokter juga manusia," sindirnya.

"Tidur. Aku mau masak bubur buat kamu jangan keluar dulu, ya, kalo panasnya belum turun juga kita berobat nanti."

Ayash tak menjawab, pria itu kembali memejamkan matanya. Afifah maklum saja karena Ayash terlihat letih, belum lagi kemeja yang menempel di tubuhnya belum di ganti. Ayash memilih tidur daripada menjanwab kebawelan istrinya.

Namun Ayash teringat sesuatu, ia membuka matanya lagi, memanggil Afifah yang berjalan keluar untuk membuat bubur. "Rafiq mana, Fa?"

"Pulang, tadi dia ke sini nganter Aa doang. Aa berat katanya." Afifah terkekeh melihat wajah Ayash yang datar mendengar kata 'berat'.

Ayash sama kayak cewek kebanyakan. Ogah dikatain gendats ayash gak gendut, sih, dia berat karena badannya berotot.

"Yaudah, Aa tidur lagi, ya. Afi masak dulu."

Gadis itu keluar kamar menuju dapur. Dia tertawa cekikikan mengingat ekspresi Ayash tadi. Kalo Ayash sedang sehat, Afifah pasti sudah mendapat jitakan manis di kepala karena mengejeknya.

***

Ngeledek suami sendiri dosa euy, mbak. :(

ISTRI IMPIAN ( R E M A K E )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang