Part 4

474 39 23
                                    

Tubuh Carolina terasa seperti potongan kayu yang luar biasa ringan di dekapan Azrael. Kedua rambut mereka berkibar ke atas seperti bara kematian yang makin menggelora. Azrael tak tahu apa perbuatannya itu akan menyelamatkan Carolina atau tidak, karena dia tahu tubuhnya yang tinggi dan kokoh hanya akan menambah beban keduanya. Selama di udara, Azrael hampir ingin menumbuhkan kedua sayap kelamnya, sebelum dia menyadari bahwa berubah wujud tak akan membawa perubahan apapun selain hanya akan membiarkannya menyentuh nyawa Carolina alih-alih raganya. Azrael merasa dia hanya melakukan satu-satunya yang dapat dia pikirkan di waktu secepat sambaran kilat di atas kota New York.

Meloncat dan melingkupinya sebagai tameng adalah hal yang betul-betul ekstrim bagi Azrael. Dia tahu dia adalah malaikat, tetapi bukankah saat itu dia sedang berubah wujud sebagai manusia? Azrael dapat merasakan tetesan hujan yang merasuki kerongkongannya saat dia meneriakkan nama gadis itu, sensasi kesemutan yang merayap dari jari-jari kakinya, suhu beku belulang Carolina di tubuhnya, dan silau langit yang sedang dipecah-belah oleh sambaran halilintar ketika dia terjatuh sambil menghadap angkasa. Satu hal yang menjadi ringkasan: dia tidak sekuat biasanya. Ketika sayap-sayap kelam itu bercokol di punggungnya dan jemarinya memilin tongkat sabit, dialah sosok murni malaikat maut yang siap merenggut. Kini dia hanyalah manusia yang berharap Tuhan akan mengampuni dosanya--khususnya ketika dia telah melukai rekan malaikatnya, Michael--dan berharap Tuhan akan menyelamatkan Carolina dari langkah yang menyedihkan.

Azrael merengkuh erat gadis ringkih bernoda luka di sekujur tubuhnya itu. Netra biru Azrael memantulkan kilat menyilaukan yang sesaat kemudian mengundang gelegar sampai mengguncang jantungnya, dan tubuhnya meluncur kencang berkat tarikan gesit gravitasi. Dia membiarkan seluruh alam mengancamnya dengan maut, dan seharusnya dia tidak merasa takut, karena siapakah yang lebih tahu tentang kematian dibanding sang pembawa nyawa itu sendiri? Azrael mulai memejamkan matanya dan mengatupkan rahangnya erat-erat, persis ketika tanah sudah mulai menerima hantaman bobotnya.

BRAKKK!!!

Sampai beberapa lama, Azrael merasakan seluruh saraf di kepalanya berkedut dan mengoyak otaknya dari dalam. Rasanya begitu pening ketika organ tubuhnya bergetar karena terjatuh berpuluh meter dari tanah, sampai dia merasakan kedua bola matanya hampir meloncat keluar. Tulang punggungnya beradu dengan gerigi aspal, menjepit otot dan sebagian pembuluh darahnya. Dia bisa merasakan aspal tersebut retak dan menyerpih di sekitarnya, membentuk cekungan di kepala dan tubuhnya. Azrael membayangkan seperti inilah rasanya merasa paralisis dalam sekejap--seluruh persendiannya seakan meronta untuk saling melepaskan diri. Ketika Azrael mulai bisa mengembangkan paru-parunya kembali, dia membuka kelopak matanya perlahan-lahan. Sinar kelabu langit New York masih mengguyurnya dengan hujan sehingga dia pun berkedip-kedip ketika tetesan air membuat bola matanya perih. Bayangan-bayangan gedung berlipat ganda dan berputar-putar di atasnya sampai mereka bersatu-padu membentuk lanskap yang sesungguhnya.

Azrael mulai menggerakkan jemarinya. Untungnya, kedua tangannya masih melingkupi Carolina, gadis manusia yang ingin dia selamatkan. Gadis itu tertahan di dadanya, diam dan bernapas. Setelah mengetahui keberhasilan misinya, Azrael mulai bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Memang benar dia merasa sakit ketika tanah menghantam kerangkanya, tetapi Azrael menggerak-gerakkan badannya dan mengetahui bahwa seluruh organ dan darahnya masih tertambat kokoh di dalam rangka dan kulitnya. Bagaimana bisa? pikir Azrael, dan dia mulai berasumsi bahwa ketika dia berubah menjadi manusia, dia bukanlah manusia biasa. Atau mungkin, Tuhan benar-benar mengabulkan doanya, dan dia bisa saja mati, atau seharusnya memang dia mati, tetapi Tuhan telah menyelamatkannya. Apapun jawabannya, Azrael mengembuskan napas lega dan mengucapkan syukur kepada-Nya. Seluruh malaikat memang makhluk yang amat mematuhi Sang Pencipta, tetapi Azrael merasa tindakannya barusan bukanlah sebuah bentuk kepatuhan. Sama sekali bukan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 16, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A Cup of CocoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang