Lagi-lagi aku mengangguk. "Ini adalah lencana Ketua Murid-mu dan segeralah pindah ke asrama Ketua Murid bersama Mr. Malfoy."

"Baiklah, apakah itu saja?"

"Aku rasa sudah. Kau boleh pergi untuk makan malam, Miss Weasley."

"Selamat malam, Profesor."

"Selamat malam."

000

Helaine sedikit kecewa dengan kepindahanku ke asrama Ketua Murid. Dia tak menyatakan ketidaksukaannya, tapi aku tahu hal itu tanpa harus ia mengatakannya. Setelah makan malam ia berkumpul bersama tim Quidditch asrama kami untuk merundingkan pertandingan musim ini melawan Slytherin, sementara aku langsung kembali ke kamar dan bersiap untuk membaca kembali buku harian Mum lagi.


Musim Dingin

Aku tak tahu apa yang dipikirkan ferret bodoh itu sampai ia harus tidur di perpustakaan dan dengan seenak hatinya memarahiku karena menginjak kakinya yang bahkah tak terlihat karena ruangan itu sudah remang menjurus ke gelap.

Malfoy merapihkan kemejanya yang berantakan begitu juga dengan rambut pirangnya. Tatapannya sinis saat mendapati aku berdiri di hadapannya. "Perhatikan langkahmu, Mudblood," ucapnya seperti mendesis.

Aku bersumpah Demi Merlin saat itu aku benar-benar ingin mengutuknya, namun aku tak mau terlihat sama tak berotak dengan si pirang itu. Jadi, aku hanya membalas sinis padanya dan pergi meninggalkan manusia angkuh itu.

Tak ada yang tahu kejadian aku menginjak kaki si pirang Malfoy. Aku juga tak berniat untuk menceritakannya pada khalayak. Memalukan. Tetapi, aku merasa Merlin sedang menguji tingkat kesabaranku. Beberapa hari setelah kejadian itu aku bertemu lagi dengannya. Aku baru saja menyelesaikan pelajaran Astronomi saat aku mendapati Malfoy yang tengah merintih di sebuah sudut menara. Kulihat sekelilingku. Tak ada siapapun. Harry dan Ron turun terlebih dahulu karena kelas berikutnya telah menanti, sementara aku berjalan santai karena kelasku baru saja berakhir tadi. Kembali lagi pada Malfoy, aku tak mengerti orang seperti dia, maksudku kaya dan memiliki banyak penjilat atau pengikut atau apa sajalah itu, bisa-bisanya berdiri sendirian di sudut menara yang terlihat tak berpenghuni. Ada hasrat untuk menghampirinya, tapi aku tak mau mendengar mulut busuknya yang hanya akan menyebabkan sakit hati. Tetapi, aku melihat dengan jelas bahwa ia merintih. Terlihat kesakitan. Dari jauh aku melihat dengan jelas kemeja seragamnya basah bermandikan keringat. Sebelah tangannya berpegangan pada dinding dan pasangannya yang lain memegang atau terlihat seperti mencengkram perutnya. Dan kali ini aku yang merutuki tubuhku karena dengan seenaknya berjalan mendekatinya begitu saja.

Aku berada tepat di hadapannya saat Malfoy yang terlihat sangat tak berdaya itu memegang perutnya dengan sedikit rintihan yang keluar dari mulutnya.

"Kau sakit?" tanyaku segan.

Aku refleks menyentuh keningnya yang sudah banjir dengan keringat sebesar biji jagung itu. "Kau demam."

"Perutku," ujarnya parau.

"Perutmu sakit?"

Malfoy yang sedari tadi menunduk perlahan bangun dan menatapku. "Mudblood," ujarnya terkejut dan langsung menyeka keningnya yang tadi kupegang.

"Berani-beraninya kau memegangku."

Demi Merlin! Dia masih bisa membentakku dengan suara parau seperti mayat hidup itu. Aku menatapnya kesal. Dia langsung menarik tubuhnya seolah ingin menjauh dariku.

"Semoga kau menikmati sakitmu, ferret!" tandasku dan langsung membalikkan badan.
Langkahku terhenti saat mendengar bunyi benda menghantam lantai di belakangku. Saat berbalik aku menemukan Malfoy yang sudah ambruk. Aku lansung mendekatinya dan memeriksa denyut nadinya. "Kau musuh paling merepotkan di dunia ini."

The Notebook by AchernarEve (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang