3 rasa - part 28

2.7K 283 15
                                    

#Baim#

Sudah lewat satu minggu sejak pembicaraanku dengan Sybil waktu itu. Berselang dua hari setelahnya, Kakek Sybil keluar dari rumah sakit. Sedangkan Nina baru keluar tiga hari yang lalu. Bicara soal Nina, aku sudah memberitahunya tentang Sybil. Tidak ada tanda-tanda sakit hati yang terlihat. Syukurlah dia malah mendukungku. Ketika orang tuanya datang, dia malah langsung mengenalkan Irfan. Untung Om Nug tidak sefanatik ayah Sofia tentang tradisi perjodohan antar kerabat. Beliau terlihat begitu welcome pada Irfan. Aku makin bersyukur, setidaknya hubunganku dengan Nina tidak berakhir buruk.

Sedangkan Sybil, sejak kakeknya keluar dari rumah sakit, aku belum bertemu dengannya lagi. Komunikasi kami hanya terhubung melalui ponsel. Lewat chat yang kukirim tiap hari padanya dan sesekali aku menelponnya. Selalu aku yang menghubunginya lebih dulu, tidak pernah dia yang memulai. Berbeda ketika dengan Nina, aku jarang sekali menghubungi Nina lebih dulu. Aku ingat Nina sering protes dan mengatakan kalau aku terlalu cuek juga tidak butuh padanya. Mungkin karena dalam hubunganku dengan Sybil, aku melibatkan perasaan tapi tidak saat dengan Nina.

Aku tidak pernah berniat untuk protes pada Sybil karena dia tidak pernah menghubungiku lebih dulu. Toh aku laki-laki, jadi tidak ada salahnya kalau aku yang memulai. Hanya saja ada perasaan takut yang kurasakan karena dulu saat bersama Sofia, selalu aku juga yang memulai dan ternyata bukan karena dia menungguku tapi karena hatinya masih terpaut pada orang lain. Ternyata kegagalan hubunganku dengan Sofia meninggalkan trauma untukku dan aku baru sadar sekarang.

Kurebahkan tubuhku ke tempat tidur, merasakan sisa-sisa tenagaku setelah futsal sehabis isya tadi. Aku masih rutin futsal dengan teman-teman kantorku dan hari ini ada pertandingan antara tim futsal kantorku dengan tim futsal salah satu teman kostku disini. Aku kenal baik beberapa penghuni kost yang sudah lama tinggal disini sepertiku. Sedangkan untuk penghuni baru biasanya aku hanya sekedar sapa bahkan ada juga yang tidak kenal sama sekali.

Kuraih ponsel di nakas, bukan untuk mengecek apa ada pesan dari Sybil atau tidak karena sudah pasti tidak ada pesan apapun. Kubuka ruang obrolan pada kontak Sybil yang langsung menampilkan chat terakhirku dengannya tadi malam dan sekarang sudah jam sepuluh malam.

Ibrahim : sudah tidur?

Kukirim chat itu pada Sybil. Lalu kupejamkan mata sembari menunggu balasannya. Tak lama ponselku berdenting tanda chat masuk.

Sybil : belum

Sybil : aku kira kamu udah tidur

Kubaca balasan Sybil. Aku tidak pernah bertanya dia sedang apa, sudah makan atau pertanyaan lain yang biasanya ditanyakan oleh pasangan pada umumnya. Menurutku itu pertanyaan tidak penting. Satu-satunya pertanyaan yang masih kuajukan, bertanya sedang dimana, karena tahu keberadaannya lebih penting daripada pertanyaan-pertanyaan yang tidak produktif lainnya.

Ibrahim : belum. Baru pulang futsal..

Ibrahim : aku telp ya?

Baru kali ini aku berhubungan dengan perempuan yang untuk ditelepon saja aku harus ijin dulu. Aku bahkan tidak tahu apa status hubunganku dengannya. Jangankan mau main kerumahnya, diajak bertemu di luar saja dia tidak mau. Alasannya takut jadi omongan orang.

Sybil : oke

Tak membalas chatnya lagi, aku langsung mendial nomor Sybil. Dua kali nada sambung, panggilanku baru dijawab.

"Assalamualaikum," sapanya di seberang sana.

"Waalaikumus salaam. Bentar aku pake headset dulu," kataku yang diiyakan olehnya.

"Kok futsalnya malam?" tanya Sybil begitu headsetku sudah terpasang di telinga.

"Iya emang biasanya malam kok. Kalo weekend kan family time mereka," jelasku.

3 RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang