Part 2

307 100 68
                                    

Tepatnya menjelang sore di hari minggu yang tenang, matahari samar-samar menyembunyikan sinarnya di balik awan tipis. Membuat warnanya menjadi sedikit keemasan, hendak berganti menjadi senja yang rupawan. Sebuah bangunan tua berdiri kokoh menghadap selatan dengan indahnya, memancarkan nuansa khas bangunan Jepang dengan seni modern. Terdapat pakarangan luas dengan sebuah kolam ikan hias yang berada tepat di samping rumah kecil, biasnya digunakan sebagai tempat pesta minum teh atau tempat istirahat sang pemilik rumah. Lalu, tak lupa pula jalan setapak yang di kelilingi oleh rumput kecil, menambah kesan alami yang sangat sederhana dan nyaman.

            Seorang gadis sedang menelusuri jejak setapak, menggunakan kaki kecilnya, ia berjalan melambat sambil memerhatikan ikan-ikan peliharaannya yang imut

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

Seorang gadis sedang menelusuri jejak setapak, menggunakan kaki kecilnya, ia berjalan melambat sambil memerhatikan ikan-ikan peliharaannya yang imut. Gadis itu berjongkok di tepi kolam, menatap air kolam berisi ikan-ikan koi berukuran besar. Katanya, memelihara ikan koi dapat membawa keberuntungan bagi pemiliknya.

Meyrin mengeluarkan sesuatu dari balik saku celananya, hendak memberi pakan khusus agar peliharaannya dapat tumbuh besar seperti yang ia inginkan. Pakan-pakan telah dilemparkan ke segala arah, tentunya hanya dalam kolam saja. Akan sangat konyol jika harus melemparkannya ke rumput.

"Nah, makanlah yang banyak," bisiknya berseri-seri.

Sosok iblis yang mendiami bangunan itu, hanya melihat dari kejauhan sebelum akhirnya membawa troli berisi teh dan cemilan sore sang nona mudanya. Ia tersenyum, menurutnya tingkah Meyrin sedikit berlebihan. Padahal dia adalah gadis angkuh yang tak kenal sopan santun, selalu membuat ulah di sekolah dan selalu saja mencoba untuk membunuhnya kala senggan. Seolah merasa diperhatikan terus, Meyrin berbalik mendapatinya tertawa geli. Ia meruncingkan pandangannya tidak suka. Sosok iblis yang berpakaian layaknya seorang pelayan pun terdiam, diam-diam tersenyum.

"Saya membawakan teh dan cemilan sore anda, Nona."

Masih menatap sinis pelayannya, Meyrin berdiri dari tepian dan masuk dalam teras rumah kecil di sampingnya. Mendaratkan bokongnya di kursi kayu berlapis cat plitur berwarna cokelat tua sembari merapikan gaun sore berwarna peach yang sangat sesuai dengan warna kulitnya. Terdapat pita berwarna senada di atas kepalanya, terikat rapi dan memesona kala ia membenarkan rambutnya. Gadis cantik ini sesekali mendapati pelayannya terpukau akan keindahan yang ia pancarkan, sekalipun ia memiliki kantung mata yang lumayan‒tak bisa dihilangkan dalam kurun waktu sehari‒menghitam. Namun, hal itu tak membuat kecantikannya hilang. Meyrin punya pesona tersendiri.

"Kau membuat kue apa?" tanya sang gadis penasaran.

"Kue kering bertabur kacang almond, Nona."

Sang pelayan atau anggap saja sosok iblis yang menyamar sebagai pelayan, pelan-pelan menyeduh teh di cangkir khusus sang nona yang bermotif bunga tulip. Sangat cantik sampai Meyrin sangat menyukainya. Dia bersumpah akan menghukum siapa pun yang membuat cangkirnya retak atau pecah, sekalipun dia orang yang tidak dikenal. Sungguh sebuah sikap arogan, tak ada pengampunan lagi yang bisa diharapkan. Meyrin menyesap hati-hati minuman yang baru saja dituang, sebelumnya ia menghirup aroma perpaduan antara daun teh, daun mint dan bunga melati yang diseduh menjadi satu. Aroma ini memberinya sedikit ketenangan. Gadis itu minum seteguk lalu mengernyit, membuat pelayannya heran.

AOI MEYRIN : I Meet The DevilWo Geschichten leben. Entdecke jetzt