33. This Emptiness is Killing Me

978 139 9
                                    


"Kenapa kamu nggak bilang, kalau acara itu sudah di-setting? Kenapa kamu nggak pernah cerita soal produser yang memaksamu memilih salah satu kandidat? Aku tahu kamu benci model acara seperti itu. Kalau kamu bilang, aku akan carikan cara supaya kamu nggak perlu ikut acara variety show nggak jelas itu."

Arina mencegat Gilang saat pemuda itu akan masuk ruang ganti. Namun Gilang memilih bergeming dan tidak mau menatap kedua manik mata Arina. Alih-alih Gilang melepas jasnya yang barangkali sudah membuatnya sangat gerah malam ini.

"Kamu bisa membahayakan image-mu kalau ke-empat kandidat lain mulai menyadari bahwa acara ini sudah di-setting. Mereka akan menyebutmu sebagai laki-laki jahat karena bersedia membohongi mereka. Kenapa, Gilang? Kenapa kamu nggak pernah cerita?" cecar Arina, kali ini dengan meraih lengan t-shirt Gilang dan menariknya.

Lagi, Gilang tidak mempedulikan Arina, lebih jauh ia bahkan tidak mau menatap wajah sosok perempuan yang saat ini berdiri dengan jarak tak kurang dari setengah meter darinya. Cukup dekat untuk membuat Gilang menarik tubuh Arina ke dalam dekapannya, seperti yang pernah diinginkannya di setiap malam mimpi yang menghampirinya. Jika Arina berani mendekat lebih dari ini, Gilang tidak yakin ia bisa mengendalikan diri.

"Kenapa kamu diam? Kamu seharusnya..."

"Seharusnya apa? Di antara kita siapa yang memaksaku menjerumuskan diri dalam program konyol itu? Bukan aku yang menerima kontrak itu, tapi manajerku yang ceroboh dan bodoh yang memaksaku melakukannya. Aku seharusnya berterus terang sama kamu? Bagaimana denganmu, Arina? Apa kamu juga mau berterus terang menceritakan semuanya kenapa kamu menghilang hari itu?" Gilang membalikkan pertanyaan Arina seketika, membuat gadis itu serta merta terdiam. Membisu.

"See? Level kepercayaanmu sama aku hanya sampai segitu, bagaimana bisa aku juga percaya sama kamu?"

"Aku punya alasan, tapi kamu bisa percaya sama aku, kalau aku nggak akan membuat namamu tercemar. Tolong percaya padaku, Gilang..."

Sayangnya Gilang terlalu keras hati untuk memahami Arina. Baginya yang sudah terlalu kecewa dengan pemandangan Joe yang melamar Arina malam itu, berada dekat dengan manajernya hanya akan membuatnya marah.

"Kenapa kamu hanya peduli sama image-ku tapi nggak peduli sama perasaanku? Kamu bohong soal kamu punya alasan nggak memberitahuku kan? Karena yang sebenarnya, kamu sudah memiliki seseorang untuk kamu bisa sebebasnya membagi masalahmu, dan kamu terlalu bahagia untuk memikirkan aku."

Arina mengernyitkan keningnya, apa yang dibicarakan Gilang?

"Kamu... Bicara apa?"

Gilang mendengus, lebih seperti menyalahkan dirinya sendiri. "Aku nggak percaya, aku terdengar seputus asa ini. Sudahlah, mulai sekarang aku nggak akan peduli lagi. Kamu bebas melakukan apa saja. Dan jika dipikir lagi, saat aku merekrutmu jadi manajerku, aku nggak se-desperate itu membutuhkan kamu,” tukas Gilang dingin.

“Aku nggak ngerti. Apa maksudmu aku memiliki seseorang? Apa maksudmu orang itu adalah Joe?”

“Malam itu aku datang ke rumah orangtuamu, dan aku melihat dia melamarmu. Apa itu tidak cukup bukti kalau kamu lebih memilih menceritakan masalahmu ke dia dibandingkan aku? Aku yang seharusnya butuh penjelasan ke mana dan apa yang kamu lakukan hari itu.”

“Aku minta maaf, Gilang. Aku...”

It’s too late. Aku nggak mau kita bahas ini lagi.” Gilang menyingkirkan tangan Arina yang masih mencengkeram lengan t-shirt-nya dan menepisnya keras. “Lalu, aku mau kita bekerja secara terpisah, kecuali saat produser acara Blind Marriage memintamu muncul, aku nggak mau kita berada di tempat yang sama.”

Dear Miss Manager (Tamat Di KK)Where stories live. Discover now