"Grandma," sapaku.

"Rossie!" pekiknya dan memelukku erat."Selamat kau telah lulus dan menjadi lulusan terbaik. Otak ibumu benar-benar menjadi warisan paling berharga bagimu, Rose."

Aku masih memeluknya. "Terima kasih," jawabku dengan tersenyum. "Grandma?"

"Ada apa?"

"Boleh aku meminta sedikit kentang tumbuk dan beberapa daging asap? Aku sangat kelaparan."

Dia menatapku dengan melotot yang membuat aku mundur selangkah darinya. "Kau masih bertanya seperti itu Rose Weasley? Ini rumahmu. Ambil makanan semaumu, jangan sampai aku dengar kau sakit karena kelaparan," Grandma memulai khotbahnya.

Aku tersenyum kembali "Terima kasih," buru-buru aku mengecup pipinya dan menyendok kentang tumbuk dengan lelehan keju di atasnya serta beberapa daging asap dan sosis.

"Kau benar-benar kelaparan?"

Aku mengangguk dan menghilang dari dapur. Setelah menyantap makan siangku aku berjalan menuju ruang tengah dan masih mendapati Aunt Ginny yang masih disana.

"Aunt Ginny."

"Ada apa, Rose?"

"Apakah James akan datang nanti malam?"

Ada raut bingung di manik wajahnya. "Bukannya kalian sangat dekat? Apakah kalian kehilangan komunikasi?"

Hal ini adalah salah satu kebiasaan orang tua. Selalu menganalisa berusaha mencari tahu segala sesuatu yang berkenaan dengan hubungan anak-ananknya.

"Kalian bertengkar?" tanyanya lagi.

"Sedikit salah paham," koreksiku.

Ia mengangguk-angguk. "Dasar anak muda," kekehnya. "Dia pasti datang. James tak mungkin melewatkan perayaan kelulusanmu dan makan malam bersama seperti ini.

Ada perasaan lega di hatiku. Aku tersenyum dan menghambur naik menuju kamarku. Mungkin tidur siang adalah pilihan terbaik.

000

"Hey, tukang tidur."

Sayup-sayup terdengar suara itu. Perlahan kubuka mataku dan menemukan sosok tinggi berkacamata yang sudah sangat tak asing bagiku sudah duduk di pinggir ranjang.

"James!" pekikku gembira dan sontak memeluknya.

"Hey, Rossie."

Ia memelukku erat. "Ooh Merlin, aku merindukanmu," ujarnya.

Kulepaskan pelukkan kami. "Berani sekali kau meninggalkanku seperti lalu dan pergi tanpa mengungkapkan apapun lalu meninggalkan banyak sekali pertanyaan," ujarku tanpa bernapas.

"Wow wow Rose, santai," kekehnya.

Aku terdiam untuk menarik napas sejenak. Hah yaa, sejak kapan aku jadi banyak bicara seperti ini. Tujuh belas tahun aku tumbuh bersama keluarga Weasley tapi aku sama sekali tak pernah berbicara dengan penuh semangat dan sebanyak ini.

"Pertama, aku akan mengucapkan selamat Rose!" ia kembali memelukku lagi. "Akhirnya kau akan melihat indahnya keadaan di luar kastil."

"Berlebihan," dengusku.

James mengatakan hal seperti itu seakan-akan aku tak pernah sekalipun meningalkan kontinen ini. Aku terkekeh melihat tingkah lakunya. Ooh ayolah, pria di hadapanku ini adalah seorang Auror berusia 19 tahun dengan kelakuan kekanak-kanakan yang justru selalu membuat senyumku mengembang.

"Jadi, apa sebenarnya yang membuatmu menghindariku selama ini?" tanyaku tanpa tedeng aling-aling lagi.

Manik wajahnya berubah menjadi tak terbaca. "James," ujarku menuntut jawaban.

The Notebook by AchernarEve (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang